Siapkah Jakarta menghadapi gelombang ke tiga COVID-19?
Jakarta (ANTARA) - Pemprov DKI Jakarta masih terus berupaya mengendalikan pandemi COVID-19, yang dalam beberapa waktu terakhir terjadi peningkatan jumlah kasus cukup signifikan.
Berdasarkan data terkini Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang dilaporkan Rabu ini, jumlah kasus aktif di Jakarta hari ini naik sejumlah 1.119 kasus, sehingga jumlah kasus aktif kini sebanyak 81.281 (orang yang masih dirawat/isolasi).
Kasus baru COVID-19 di Jakarta, adalah 14.353 kasus dari jumlah spesimen yang diperiksa sebanyak 55.262 orang yang membuat total kasus positif dari awal pandemi (Maret 2020) sebanyak 1.018.822 kasus, dengan tingkat kesembuhan 90,7 persen (923.652 orang) dan kematian 1,4 persen (81.281 orang).
Lonjakan kasus ini juga dijelaskan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menjelaskan situasi terkini COVID-19 di Jakarta menyusul kebijakan dinaikkannya level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jakarta menjadi level tiga.
Dalam penjelasan yang disampaikannya, Anies memaparkan bahwa kasus aktif yang ada di Jakarta mengalami lonjakan signifikan, per tanggal 7 Februari 2022 lalu saja sudah mencapai 74 ribu orang.
Bahkan pada 6 Februari 2022, penambahan kasus harian COVID-19 mencapai 15.825 kasus baru dalam sehari yang melampaui rekor penambahan kasus harian pada 12 Juli 2021 lalu sebanyak 14.500 kasus.
Hal yang diungkapkan Anies tersebut, sekaligus mengindikasikan Jakarta kini memasuki gelombang ketiga pandemi COVID-19, karena pada 12 Juli 2021 itu, merupakan puncak gelombang dua.
"Saat ini, jumlah angka kasus harian sudah lebih tinggi dibandingkan pada saat kita mengalami puncak gelombang kedua," ucap Anies dalam video di akun media sosial Instagramnya.
Namun demikian, Anies menyebut bahwa tingkat kematian di Jakarta saat ini tidak mengikuti tren pada gelombang dua lalu yang mencapai 200-an per hari. Saat ini angka kematian di kisaran 30 per hari.
Untuk tingkat keterisian tempat tidur (BOR) untuk perawatan/isolasi pasien COVID-19 Jakarta saat ini mencatat terjadi penurunan menjadi 60 persen dari awalnya 63 persen atau terpakai 3.554 tempat tidur dari total kapasitas 5.913 unit di 140 rumah sakit rujukan per Senin (7/2).
Namun keterisian ruang perawatan intensif (ICU) mengalami peningkatan dari 34 persen menjadi 36 persen atau terpakai 310 dari total kapasitas 850 tempat tidur.
Waspadai Gelombang Tiga
Kondisi COVID-19 Indonesia, termasuk Jakarta, dikonfirmasi oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito yang mengungkapkan ada empat fakta bahwa Indonesia sudah masuk gelombang tiga pandemi COVID-19 yang dipicu varian Omicron.
Pertama, angka reproduction rate seluruh pulau di Indonesia per pekan ini, seluruhnya sudah berada di atas angka 1 (1,02-1,12) yang artinya penularan masih ada dan terjadi di komunitas dengan pola penambahan kasus berlipat atau eksponensial. Namun angka ini perlu diamati selama dua minggu ke depan.
Kedua, banyaknya kasus harian di beberapa daerah yaitu Banten, DKI Jakarta, dan Bali bahkan melampaui pola kenaikan pada periode gelombang kedua lalu yang dipicu varian Delta sehingga berpotensi memunculkan gelombang kasus baru di Indonesia.
