Bu Pur Bantah Urus Hambalang

id Bu Pur Bantah Urus Hambalang

Bu Pur Bantah Urus Hambalang

Sylvia Sholehah yang biasa dipanggil Bu Pur (Bunda Putri) memberi keterangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (10/12). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ed/mes/13)

Jakarta (ANTARA LAMPUNG) - Orang yang disebut-sebut sebagai kepala rumah tangga Cikeas, Sylvia Soleha alias Ibu Pur membantah ikut terlibat dalam proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang.

"Dalam Berita Acara Pemeriksaan ibu ditanyakan apakah pernah membantu Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk mengurus izin 'multiyears', Jawaban Ibu begini, iya saya pernah bantu Pak Wafid untuk mengurus izin yang tak kunjung selesai?" kata hakim anggota Anwar dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (10/12).

"Tidak pak, bukan saya pak, bisa saya lihak Pak? Saya tidak pernah pak, benar pak," jawab Sylvia Soleha alias Bu Pur dalam sidang sambil maju ke meja hakim.

Bu Pur menjadi saksi untuk terdakwa mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Deddy Kusdinar.

Dalam sidang Selasa (3/12) mantan direktur pemasaran PT Anak Negeri Indah Mindo Rosalina Manullang mengaku bahwa diceritakan mantan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam bahwa Bu Pur yaitu dari kepala rumah tangga Cikeas tertarik untuk mendapat tender pengadaan alat prasarana Hambalang.

"Lalu siapa yang mengetik ini memangnya hantu? Di BAP saudara sebutkan melakukan pendekatan ke Sudarto dan Malik, begini 'Saya pernah tanya beberapa kali ke Sudarto tentang izin 'multiyears' bagaimana?" tanya hakim Anwar lagi.

"Saya tidak pernah mengatakan seperti itu, saya hanya ditanya penyidik apa kenal dengan Sudarto, saya jawab tidak kenal," ungkap Bu Pur.

Bu Pur saat diperiksa di KPK pada Mei lalu tidak mengenakan jilbab namun saat bersaksi dalam sidang di pengadilan Tipikor kali ini mengenakan jilbab hitam itu mengaku hanya dimintai tolong oleh orang bernama Arif Gunawan alias Arif Gundul untuk mengirimkan pesan singkat ke Sudarto, mantan Kepala Subdit Anggaran II E Kemenkeu.

"Saat itu ada rapat keluarga, almarhum Arif Gunawan mengatakan ke saya, bu tolong SMS ke Pak Sudarto lalu saya katakan SMS bagaimana? Wong saya tidak kenal, lalu dia berikan nomor Pak Sudarto selanjutnya saya teruskan saja," ungkap Bu Pur.

Dalam sidang Selasa (3/12), Sudarto mengaku didatangi oleh orang bernama Widodo dan Bu Pur yang mengaku dapat membantu proses kelengkapan surat Kemenpora di Kemenkeu.

Widodo yang dimaksud adalah Widodo Wisnu Sayoko yaitu sepupu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dikenal Bu Pur di Cikeas saat menjenguk ibu SBY, eyang Bibah yang sedang sakit.

"Suami saya seangkatan Pak SBY, tahun 1973," ungkap Bu Pur.

Arif Gundul dikenalkan oleh Widodo saat Bu Pur kebetulan ada di Tamini Square.

"Saya tidak pernah urus Hambalang, bukan saya yang tidak benar, penyidiknya yang tidak benar menulisnya, saya juga tidak pernah kenal Anas Urbaningrum, tapi saya dipaksakan kenal Anas jadi saya coret tulisan Anas," ujar Bu Pur dengan nada tinggi.

Namun jaksa penuntut umum terus mendesak Bu Pur mengenai isi SMS-nya kepada Sudarto.

"Apakah isi pesannya adalah 'Sore pak, saya nyonya Purnomo, apakah surat dari Kemenpora sudah turun dari Wamen? Mohon arahan', lalu SMS lain 'Pak Sudarto, saya infokan surat dari PU pukul 20.00 sudah turun ke Malik, saya dengar dari pejabat Depkeu bahwa bapak adalah jaminan mutu', itu maksudnya apa?" tanya jaksa.

"Saya hanya meneruskan SMS dari almarhum Arif Gunawan, tidak mungkin saya SMS seperti itu sama orang yang tidak saya kenal," katanya lagi.

Namun Bu Pur mengaku pernah meminta proyek ke sekretaris Menpora Andi Mallarangeng Iim Rohimah.

"Saya hanya menyalurkan teman saya saja, saya tanya apakah ada di Kemenpora proyek mebel," ujarnya.

Ia mengaku akhirnya mendapatkan proyek tersebut dengan mengikuti prosedur yang berlaku namun tidak terkait dengan Hambalang.

Dalam perkara ini, Deddy sebagai PPK disangkakan mendapatkan uang Rp1,4 miliar dari total anggaran Rp2,5 triliun. Uang juga mengalir ke pihak-pihak lain antara lain mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng sebesar Rp4 miliar dan 550 ribu dolar AS, Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam mendapatkan Rp6,55 miliar, mantan ketua umum Anas Urbaningrum mendapatkan Rp2,21 miliar.

Deddy Kusdinar didakwakan Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dengan denda Rp1 miliar.