UPTD PPA Tanggamus tangani 31 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan

id UPTD PPA Tanggamus ,Menangani sebanyak 31 kasus ,Kekerasan terhadap perempuan dan anak

UPTD PPA Tanggamus tangani 31 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan

Kepala UPTD PPA Tanggamus, Selfiana Norita, di Kecamatan Kota Agung. (ANTARA/Riadi Gunawan)

Pelecehan, pencabulan, persetubuhan itu kebanyakan dilakukan oleh keluarga terdekat, artinya orang yang mengenal anak itu, baik itu tetangganya maupun keluarganya, kata Selfiana
Tanggamus (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Tanggamus, Lampung, menangani sebanyak 31 kasus kejahatan terhadap anak dan perempuan di daerah itu selama Januari-Agustus 2023.

"Jadi tim dari UPTD PPA Kabupaten Tanggamus telah memberikan pendampingan secara intensif terhadap korban kejahatan dan kekerasan pada perempuan dan anak," kata Kepala UPTD PPA Tanggamus, Selfiana Norita, di Kota Agung, Minggu.

Menurut Selfiana, dari 31 kasus tersebut tercatat kasus pencabulan terhadap anak-anak mendominasi, serta kasus kekerasan terhadap perempuan seperti masih ada di daerah itu.

"Jadi awal Januari hingga Agustus 2023 itu sebanyak 31 kasus, tiga kekerasan terhadap perempuan dan 29 terhadap anak-anak," kata dia.

Ia juga menyampaikan para pelaku pencabulan terhadap anak di Kabupaten Tanggamus didominasi oleh orang dekat korban.

"Pelecehan, pencabulan, persetubuhan itu kebanyakan dilakukan oleh keluarga terdekat, artinya orang yang mengenal anak itu, baik itu tetangganya maupun keluarganya," kata Selfiana.

Ia menjelaskan, apabila ada kasus pencabulan atau kekerasan terhadap anak dan perempuan, pihaknya akan melakukan pendampingan hingga kasus tersebut selesai secara hukum.

"Kita mendampingi kasus itu sejak adanya laporan korban, dan kita langsung melakukan penjangkauan korban hingga selesai," ujarnya.

Oleh karena itu, pihak UPTD PPA Tanggamus terus melakukan sosialisasi baik di lingkungan sekolah maupun di desa/kelurahan, untuk mencegah banyaknya korban kasus pencabulan dan kekerasan.

"Kita sejak tahun 2021 kita sudah mulai ke sekolah-sekolah untuk melakukan sosialisasi, tapi memang tenaga dan dana kita terbatas jadi untuk sosialisasi ke sekolah belum merata," ujar dia.

Tidak hanya itu, menurut Selfiana, peran psikolog sangat dibutuhkan dalam upaya pemulihan trauma terhadap korban, selanjutnya untuk pemulihan mental korban maka pihaknya bekerja sama dengan dinas sosial setempat.