Ketiga, terjadi tren kenaikan rawat inap di rumah sakit secara konsisten sejak 21 Januari 2022 yang jika tidak segera diantisipasi, maka dapat menyebabkan peningkatan keterisian rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
Keempat, persentase penyumbang kematian terbanyak orang dengan usia lanjut, pengidap komorbid, dan orang yang belum divaksinasi. yang jika angka kematian terus memuncak maka berpeluang menyebabkan peningkatan kebutuhan alat, material, dan obat-obatan COVID-19 dalam jumlah besar.
"Dalam menghadapi kondisi saat ini yang cukup genting, perlu adanya penguatan garda agar jumlah kasus tidak semakin banyak dan berbuntut kepada efek lainnya seperti meningkatkan angka rawat inap maupun kematian," kata Wiku dalam rekaman video Sekretariat Presiden, Rabu.
Kesiapan Jakarta
Dengan berbagai data yang ada dan fakta yang terjadi, diperlukan adanya evaluasi dan peningkatan implementasi kebijakan di masyarakat atas aturan yang dibuat.
Di Jakarta sendiri, berbagai persiapan dilakukan dengan peningkatan 3T yakni testing (pengujian), tracing (penelusuran), dan treatment (perawatan).
Untuk testing dan tracing, Pemprov DKI Jakarta melaksanakan pelacakan kasus aktif atau active case finding (ACF) setiap ada temuan kasus COVID-19, dari data pengujian terakhir Dinkes DKI Jakarta, mencatat dalam sepekan ada 380.148 orang dites PCR.
Angka ini melampaui target minimum sesuai aturan WHO untuk Jakarta yang minimum harus 10.645 orang yang dites per pekan.
Dari segi perawatan, Pemprov DKI Jakarta melaporkan pihaknya menyediakan dan menyediakan berbagai tempat isolasi mulai dari Rusun, Hotel, bahkan 140 rumah sakit yang ditetapkan menjadi lokasi rujukan pasien COVID-19.
Meski keterisian tempat tidur yang mencapai 60 persen di mana Anies sendiri pernah bertekad untuk mencegahnya di tingkatan tersebut, pihak Pemprov DKI meminta masyarakat tenang karena mereka menilai saat ini di Jakarta masih dalam keadaan aman.
Pasalnya, Pemprov DKI Jakarta mengklaim mampu meningkatkan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, bahkan bisa menyediakan sampai lebih dari 20 ribu tempat tidur jika dibutuhkan.
"Kalau dibutuhkan, tidak hanya sampai 11.500, sampai 22 ribu masih dimungkinkan," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota Jakarta, Senin (7/2).
Selain dari peningkatan aspek 3T, Pemprov DKI juga melakukan berbagai pembatasan sesuai dengan penetapan status PPKM Level 3 oleh pemerintah pusat yang kini disandang Jakarta bersama daerah penyangganya, mulai dari pembatasan di perkantoran dengan kapasitas maksimal 25 persen, terkecuali sektor esensial (50 persen), industri orientasi ekspor (75 persen), dan kritikal (100 persen).
Kemudian pembatasan di supermarket, pasar dan mal yang maksimal pengunjungnya 60 persen dengan durasi operasi sampai pukul 21.00; restoran, kafe dan rumah makan maksimal pengunjung 60 persen dan durasi operasi sampai 21.00; tempat ibadah kapasitas maksimal 50 persen; serta fasilitas umum kegiatan seni budaya maksimal 25 persen.
Dan juga kapasitas Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah yang kini hanya bisa dilakukan dengan maksimal 50 persen dari kapasitas kelas.
Selain itu, diberlakukan juga pembatasan dengan melakukan malam bebas keramaian (crowd free night/CFN) di 10 titik seluruh Jakarta, meski belakangan dihapuskan dan diubah oleh sistem patroli rutin oleh pihak kepolisian.
