Sleman (ANTARA) - Kaum milenial diajak kembali ke sawah melalui festival layang-layang di area persawahan yang digelar oleh masyarakat Dusun Ngaran, Desa Margokaton, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu sore,
"Layang-layang memiliki nilai historis, yakni untuk spiritualitas dan agrikultur," kata Ketua Panitia Festival Layang-layang Ngaran 2019 Aris Riyanto.
Menurut dia, untuk agrikultur, layang-layang digunakan untuk mengusir hewan perusak ladang atau kebun, sekaligus pengusir bosan selagi berladang.
"Saat ini kebiasaan menerbangkan layang-layang mulai ditinggalkan, terutama di persawahan," katanya.
Ia mengatakan, festival yang pertama diselenggarakan ini berbeda dengan festival yang lain karena biasanya festival semacam ini digunakan untuk menggaet wisatawan.
"Tetapi kalau di sini tujuannya untuk mengajak generasi milenial mengenal sawah," katanya.
Aris mengatakan, dulu banyak orang bermain layang-layang di sawah. Namun sekarang semakin sedikit karena banyak banyak sawah beralih fungsi.
"Kegiatan ini sebagai upaya menumbuhkan kecintaan kepada sawah agar tetap lestari," katanya.
Ia mengatakan, untuk menjaga sawah tetap lestari pihaknya juga meminta masyarakat membawa air minum dari rumah, sebagai bagian dari kampanye untuk meminimalisir penggunaan plastik sekali pakai.
"Pameran kuliner kami mengampanyekan bebas plastik, kami mengajak masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungan dan ekosistemnya," katanya.
Festival layang-layang ini diikuti 50 layang-layang lebih dari berbagai daerah, serta berbagai ukuran dan bentuk.
Layang-layang paling besar berbentuk naga. Ada tiga layang-layang naga dengan panjang mencapai 50 meter.
Selain itu, ada layang-layang berbentuk pesawat, burung, kupu-kupu, tokoh wayang dan super hero.
Festival yang digelar di areal persawahan luas mampu menyedot ratusan penonton.
Sorak-sorai penonton terdengar saat ada layang-layang yang diterbangkan. Sesekali mereka berteriak ketika ada layang-layang yang akan bertabrakan atau gagal terbang.
Salah satu pengunjung Djaduk Feriyanto mengatakan, festival layang-layang ini berbeda dengan yang biasa diselenggarakan di pantai.
"Ini kan tujuannya bukan untuk pariwisata. Beda kalau di pantai. Kalau ini nanti jadi agenda rutin tahunan dan pariwisata maka harus ditinjau lagi," kata musisi jazz Yogyakarta ini.
Djaduk mengatakan, jika tujuannya untuk melestarikan sawah, sebaiknya layang-layang yang ditampilkan juga yang ada nuansa sawah. Seperti layang-layang berbentuk petani, Dewi Sri, tikus dan sebagainya.
"Sehingga selaras dengan tema. Tapi ini juga sudah sangat bagus," katanya.
Kaum milenial diajak kembali ke sawah melalui Festival Layang-layang Ngaran 2019
Layang-layang memiliki nilai historis, yakni untuk spiritualitas dan agrikultur