KPAI dampingi penyelesaian kasus kekerasan pada pekerja anak di Lampung

id Kekerasan pekerja anak, KPAI, perlindungan anak, pencegahan pekerja anak

KPAI dampingi penyelesaian kasus kekerasan pada pekerja anak di Lampung

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryanti Solihah saat memberi keterangan di Bandarlampung, Jumat (9/7/2023). ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi

Kasus ini akan terus kami dampingi, sehingga pekerja perempuan dan anak korban kekerasan tersebut bisa mendapatkan haknya, dan memperoleh perlindungan, tambahnya
Bandarlampung (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ikut serta mendampingi penyelesaian kasus kekerasan serta penganiayaan kepada pekerja anak yang terjadi di Provinsi Lampung.

"Saat ini kita masih prihatin, di Indonesia masih dibayangi adanya pekerja anak, dimana pada 2022 masih ada 1,7 juta pekerja anak. Dan kejadian penganiayaan kepada pekerja anak juga dilaporkan terjadi di Lampung beberapa waktu lalu," ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryanti Solihah, di Bandarlampung, Jumat.

Ia mengatakan atas adanya kasus penganiayaan kepada pekerja anak di Lampung pihaknya akan ikut serta mendampingi dari sisi pencegahan, penanganan hingga remediasi.

"Kasus penganiayaan pekerja rumah tangga yang masih di bawah umur di Lampung ini selain ada tindakan kekerasan ada juga unsur kekerasan seksual, ini yang harus diwaspadai. Dan kami apresiasi kepala daerah serta pihak terkait yang memiliki respon baik dalam penanganan kasus ini," katanya.

Dia menjelaskan KPAI saat ini menitik beratkan kepada upaya menghapus pekerja anak dalam berbagai hal terutama untuk sektor pekerjaan terburuk.

"Untuk anak korban kekerasan akan diberi terapi psikologis, lalu akan ada pemenuhan hak mereka yang tidak digaji. Untuk mencegah hal seperti ini diharapkan anak-anak bisa mendapatkan pelatihan kerja, kursus vokasional tanpa harus meninggalkan haknya untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh pengasuhan yang baik di lingkungan keluarga," ucapnya.

Menurut dia bila dilihat dari ranah hukum dan mengacu kepada Undang-Undang Perlindungan Anak, dari peristiwa tersebut maka tersangka bisa dikenakan hukuman maksimal 7 tahun penjara karena adanya kekerasan fisik.

Lalu adanya eksploitasi ekonomi karena ada tindakan eksploitasi anak dengan tidak membayarkan upah saat 4 bulan bekerja, dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara, serta karena tindakan kekerasan tersebut di lingkungan rumah tangga maka ada hukuman maksimal 10 tahun untuk tersangka.

"Kasus ini akan terus kami dampingi, sehingga pekerja perempuan dan anak korban kekerasan tersebut bisa mendapatkan haknya, dan memperoleh perlindungan," tambahnya.