Meski banyak hal yang telah dilakukan, namun banyak yang menilai kebijakan yang diambil oleh pemerintah membingungkan, pasalnya meski pemerintah sendiri yang menyatakan penyebaran COVID-19 semakin tinggi, namun beberapa kebijakan yang diambil bertolak belakang, seperti dibukanya pintu internasional.
"Pengelolaan penanggulangan Covid Omicron oleh pemerintah asli membingungkan. Angka infeksi lagi tinggi pintu internasional dibuka, PTM jalan terus, mall dan pejabat bikin atraksi undang kerumunan, sementara Presiden tanpa lelah mengingatkan Prokes. Ini Prokes yang mana? #Hensat," cuit pengamat politik Hendri Satrio melalui akun Twitter @satriohenri, Jumat (4/2).
Tapi tampaknya pemerintah, termasuk Pemprov DKI merasa tenang dengan capaian vaksin yang tinggi. Di Jakarta vaksinasi secara lengkap saat ini sudah terdistribusi pada 10.053.732 orang dan vaksinasi booster saat ini sudah sebanyak 871.348 orang.
Meski vaksinasi memang terbukti memberikan tambahan "kekuatan" agar mengurangi gejala, risiko dirawat di rumah sakit dan kematian apabila terpapar COVID-19, itu saja tidak cukup tanpa adanya kesadaran dari warga untuk bersama-sama menghadapi gempuran COVID-19.
Kesadaran seperti disiplin dalam protokol kesehatan, sukarela melengkapkan dosis vaksinasi, sadar akan aktivitas yang dilakukan serta pro aktif melakukan testing, dibutuhkan oleh semua pihak dalam menghadapi COVID-19.
Seperti yang tak hentinya diucapkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria bahwa: "Seberapa pun baiknya peraturan dibuat, tidak akan efektif jika tidak dijalankan, dipatuhi, diikuti".
Namun kesadaran tersebut selain timbul dari diri sendiri, haruslah ada semacam pendorong agar peraturan itu ditegakkan, dan yang bisa melakukannya adalah para pengambil kebijakan dan penegak kebijakan itu. Karena jika tidak secara bersama-sama seperti yang diucapkan Riza, niscaya pandemi ini akan terus menjangkiti kita semua.
Berdasarkan data terkini Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang dilaporkan Rabu ini, jumlah kasus aktif di Jakarta hari ini naik sejumlah 1.119 kasus, sehingga jumlah kasus aktif kini sebanyak 81.281 (orang yang masih dirawat/isolasi).
Kasus baru COVID-19 di Jakarta, adalah 14.353 kasus dari jumlah spesimen yang diperiksa sebanyak 55.262 orang yang membuat total kasus positif dari awal pandemi (Maret 2020) sebanyak 1.018.822 kasus, dengan tingkat kesembuhan 90,7 persen (923.652 orang) dan kematian 1,4 persen (81.281 orang).
Lonjakan kasus ini juga dijelaskan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menjelaskan situasi terkini COVID-19 di Jakarta menyusul kebijakan dinaikkannya level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jakarta menjadi level tiga.
Dalam penjelasan yang disampaikannya, Anies memaparkan bahwa kasus aktif yang ada di Jakarta mengalami lonjakan signifikan, per tanggal 7 Februari 2022 lalu saja sudah mencapai 74 ribu orang.
Bahkan pada 6 Februari 2022, penambahan kasus harian COVID-19 mencapai 15.825 kasus baru dalam sehari yang melampaui rekor penambahan kasus harian pada 12 Juli 2021 lalu sebanyak 14.500 kasus.
Hal yang diungkapkan Anies tersebut, sekaligus mengindikasikan Jakarta kini memasuki gelombang ketiga pandemi COVID-19, karena pada 12 Juli 2021 itu, merupakan puncak gelombang dua.
"Saat ini, jumlah angka kasus harian sudah lebih tinggi dibandingkan pada saat kita mengalami puncak gelombang kedua," ucap Anies dalam video di akun media sosial Instagramnya.
