Prospek budi daya lada organik di Lampung

id Lada organik lampung Oleh Budisantoso Budiman

Prospek budi daya lada organik di Lampung

Petani lada di Kabupaten Tanggamus, Lampung. ANTARA/HO-GIZ

Proyek Lada Organik ini bertujuan untuk mempromosikan penerapan (adopsi) dan menyebarluaskan praktik pertanian terbaik (Good Agricultural Practices/GAP)


Budi Daya Lada Organik

Pada umumnya cara budi daya organik dan non-organik adalah sama, namun ada beberapa perlakuan yang diatur dalam budi daya organik.

Budi daya organik sangat diperlukan dalam mengembalikan kesuburan tanah di Indonesia dan mengubah paradigma petani menjadi bertani yang ramah lingkungan.

Budi daya lada organik tidak memperkenankan penggunaan pupuk kimia sintetis seperti Urea, NPK dan sejenisnya (SNI6729, 2016), namun harus dengan pupuk organik, di antaranya pupuk kandang, kompos, mikroba, bahan mineral, dan lainnya. Kevin dan Jarroop (2018) dan Zuraini (2010) mengemukakan bahwa dalam budi daya lada organik, selain menggunakan pupuk organik perlu disertai aplikasi mikroorganisme efektif (effective microorganism) atau mikroorganisme yang menguntungkan untuk mencapai produktivitas dan pertumbuhan yang optimal, sekaligus menciptakan tanah yang sehat dan subur.

Park dan Du Ponte (2008) menyatakan bahwa diperlukan sedikitnya satu tahun agar mikroorganisme yang menguntungkan dapat berkembang dengan baik pada pertanaman lada organik, oleh karena itu aplikasi berulang dapat membantu berkembangnya mikroorganisme menguntungkan itu di dalam tanah dengan lebih cepat. Keymer dan Lankau (2017) mengemukakan bahwa pada saat pembentukan buah, tanaman lada memerlukan asupan nutrisi yang tinggi, dan saat kritis perlu mendapat perhatian khusus dari petani.

Dalam budi daya lada, serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu masalah hingga menyebabkan kehilangan hasil yang merugikan petani. Hama dan penyakit utama tanaman lada di Indonesia, yaitu penggerek batang lada (Lophobaris piperis Marsh.), penghisap buah lada (Dasynus piperis China), perusak bunga (Diconocoris hewetti Dist), penyakit busuk pangkal batang (Phytopthora capsici), penyakit kuning, dan penyakit velvet. Penyakit busuk pangkal batang (BPB) merupakan masalah utama dalam budi daya lada yang masih sangat sulit dikendalikan.

Beberapa penelitian untuk mendapatkan varietas lada yang tahan penyakit itu telah dilakukan, di antaranya oleh Meilawati et al. (2016) melalui iradiasi sinar Gamma, dan Wahyuno et al. (2010) melalui persilangan intraspesies maupun antarspesies. Tingkat serangan hama buah lada di Bangka dapat mencapai 36,82 persen (Laba et al., 2004). Penyakit kuning pada tanaman lada yang disebabkan oleh nematoda parasit tumbuhan menjadi masalah utama di Bangka. Petani tidak mengenal penyakit ini, dan cara pengendaliannya juga belum ada (Abdul dan Sulistiawati, 2014).

Pengendalian hama dan penyakit tidak boleh menggunakan pestisida kimia sintetis dalam pertanian organik, tetapi harus mengutamakan cara-cara yang ramah lingkungan, di antaranya; (1) cara pencegahan, yaitu dengan menanam varietas tahan penyakit, melestarikan musuh alami, misal dengan penanaman tanaman berbunga/refugia seperti kenikir di sekitar tanaman lada yang berperan sebagai habitat musuh alami serta serangga berguna dan pengusir hama, kultur teknis (misal penanaman mulsa hidup/living mulch/cover crops dengan tanaman Arachis pintoi), pemupukan berimbang, dan cara lainnya yang ramah lingkungan atau melalui modifikasi lingkungan (La ode et al., 2015).

