Bandarlampung (ANTARA) - PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre IV Tanjungkarang terus mengimbau kepada masyarakat untuk menjaga perjalanan kereta api dengan mematuhi rambu lalu lintas kereta api. Perusahaan BUMN itu menyampaikan ajakan, "“Yuk jaga keselamatan bersama agar perjalanan KA selamat sampai tujuan”.
Sesuai peraturan perundang-undangan bidang perkeretaapian Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api dan Peraturan Menteri Perhubungan bahwa perkeretaapian Indonesia terbagi menjadi dua bagian, yakni regulator dan operator.
Regulator adalah pemerintahan yaitu Kementrian Perhubungan dan operator adalah yang menjalankannya, yakni PT Kereta Api Indonesia Grup.
Untuk mendukung prasarana perkeretaapian yaitu jalur kereta api sebagai perlintasan dan jalannya kereta api, stasiun sebagai tempat pemberhentian dan perjalanan kereta api, dan fasilitas operasi.
Sementara sarana perkeretaapian yaitu lokomotif adalah bagian dari rangkaian kereta api di mana terdapat mesin untuk menggerakkan kereta api. Biasanya lokomotif terletak paling depan dari rangkaian kereta api, kereta adalah sarana perkeretaapian yang ditarik lokomotif atau mempunyai penggerak sendiri yang digunakan untuk mengangkut orang dan gerbong adalah sarana perkeretaapian yang ditarik lokomotif yang digunakan untuk mengangkut barang.
PT KAI (Persero) memiliki visi menjadi solusi ekosistem transportasi terbaik untuk Indonesia dan misi untuk menyediakan sistem transportasi yang aman, berbasis digital, dan berkembang pesat untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Untuk mengembangkan solusi transportasi massal yang terintegritas dilakukan melalui investasi dalam sumber daya manusia, infrastruktur, dan teknologi, sementara untuk memajukan pembangunan nasional melalui kemitraan dengan para pemangku kepentingan, termasuk memprakarsai dan melaksanakan pengembangan infrastruktur-infrastruktur penting terkait transportasi.
PT KAI memiliki daftar peraturan perundang-undangan terkait perlintasan sebidang yaitu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Kereta Api, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan, Peraturan Menteri Perhubungan No. 36 Tahun 2011 tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Antara jalur Kereta Api Dan Bangunan Lain dan SK Dirjen Perhubungan No 770 Tahun 2005 tentang Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang Antara Jalan Dengan Jalur Kereta Api.
Sesuai dengan Pasal 91 UU 23/2007 bahwa perpotongan dan persinggungan jalur kereta api dengan bangunan lain, yaitu yang menjelaskan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang dan pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan.
Sedangkan Pasal 92 UU 23/2007 menjelaskan tentang pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air dan/atau prasarana lain yang memerlukan persambungan, dan perpotongan dan/atau persinggungan dengan jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) harus dilaksanakan dengan ketentuan untuk kepentingan umum dan tidak membahayakan keselamatan perjalanan kereta api. Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat izin dari pemilik prasarana perkeretaapian dan pembangunan, pengoperasian, perawatan, dan keselamatan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan menjadi tanggung jawab pemegang izin.
Pasal 74 PP 56/2009 menjelaskan tentang Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air, dan/atau prasarana lain yang memerlukan persambungan, dan perpotongan dan/atau persinggungan dengan jalur kereta api umum harus dilaksanakan dengan ketentuan untuk kepentingan umum dan tidak membahayakan keselamatan perjalanan kereta api.
Pasal 75 PP 56/2009 menjelaskan tentang perpotongan jalur kereta api dengan jalan dibuat tidak sebidang
Pasal 78 (PP 56/2009) menjelaskan tentang untuk melindungi keselamatan dan kelancaran pengoperasian kereta api pada perpotongan sebidang, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Pasal 351 ayat (1) PP 56/2009 menjelaskan tentang Pembangunan jalur kereta api khusus yang memerlukan perpotongan dengan jalur kereta api umum, jalan, terusan, saluran air dan/atau prasarana lain dibuat tidak sebidang.
Para pengendara wajib mendahulukan lewatnya kereta api untuk keamanan para pengendaraan dan penumpang saat melintas di perlintasan kereta api. Susai Pasal 114 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, Pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/ atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api dan memberikan hak utama kepada Kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
Sedangkan untuk Pasal 78 PP Nomor 56 Tahun 2009 berbunyi yaitu untuk melindungi keselamatan dan kelancaran pengoperasian kereta api pada perpotongan sebidang, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Pasal 110 PP Nomor 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan yang selanjutnya disebut dengan perpotongan sebidang yang digunakan untuk lalu lintas umum atau lalu lintas khusus, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api, Pemakai jalan wajib mematuhi semua rambu-rambu jalan di perpotongan sebidang, Dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang menyebabkan kecelakaan, maka hal ini bukan merupakan kecelakaan perkeretaapian dan Pintu perlintasan pada perpotongan sebidang berfungsi untuk mengamankan perjalanan kereta api.