Namun demikian, Anies menyebut bahwa tingkat kematian di Jakarta saat ini tidak mengikuti tren pada gelombang dua lalu yang mencapai 200-an per hari. Saat ini angka kematian di kisaran 30 per hari.
Untuk tingkat keterisian tempat tidur (BOR) untuk perawatan/isolasi pasien COVID-19 Jakarta saat ini mencatat terjadi penurunan menjadi 60 persen dari awalnya 63 persen atau terpakai 3.554 tempat tidur dari total kapasitas 5.913 unit di 140 rumah sakit rujukan per Senin (7/2).
Namun keterisian ruang perawatan intensif (ICU) mengalami peningkatan dari 34 persen menjadi 36 persen atau terpakai 310 dari total kapasitas 850 tempat tidur.
Waspadai Gelombang Tiga
Kondisi COVID-19 Indonesia, termasuk Jakarta, dikonfirmasi oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito yang mengungkapkan ada empat fakta bahwa Indonesia sudah masuk gelombang tiga pandemi COVID-19 yang dipicu varian Omicron.
Pertama, angka reproduction rate seluruh pulau di Indonesia per pekan ini, seluruhnya sudah berada di atas angka 1 (1,02-1,12) yang artinya penularan masih ada dan terjadi di komunitas dengan pola penambahan kasus berlipat atau eksponensial. Namun angka ini perlu diamati selama dua minggu ke depan.
Kedua, banyaknya kasus harian di beberapa daerah yaitu Banten, DKI Jakarta, dan Bali bahkan melampaui pola kenaikan pada periode gelombang kedua lalu yang dipicu varian Delta sehingga berpotensi memunculkan gelombang kasus baru di Indonesia.
Ketiga, terjadi tren kenaikan rawat inap di rumah sakit secara konsisten sejak 21 Januari 2022 yang jika tidak segera diantisipasi, maka dapat menyebabkan peningkatan keterisian rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
Keempat, persentase penyumbang kematian terbanyak orang dengan usia lanjut, pengidap komorbid, dan orang yang belum divaksinasi. yang jika angka kematian terus memuncak maka berpeluang menyebabkan peningkatan kebutuhan alat, material, dan obat-obatan COVID-19 dalam jumlah besar.
"Dalam menghadapi kondisi saat ini yang cukup genting, perlu adanya penguatan garda agar jumlah kasus tidak semakin banyak dan berbuntut kepada efek lainnya seperti meningkatkan angka rawat inap maupun kematian," kata Wiku dalam rekaman video Sekretariat Presiden, Rabu.
Kesiapan Jakarta
Dengan berbagai data yang ada dan fakta yang terjadi, diperlukan adanya evaluasi dan peningkatan implementasi kebijakan di masyarakat atas aturan yang dibuat.
Di Jakarta sendiri, berbagai persiapan dilakukan dengan peningkatan 3T yakni testing (pengujian), tracing (penelusuran), dan treatment (perawatan).
Untuk testing dan tracing, Pemprov DKI Jakarta melaksanakan pelacakan kasus aktif atau active case finding (ACF) setiap ada temuan kasus COVID-19, dari data pengujian terakhir Dinkes DKI Jakarta, mencatat dalam sepekan ada 380.148 orang dites PCR.
Angka ini melampaui target minimum sesuai aturan WHO untuk Jakarta yang minimum harus 10.645 orang yang dites per pekan.
Dari segi perawatan, Pemprov DKI Jakarta melaporkan pihaknya menyediakan dan menyediakan berbagai tempat isolasi mulai dari Rusun, Hotel, bahkan 140 rumah sakit yang ditetapkan menjadi lokasi rujukan pasien COVID-19.
Meski keterisian tempat tidur yang mencapai 60 persen di mana Anies sendiri pernah bertekad untuk mencegahnya di tingkatan tersebut, pihak Pemprov DKI meminta masyarakat tenang karena mereka menilai saat ini di Jakarta masih dalam keadaan aman.