Apabila cara pertama tidak berjalan dengan baik, maka dilakukan cara pengendalian, yaitu dengan penggunaan pestisida alami, yang terdiri dari pestisida nabati (dari tumbuhan), pestisida hayati (jamur, bakteri, virus), dan pestisida dari bahan mineral (belerang/sulfur, Cu So4, kapur, dan lain-lain). Pestisida/pupuk yang sudah komersial diperdagangkan di pasaran harus sudah tersertifikasi organik, baru dapat diperbolehkan digunakan dalam budi daya organik lada. Salah satu tanda bahwa produk tersebut telah disertifikasi organik adalah dengan adanya “Logo organik Indonesia”.

Pengendalian OPT di tempat penyimpanan/gudang harus mengutamakan cara-cara pencegahan, di antaranya dengan memasang kain kasa untuk mencegah serangga masuk, kawat di semua lubang untuk mencegah tikus masuk, penggunaan lampu perangkap serangga/lighttrap ataupun perangkap tikus, dan cara lainnya.

Panen dan Pasca Panen

Pada prinsipnya pemanenan lada organik tidak boleh disatukan hasil panennya dengan lada non-organik, begitu juga lada hasil olahannya tidak boleh dicampur/tercampur dengan lada non-organik. Tempat penyimpanan di gudang atau tempat penyimpanan lainnya, harus jelas teridentifikasi antara lada organik dan non-organik. Tidak perlu terpisah di gudang/bangunan penyimpanan, yang penting adanya pemisahan agar antara lada organik dan non-organik tidak tercampur.

Pelabelan/penandaan terhadap semua kemasan lada organik harus jelas dan tertera pada kemasannya (misal karung atau sejenisnya), juga waktu panen, asal dari mana, nama petani dan identitas lainnya, sehingga mudah ditelusuri apabila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan dengan produk tersebut. Prosesing tidak boleh menggunakan bahan kimia sintetis yang dilarang dalam pertanian organik, demikian pula air yang digunakan untuk prosesing tidak boleh tercemar oleh logam berat, pestisida ataupun bahan cemaran lainnya. Hasil analisis laboratorium diperlukan untuk menjaga integritas keorganikan. Limbah hasil pengolahan tidak boleh mencemari lingkungan. Harus ada SOP (standar operasional prosedur) penanganan limbah. Tidak boleh ada keluhan dari masyarakat sekitar pengolahan mengenai limbah yang dihasilkan.

Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Lada Organik

Lada merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia setelah kopi. Setiap tahap dari subsistem agribisnis lada memiliki berbagai permasalahan mulai dari industri/penangkar benih, adanya serangan OPT, kurangnya penyuluhan, rendahnya adopsi teknologi, kurangnya modal petani, dan adanya usaha pencampuran lada asalan pada produk petani. oleh sebab itu diperlukan kebijakan-kebijakan untuk membantu meningkatkan pendapatan petani lada.

Untuk mendapatkan transfer teknologi dari puslit/balai penelitian, petani yang berada di daerah sentra produksi lada sangat diperlukan kebijakan khusus untuk memprioritaskan pengkajian dan pengembangan lada di BPTP (sekarang BSIP). Diperlukan kemitraan secara terpadu antara petani, pihak swasta, dan pemerintah daerah dalam mewujudkan diseminasi paket teknologi, mulai dari perbanyakan tanaman, teknik budi daya dan pengolahan hasil. Demonstrasi plot (demplot) untuk lebih meyakinkan petani bahwa paket teknologi yang diperkenalkan memberikan nilai tambah dalam budi daya organik tanaman lada.