Pada Pasal 94 UU Nomor 23 Tahun 2007, bahwa untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup dan Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Para pengendara saat melintas perlintasan sebidang wajib mematuhi peraturan sesuai dengan pasal 114 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan atau ada isyarat lain mendahulukan kereta api dan memberikan hak utama kepada Kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
Pengendara juga harus memperhatikan saat melintas perlintasan sebidang yang sesuai dengan pasal 78 Peraturan Pemerintah No 56 Tahun 2009 untuk melindungi keselamatan dan kelancaran pengoperasian kereta api pada perpotongan sebidang, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Sedangkan Pasal 110 Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2009 yaitu pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan yang selanjutnya disebut dengan perpotongan sebidang yang digunakan untuk lalu lintas umum atau lalu lintas khusus, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api dan pemakai jalan wajib mematuhi semua rambu-rambu jalan di perpotongan sebidang.
Dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang menyebabkan kecelakaan, maka hal ini bukan merupakan kecelakaan perkeretaapian.
Pintu perlintasan pada perpotongan sebidang berfungsi untuk mengamankan perjalanan kereta api.
Pasal 64 Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993 menyebutkan pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan, pengemudi harus mendahulukan kereta api dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel
Melalui SK Dirjen Perhubungan No 770 Tahun 2005 bahwa pengemudi kendaraan pada perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api, pengemudi kendaraan wajib mendahulukan kereta api, memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.
Setiap pengemudi kendaraan bermotor dan tidak bermotor yang akan melintasi perlintasan sebidang kereta api, wajib mengurangi kecepatan kendaraan sewaktu melihat rambu peringatan adanya perlintasan, menghentikan kendaraan sejenak sebelum melewati perlintasan, menengok ke kiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada kereta api yang akan melintas, tidak mendahului kendaraan lain di perlintasan, tidak menerobos perlintasan saat pintu perlintasan ditutup, tidak menerobos perlintasan dalam kondisi lampu isyarat warna merah menyala pada perlintasan yang dilengkapi lampu isyarat lalu lintas, memastikan bahwa kendaraannya dapat melewati rel, sehingga kondisi rel harus senantiasa kosong, membuka jendela samping pengemudi, agar dapat memastikan ada tidaknya tanda peringatan kereta akan melewati perlintasan, apabila mesin kendaraan tiba-tiba mati di perlintasan, maka pengemudi harus dapat memastikan kendaraannya keluar dari areal perlintasan.
Ancaman Pidana
Pada pasal 296 UU Lalu Lintas bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).”
Pasal 310 UU Lalu Lintas
1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan KecelakaanLalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/ataubarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 311 UU Lalu Lintas
1. Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana8 dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
5. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 92 UU 23/2007
Apabila terjadi kerusakan jalan / aspal pada perlintasan sebidang antara jalan kereta api dan jalan raya , menjadi tanggungjawab pemrintah atau pemerintah daerah untu memperbaikinya sesuai dengan bunyi :
Pembangunan jalan, jalur kereta api khusus, terusan, saluran air dan/atau prasarana lain yang memerlukan persambungan, dan perpotongan dan/atau persinggungan dengan jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) harus dilaksanakan dengan ketentuan untuk kepentingan umum dan tidak membahayakan keselamatan perjalanan kereta api.
Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat izin dari pemilik prasarana perkeretaapian.
Pembangunan, pengoperasian, perawatan, dan keselamatan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan menjadi tanggung jawab pemegang izin.
Baru-baru ini telah tejadi pelemparan batu yang menimpa perjalanan KA yang melintas di KM 425+8 petak jalan Lahat - Sukacinta yang mengakibatkan crew pengawal pada lokomotif kedua terluka cukup parah dibagian kepala. Tindakan tersebut sangat tidak bertanggungjawab karena selain membahayakan masinis hal tersebut juga membahayakan perjalanan KA.
Berdasarkan Pasal 194 KUHP ayat 1 barangsiapa dengan sengaja menimbulkan bahaya bagi lalu-lintas umum yang digerakkan oleh tenaga uap atau tenaga mesin yang lain di jalan kereta api atau trem, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pada ayat 2 bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Adapun berdasarkan UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian pasal 180 yang berbunyi setiap orang dilarang menghilangkan, merusak atau melakukan perbuatan yang mengakibatkan rusak dan/atau tidak berfungsinya Prasarana dan Sarana Perkeretapian. Pelaku pengrusakan diancam hukuman pidana penjara 3 tahun hingga 15 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp2 miliar.
“Yuk jaga keselamatan bersama agar perjalanan KA selamat sampai tujuan”. (INF)