Pasalnya, Pemprov DKI Jakarta mengklaim mampu meningkatkan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, bahkan bisa menyediakan sampai lebih dari 20 ribu tempat tidur jika dibutuhkan.
"Kalau dibutuhkan, tidak hanya sampai 11.500, sampai 22 ribu masih dimungkinkan," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota Jakarta, Senin (7/2).
Selain dari peningkatan aspek 3T, Pemprov DKI juga melakukan berbagai pembatasan sesuai dengan penetapan status PPKM Level 3 oleh pemerintah pusat yang kini disandang Jakarta bersama daerah penyangganya, mulai dari pembatasan di perkantoran dengan kapasitas maksimal 25 persen, terkecuali sektor esensial (50 persen), industri orientasi ekspor (75 persen), dan kritikal (100 persen).
Kemudian pembatasan di supermarket, pasar dan mal yang maksimal pengunjungnya 60 persen dengan durasi operasi sampai pukul 21.00; restoran, kafe dan rumah makan maksimal pengunjung 60 persen dan durasi operasi sampai 21.00; tempat ibadah kapasitas maksimal 50 persen; serta fasilitas umum kegiatan seni budaya maksimal 25 persen.
Dan juga kapasitas Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah yang kini hanya bisa dilakukan dengan maksimal 50 persen dari kapasitas kelas.
Selain itu, diberlakukan juga pembatasan dengan melakukan malam bebas keramaian (crowd free night/CFN) di 10 titik seluruh Jakarta, meski belakangan dihapuskan dan diubah oleh sistem patroli rutin oleh pihak kepolisian.
Meski banyak hal yang telah dilakukan, namun banyak yang menilai kebijakan yang diambil oleh pemerintah membingungkan, pasalnya meski pemerintah sendiri yang menyatakan penyebaran COVID-19 semakin tinggi, namun beberapa kebijakan yang diambil bertolak belakang, seperti dibukanya pintu internasional.
"Pengelolaan penanggulangan Covid Omicron oleh pemerintah asli membingungkan. Angka infeksi lagi tinggi pintu internasional dibuka, PTM jalan terus, mall dan pejabat bikin atraksi undang kerumunan, sementara Presiden tanpa lelah mengingatkan Prokes. Ini Prokes yang mana? #Hensat," cuit pengamat politik Hendri Satrio melalui akun Twitter @satriohenri, Jumat (4/2).
Tapi tampaknya pemerintah, termasuk Pemprov DKI merasa tenang dengan capaian vaksin yang tinggi. Di Jakarta vaksinasi secara lengkap saat ini sudah terdistribusi pada 10.053.732 orang dan vaksinasi booster saat ini sudah sebanyak 871.348 orang.
Meski vaksinasi memang terbukti memberikan tambahan "kekuatan" agar mengurangi gejala, risiko dirawat di rumah sakit dan kematian apabila terpapar COVID-19, itu saja tidak cukup tanpa adanya kesadaran dari warga untuk bersama-sama menghadapi gempuran COVID-19.
Kesadaran seperti disiplin dalam protokol kesehatan, sukarela melengkapkan dosis vaksinasi, sadar akan aktivitas yang dilakukan serta pro aktif melakukan testing, dibutuhkan oleh semua pihak dalam menghadapi COVID-19.
Seperti yang tak hentinya diucapkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria bahwa: "Seberapa pun baiknya peraturan dibuat, tidak akan efektif jika tidak dijalankan, dipatuhi, diikuti".
Namun kesadaran tersebut selain timbul dari diri sendiri, haruslah ada semacam pendorong agar peraturan itu ditegakkan, dan yang bisa melakukannya adalah para pengambil kebijakan dan penegak kebijakan itu. Karena jika tidak secara bersama-sama seperti yang diucapkan Riza, niscaya pandemi ini akan terus menjangkiti kita semua.