Salah satu implementasi program “Nawacita” Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah program Seribu Desa Organik dengan landasan bahwa pengembangan dimulai dari pinggiran/desa, meningkatkan daya saing produk (dengan organik akan mampu bersaing lebih baik), mengoptimalkan potensi domestik, mengangkat kearifan lokal dan lainnya. Pertanian organik mengutamakan potensi lokal. Program Seribu Desa Organik itu dimulai dari tahun 2016 hingga tahun 2019.

Banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh petani lada di Indonesia, terutama rendahnya produktivitas, besarnya kehilangan hasil akibat adanya serangan organisme pengganggu tanaman serta pendapatan yang tidak menentu karena harga lada sangat fluktuatif merupakan tantangan dan bagi kita, justru mendorong untuk lebih semangat menjadi peluang dalam meningkatkan daya saing lada Indonesia di pasar dunia melalui budi daya lada organik yang ramah lingkungan, sehingga produk yang dihasilkan lebih berkualitas dan di pasar dunia akan mampu bersaing untuk mendapatkan harga premium, sehingga dapat meningkatkan pendapatan/kesejahteraan petani lada dan sumber devisa Indonesia dari ekspor nonmigas.

Sekarang ini sudah saatnya pula bagi para petani di Indonesia termasuk di Lampung, untuk juga menerapkan konsep integrated farming atau pertanian terintegrasi yang menggabungkan pertanian dan peternakan dalam satu siklus berkelanjutan. Fokus utamanya adalah meningkatkan produktivitas lahan, mengurangi biaya produksi, dan membangun sistem pertanian ramah lingkungan.

Melalui integrasi peternakan domba, sapi, dan ayam, pupuk organik alami dihasilkan untuk menyuburkan tanaman, terutama memproduksi beras organik. Petani juga perlu mendapatkan pelatihan, pendampingan, dan jaminan pasar dengan harga yang stabil.

Konsep pertanian terintegrasi ini bertujuan untuk memajukan ekonomi desa, membuka lapangan kerja, dan mendorong regenerasi petani muda, agar pertanian lebih berkelanjutan. Semua ini dapat membuktikan bahwa inovasi dan pemberdayaan petani bisa menjadikan desa mandiri dan produktif.

Sekilas Pembangunan Regeneratif: Melampaui Keberlanjutan (Medard Gabel, 2015)

Pembangunan Berkelanjutan adalah pendekatan solutif untuk masalah-masalah besar. Tujuannya, membuat kehidupan di planet ini berkelanjutan. Ketika status quo mencakup ratusan juta hektare lahan pertanian yang rusak dan hutan hujan tropis yang digunduli dan diratakan, perikanan dan akuifer yang terkuras habis, aliran sungai yang tersumbat racun, keanekaragaman hayati yang menurun, dan iklim yang berubah, keberlanjutan sama sekali tidak dapat diterima.

Singkatnya, pembangunan berkelanjutan seperti kata-kata bijak 'jangan berbuat jahat'; tidak menetapkan standar yang cukup tinggi. Kita dapat, dan perlu, melakukan yang lebih baik daripada sekadar mempertahankan yang tidak dapat diterima—atau menerima masa kini sebagai yang terbaik yang dapat kita lakukan.

Perkembangan terbaru dalam hal keberlanjutan adalah konsep 'nol emisi'. Di sini, tidak dapat diterima untuk menghasilkan limbah dalam jumlah yang cukup, agar tidak melebihi kapasitas alam untuk mendaur ulang produk sampingan industri kita. Tujuannya adalah untuk memproduksi barang dan jasa kita dengan cara yang tidak menghasilkan limbah—sehingga produk sampingan dari satu proses industri menjadi masukan untuk proses lainnya.

Dalam ekologi industri ini, kita menghubungkan aliran limbah dari satu pabrik industri ke saluran masukan pabrik lain, sehingga mengubah limbah menjadi sumber daya. Ini adalah tujuan mulia lainnya dan peningkatan besar pada gagasan dasar keberlanjutan—tetapi kita dapat melakukan yang lebih baik daripada nol emisi.



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.