Petani Waykanan Lampung tetap berinovasi di tengah pandemi COVID-19

id Lampung, pertanian, tanaman cabai, virus corona

Petani Waykanan Lampung tetap berinovasi di tengah pandemi COVID-19

Foti tanaman cabai (Foto : Antaralampung/Istimewa)

Petani biasanya enggan mengambil risiko
Bandarlampung (ANTARA) - Sektor pertanian merupakan satu-satunya sektor nonmigas yang memungkinkan paling bertahan dari berbagai gejolak dan krisis di tengah mewabahnya COVID-19.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendorong para petani tak mengendurkan semangat di tengah pandemi Virus Corona. Dia meminta petani terus meningkatkan kemampuannya.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi menindaklanajuti hal tersebut, dengan menggerakkan Tim BPPSDMP untuk mengawal secara intensif petugas daerah, penyuluh pertanian dan petani untuk memastikan pertanian tetap produktif.

"Salah satu petani yang tetap berinovasi di tengah pandemi COVID-19 ini merupakan petani cabai merah yang berasal dari Kecamatan Baradatu, Kabupaten Waykanan, Lampung.
Cabai merah menjadi salah satu jenis sayuran populer yang dihasilkan sektor pertanian hortikultura dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi," kata Dedi

Menurutnya, tingginya nilai ekonomi menyebabkan cabai merah banyak diusahakan oleh petani di Tanah Air khususnya di Lampung.

Meskipun, menurutnya pula, usaha tani cabai merah bukan tanpa kendala. Faktor lingkungan, cuaca, serta serangan hama dan penyakit dapat mengakibatkan usaha tani cabai merah penuh akan risiko.

"Petani biasanya enggan mengambil risiko, sehingga melakukan sistem budi daya yang terkadang tidak sesuai prosedur, seperti aplikasi pestisida kimia secara berlebihan," katanya pula.

Eko, salah satu petani cabai merah yang memiliki inovasi dengan menggunakan beberapa agensia hayati dan pestisida nabati. Salah satu pemanfaatan agen pengendali hayati berupa jamur yang berpotensi sebagai agensia hayati adalah Tricoderma sp bersifat preventif terhadap serangan hama penyakit tanaman, juga sebagai pupuk biologis tanah dan biofungisida.

Siklus tanaman cabai merah mengalami perubahan setelah mengurangi penggunaan pupuk kimia.

"Tanaman ini mampu bertahan hidup selama satu tahun dengan pupuk organik, sedangkan dengan pupuk kimia hanya mampu hidup selama lima bulan," katanya pula.

Menurutnya, pertumbuhannya lebih bagus, dan masa panen panjang.
Baca juga: Budi Daya Cabai Butuh Modal Rp40 Juta/Ha


Selain itu, berkat kemampuannya dalam memformulasikan agensia hayati, menarik perhatian sejumlah petani dari daerah sekitar. Namun, permintaan tersebut belum dapat dipenuhi karena belum terbentuknya manajemen penjualan.

"Sementara ini dipakai sendiri dulu. Rencananya ke depan bisa dijual ke daerah lain," ujarnya lagi.

Selain itu, pada lahan cabainya juga sudah banyak terpasang perangkap likat kuning, serta ditanami tanaman refugia kenikir untuk konservasi musuh alami, sehingga beberapa musuh alami banyak dijumpai di lahan, antara lain seperti kepik/kumbang, dan capung.

Karena itu, produk cabai merah yang dihasilkan aman dikonsumsi dan ada keseimbangan ekosistem di lahan cabai tersebut.

Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) ramah lingkungan tersebut harus terus disosialisasikan terutama di sentra pertanaman cabai, sebagai usaha dan ikhtiar dalam usaha budi daya tanaman sehat dan ramah lingkungan. Tujuan budi daya tanaman sehat salah satunya adalah menurunkan penggunaan pupuk dan pestisida yang relatif masih berlebihan oleh petani.