Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan pertumbuhan kredit pada tahun 2026 sedikit meningkat dibandingkan tahun 2025, sebagaimana dalam laporan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang disampaikan perbankan kepada regulator pada akhir November lalu.
Secara umum, kinerja perbankan diyakini berada dalam pertumbuhan yang positif pada 2026. Hal ini seiring dengan arah suku bunga global dan domestik yang diperkirakan masih akan melanjutkan penurunannya pada tahun depan.
“Penurunan suku bunga secara global juga diharapkan dapat mendorong meningkatnya demand kredit, sehingga pertumbuhan kredit diharapkan tetap kuat,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam jawaban tertulis di Jakarta, Sabtu.
Pelonggaran suku bunga dapat meningkatkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan menurunkan biaya dana. Jika penghimpunan dana cukup positif, maka ketersediaan likuiditas akan terjaga dan membantu perbankan dalam melaksanakan penyaluran kredit.
Rasio NPL perbankan diproyeksikan terus membaik dan berada di kisaran rendah (+2 persen) meskipun tekanan tetap datang dari segmen kredit UMKM sebagai sektor yang paling cepat tumbuh saat ekonomi ekspansif, tapi juga paling cepat tertekan saat kondisi makro melemah.
Berdasarkan laporan RBB, Dian menjelaskan bahwa proyeksi pertumbuhan kredit memang disesuaikan dengan kondisi perekonomian global dan domestik yang saat ini masih penuh dengan dinamika.
“OJK menilai bahwa sasaran yang ditetapkan sesuai hasil revisi tersebut masih tetap kontributif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Dian.
Ia menambahkan bahwa kondisi global masih dipengaruhi berbagai ketidakpastian, utamanya dipengaruhi perlambatan aktivitas ekonomi di berbagai kawasan, terutama Amerika Serikat dan Tiongkok. Konflik geopolitik yang masih terus berlanjut di berbagai Kawasan juga menambah kondisi ketidakpastian global.
Selain itu, Bank Sentral AS The Fed menunjukkan sikap hati-hati terkait proyeksi pemangkasan suku bunga lanjutan, namun diperkirakan masih akan ada pemangkasan tambahan pada tahun depan, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan perbankan di 2026.
Sebagai bentuk mitigasi risiko kredit untuk mengantisipasi jika terjadi perubahan kondisi eksternal yang dapat berpengaruh terhadap kinerja debitur, perbankan senantiasa membentuk CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai) sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.
“Kami melihat bahwa pembentukan CKPN tersebut masih tergolong wajar dan perlu dilakukan sebagai langkah antisipatif dan bagian dari penerapan prinsip prudensial dalam rangka menjaga kualitas kredit,” ujar Dian,
Secara tren, pembentukan CKPN menunjukkan penurunan secara industri, namun masih berada di level yang memadai. Hal ini sejalan dengan normalisasi kualitas kredit, utamanya tercermin dari LaR (Loan at Risk) yang semakin menurun.
OJK juga mendorong penguatan industri perbankan melalui peningkatan modal atau konsolidasi.
Langkah ini dipandang penting terutama dengan mempertimbangkan dinamika perkembangan teknologi informasi, akselerasi digitalisasi perbankan, ketidakpastian kondisi ekonomi global maupun domestik, serta meningkatnya risiko serangan siber, sehingga pertumbuhan bank yang sustainable perlu didorong.
“OJK menilai perbankan nasional memiliki ruang untuk memperkuat permodalan dan meningkatkan skala usaha melalui langkah penguatan baik organik maupun anorganik. Pendekatan inorganik melalui konsolidasi diperlukan untuk dapat menjadi dorongan terhadap kinerja bank menjadi lebih tinggi lagi,” kata Dian.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: OJK: Pertumbuhan kredit 2026 diproyeksikan sedikit naik dibanding 2025
