BPJS tak mudah putuskan kerja sama dengan RS

id Audit BPJS Kesehatan, BPJS tak mudah putuskan kerja sama dengan RS

BPJS tak mudah putuskan kerja sama dengan RS

Kepala Divisi Regional XIII BPJS Kesehatan, Mira A Basuni (WhatsApp)

Bandarlampung (Antara Lampung)- Kepala BPJS Kesehatan Divre XIII Mira A Basuni menyebutkan mekanisme komunikasi dan koordinasi yang perlu ditingkatkan antara BPJS dengan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan pelayanan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional.
       
"Jika upaya yang ditempuh itu tidak berhasil untuk memperbaiki pelayanan, masih ada tahapan-tahapan lainnya. Tidak bisa langsung memutuskan kerja sama dengan pihak rumah sakit," katanya, saat diminta tanggapannya dari Bandarlampung, Selasa.
      
Mengenai mekanisme pencabutan kerja sama dengan rumah sakit di wilayah kerjanya, termasuk di Lampung, ia menyarankan agar hal itu ditanyakan langsung kepada BPJS Kesehatan Cabang Bandarlampung.
      
Namun, ia menegaskan hal kerja sama dengan rumah sakit tidak bisa langsung diputuskan begitu saja, karena harus melalui tahapan-tahapan.  
      
Ia mengatakan hal itu menanggapi pertanyaan seputar pernyataan BPJS Kesehatan Cabang Bandarlampung yang menyebutkan tak sungkan mencabut kerja sama dengan RS manapun, termasuk pencabutan kerja sama dengan RS swasta yang disebutkan sangat mudah dilakukan.
       
Wilayah kerja Divisi Regional XIII BPJS Kesehatan mencakup Provinsi Lampung, Banten dan Kalimantan Barat. Hingga pertengahan Agustus 2015, jumlah rumah sakit swasta dan pemerintah yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan Divre XIII mencapai 83 rumah sakit, yang terdiri atas 49 RS pemerintah dan TNI/Polri, serta 34 RS swasta.
     
Di wilayah Lampung, rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, di antaranya RS Imanuel, RS Advent, RS A Yani dan RS Abdul Moloek Lampung.
    
Sedang kerja sama dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di wilayah kerja Divre XIII hingga Agustus 2015 ada 1.118 unit, yang terdiri atas  dokter praktik perorangan, klinik dan puskesmas.
     
Sebelumnya, survei terhadap layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan reproduksi perempuan yang dilaksanakan oleh Jaringan Perempuan Peduli Kesehatan (JP2K)  menyebutkan  masalah terbesar selama pelaksanaan JKN sepanjang 2015 adalah selalu terjadi perubahan dalam prosedur, bertambahnya tugas, ribetnya
rujukan, kurangnya sosialisasi, proses pengurusan klaim yang terlambat, dan prosedur pendaftaran yang dilakukan untuk perusahaan sangat panjang dan lama.
      
Sementara Ikatan Dokter Indonesia mengatakan perhitungan tarif  BPJS Kesehatan  belum cukup untuk memenuhi standar kualitas pelayanan, tenaga kesehatan dan peralatan.