Pelda KKO Kandou, pengangkat jenasah korban G30S/PKI meninggal dunia

id marinir,pelaku sejarah,evert van kandou

Pelda KKO Kandou, pengangkat jenasah korban G30S/PKI meninggal dunia

Dokumentasi Komandan Korps Marinir TNI AL, Mayor Jenderal TNI (Marinir) Suhartono (empat kiri) menjenguk pelaku sejarah pengangkat jenazah korban G-30-S/PKI di Lubang Buaya, Pembantu Letnan Dua KKO (Purnawirawan) Evert Julius van Kandou, di rumah pribadinya di Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, pekan lalu. van Kandou adalah salah satu dari sembilan orang anggota tim dari Komando Intai Para Amfibi KKO yang ditugaskan mengangkat tujuh jenazah Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya, korban keganasan G-30-s/PKI, pada awal Oktober 1965. ANTARA/Dinas Penerangan Korps Marinir TNI AL (Dokumentasi Korps Marinir TNI AL)

Beliau adalah prajurit pejuang yang berdedikasi dan loyalitas tinggi yang patut diteladani bagi para generasi penerus, katanya

Jakarta (ANTARA) - Pembantu Letnan Dua (Pelda) KKO (Purnawirawan) Evert Julius van Kandou, pelaku sejarah pengangkat jenazah korban G-30-S/PKI di Lubang Buaya, Jakarta Timur, meninggal dunia pada usia 83 tahun, di Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat.

Komandan Korps Marinir TNI AL, Mayor Jenderal TNI Suhartono, di Jakarta, Jumat, menyatakan duka citanya atas kepergian selamanya Pelda KKO Kandou.

“Beliau adalah prajurit pejuang yang berdedikasi dan loyalitas tinggi yang patut diteladani bagi para generasi penerus,” katanya.

Suhartono dan beberapa perwira stafnya sempat menjenguk langsung seniornya itu di rumah pribadinya, di Muncar, Banyuwangi, beberapa waktu lalu. Saat itu, Kandou masih bisa berkomunikasi secara verbal walau terbaring di tempat tidur.

Kandou merupakan salah satu prajurit yang ditugaskan Komandan KKO AL saat itu, Mayor Jenderal KKO Hartono, untuk mengangkat tujuh perwira tinggi dan perwira pertama TNI AD yang menjadi korban tragedi G-30-S/PKI pada 30 September 1965 di Lubang Buaya.

KKO kemudian membentuk satu tim dari Komando Intai Para Amfibi (kemudian menjadi Batalion Intai Amfibi Korps Marinir TNI AL) yang terdiri dari sembilan personel yang dipimpin Kapten KKO Winanto.

Mereka adalah Letnan KKO Mispan Sutarto, Sersan KKO Suparimin, Kopral Dua KKO van Kandou, Kopral Dua KKO Sudarjo, Kopral Dua KKO Sugimin, Kopral Kepala KKO Hartono, Prajurit Kepala KKO Sumarni, dan Prajurit Kepala KKO Subekti.

Pada waktu itu, informasi tentang titik persis di mana enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama TNI AD dibawa gerombolan penculik yang berideologi komunis dan pro PKI itu simpang-siur dan keadaan sangat mencekam.

Pada waktu kejadian, pada 30 September malam hingga 1 Oktober 1965 dini hari, mereka ternyata dibawa ke suatu lokasi bernama Lubang Buaya di Jakarta Timur dan beberapa di antara mereka masih hidup saat tiba di lokasi itu.

Sampai akhirnya diketahui bahwa jenazah mereka dimasukkan ke dalam sumur yang tidak dipakai lagi dan titik itu disamarkan sedemikian rupa.

Secara terpisah, Kepala Dinas Penerangan Korps Marinir TNI AL, Letnan Kolonel Marinir Gugun Rachman mengatakan Kandou meninggal dalam usai 83 tahun di Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur.

Menurut rencana dari keluarganya, jenazah Kandou akan dikremasi dan abunya dilarung di Watu Dodol, Banyuwangi.

"Pelaku sejarah pengangkatan jenazah pahwalan revolusi Pelda KKO (Purnawirawan) Evert Julius van Kandou sejak tiga hari lalu mengalami gangguan kesehatan yang serius sehingga dibawa ke ICU RS Al Huda Genteng, Banyuwangi," katanya.

Kandou, katanya, menderita sakit asam urat dan keretakan tulang lutut kaki kiri akibat jatuh saat di kamar mandi. Ia sempat rutin melakukan terapi di RS Al Huda Genteng Banyuwangi.

Korps Marinir TNI AL, katanya, telah memberikan perhatian yang selayaknya kepada Kandou. “Bahkan Komandan Korps Marinir TNI AL, Mayor Jenderal TNI (Marinir) Suhartono sempat menjenguk beliau, pekan lalu,” katanya.