Lampung (ANTARA) - Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian bersama Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mendorong agar para peternak unggas di Indonesia dapat menerapkan praktik manajemen yang baik atau "Biosecurity 3 Zona".
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita, pada Sarasehan Peternak Layer bersama FAO Indonesia di Lampung, Kamis, menjelaskan penerapan Biosecurity 3 zona sangat penting karena dapat mengendalikan penggunaan antimikroba pada unggas serta mengurangi risiko terjadinya penyakit infeksi.
"Hal ini dapat meningkatkan keuntungan bagi para peternak karena akan mengurangi risiko kematian khususnya dari virus flu burung," kata Ketut.Baca juga: FAO-Antara beri pembekalan pada media soal zoonosis di Indonesia
Adapun penerapan Biosecurity 3 Zona adalah praktik pengelolaan perunggasan yang baik dan berstandar dengan membagi area peternakan menjadi tiga, yakni zona merah, kuning dan hijau. Zona merah dikategorikan sebagai area dengan risiko tinggi (high risk) karena terindikasi adanya pencemaran kuman maupun bakteri.
Oleh karena itu, tamu yang tidak memiliki kontak dengan unggas, hanya bisa sampai pada zona ini saja.
Setibanya di Zona Kuning (middle risk), peserta disediakan baju khusus untuk dikenakan selama berkeliling di peternakan tersebut. Di zona ini, pekerja harus mandi terlebih dahulu sebelum memasuki zona hijau.
Di zona hijau atau zona bersih dengan kategori low risk adalah area terbatas. Hanya pekerja yang ditugaskan dan sudah berganti pakaian dan alas kaki yang boleh masuk. Peternak juga harus disemprotkan cairan disinfektan saat memasuki area ini.
Ketut menjelaskan pengendalian virus flu burung difokuskan pada peningkatan biosecurity, pencegahan penyakit melalui vaksinasi, dan sertifikasi kompartemen bebas flu burung. Adanya sertifikat bebas penyakit tersebut membuat produk unggas Indonesia dapat diekspor ke beberapa negara.Baca juga: 20 persen produksi telur Lampung dipasarkan ke Jakarta
Chief Technical Adviser Unit Khusus Badan Pangan dan Pertanian PBB di Indonesia (FAO ECTAD) Luuk Schoonman yang mengatakan hasil kajian FAO menunjukan bahwa implementasi biosecurity 3-zona secara rutin dan konsisten di peternakan ayam petelur secara signifikan menurunkan penggunaan antibiotik 40 persen dan disinfektan 30 persen.
"Biosecurity 3-zona harus menjadi standar di peternakan ayam petelur dalam menghasilkan produksi yang maksimal dan bebas dari penyakit zoonosa khususnya flu burung," kata Luuk.
Kementan-FAO dorong peternak unggas terapkan manajemen "Biosecurity 3 Zona"
penerapan Biosecurity 3 zona sangat penting karena dapat mengendalikan penggunaan antimikroba pada unggas serta mengurangi risiko terjadinya penyakit infeks