Calon Wakil Wali Kota Metro Qomaru Zaman divonis denda Rp6 juta

id Qomaruzaman,Pilkada2024,Metro

Calon Wakil Wali Kota Metro Qomaru Zaman divonis denda Rp6 juta

Sidang putusan dugaan pelanggaran pilkada dengan terdakwa Qomaru Zaman. (ANTARA/Hendra Kurniawan)

Terdakwa mengakui kekhilafan terhadap perbuatan yang dilakukannya atas kata-kata yang diucapkan secara spontanitas
Metro (ANTARA) - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Metro memvonis denda Rp6 juta kepada  Calon Wakil Wali Kota Metro, Qomaru Zaman, karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemilihan sebagaimana dakwaan tunggal JPU. 

"Menjatuhkan pidana pada terdakwa dengan pidana denda Rp6 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti pidana kurungan 1 bulan," kata Ketua majelis hakim Andri Lesmana saat sidang putusan perkara dugaan pelanggaran Pilkada di PN Metro, Selasa. 

Dalam persidangan tersebut disebutkan, hal yang memberatkan Qomaru yaitu terdakwa merupakan wakil wali kota tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. 

Hakim juga mengungkapkan hal yang meringankan terdakwa, yaitu terdakwa tidak pernah dihukum.

"Terdakwa mengakui kekhilafan terhadap perbuatan yang dilakukannya atas kata-kata yang diucapkan secara spontanitas," katanya.

Putusan majelis hakim tersebut agak berbeda dengan tuntutan JPU, di mana dalam tuntutan JPU disebutkan tuntutan terhadap terdakwa yaitu pidana denda Rp6 juta subsidair tiga bulan kurungan. Dalam putusan, disebutkan pidana denda Rp6 juta subsider satu bulan kurungan.

Sementara itu, Penasihat hukum Qomaru Zaman akan mengambil sikap dalam tiga hari atas vonis hakim tersebut.

"Jadi rekan-rekan media, kita sama-sama sudah mendengar, majelis hakim telah memeriksa, mengadili dan memutus perkara Qomaru Zaman terkait dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU)," ujarnya usai sidang putusan terdakwa Qomaru Zaman.

Ia menuturkan, majelis hakim berpendapat bahwa dakwaan dari JPU telah terbukti. Pihaknya menghormati putusan pengadilan tersebut, sebelum nantinya mengambil langkah hukum lanjutan.

"Apakah kami akan melakukan upaya hukum atau bagaimana. Itu akan kami kaji terlebih dahulu," ucapnya. 

Menurutnya, unsur-unsur yang disebutkan tidak terbukti karena majelis hakim tidak mempelajari filosofi perubahan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 ke Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016.

"Bahwa ada perubahan dari pidana formil ke dalam pidana materil. Karena itu akan kami kaji terlebih dahulu. Dan kita akan ambil sikap dalam waktu tiga hari," ungkapnya.