IDI sebut banyak faktor yang mempengaruhi dokter buka praktek di daerah

id idi,dokter,fakultas kedokteran

IDI sebut banyak faktor yang mempengaruhi dokter buka praktek di daerah

Ilustrasi- Sejumlah mahasiswa kedokteran berunjuk rasa di Tol Reformasi, Makassar, Sulsel, Selasa (19/3). Mereka memprotes pelaksanaan Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) yang dianggap tidak relevan dan dinilai hanya memperlambat mahasiswa menjadi dokter. (FOTO ANTARA/Sahrul Manda Tikupadang)

Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Ulul Albab, Sp.OG mengatakan jika ingin mengirim dokter untuk praktek di daerah minimal harus memperhatikan tiga hal yang menjamin kesejahteraannya.

“Pertama, tempat dia bekerja udah sesuai belum? Yang kedua, bagaimana terkait dengan perlindungannya? Yang ketiga, bagaimana terkait dengan kesejahteraannya? Itu kan paling penting di sana,” ucap Ulul saat ditemui di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan banyak faktor yang memengaruhi dokter tidak mau membuka praktek di daerah, seperti daerah tersebut tidak siap dari segi fasilitas, posisi yang belum tersedia, dan fasilitas medis bagi dokter spesialis yang belum memadai, sehingga banyak dokter lebih memilih berpraktek di kota besar yang sebenarnya sudah banyak dokter dengan spesialisasi yang sama.

Dokter yang menamatkan Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Universitas Indonesia ini juga mengatakan dibukanya peluang dokter asing masuk ke Indonesia juga bukan berarti menjadi solusi pemerataan dokter di Rumah Sakit Indonesia.

“Kita bukan anti dokter asing sebenarnya karena kualitas kita nggak akan kalah, sangat-sangat tidak kalah. Permasalahannya adalah bahwa pelayanan kesehatan tidak saja tergantung oleh dokternya tapi penunjang non-kesehatan itu jauh lebih menentukan,” katanya.

Ulul mengatakan pembukaan program studi di Fakultas Kedokteran juga belum tentu menjadi solusi pemerataan dokter di daerah karena pendidikan dokter yang panjang dan tidak instan. Selain itu, setelah lulus masih perlu dipikirkan ke mana dokter-dokter baru tersebut harus mempraktekkan pendidikannya.

Ia menyarankan jika ada pembukaan Fakultas Kedokteran di setiap Universitas di Indonesia yang perlu dipertimbangkan adalah kebutuhan di daerahnya terlebih dahulu.

“Misalnya nih, Maluku perlu bukalah FK di sana, kemudian didik anak-anak FK di sana kemudian jadikan dokternya benar dan tetap bekerja untuk Maluku. Wajib kan untuk bekerja di sana sehingga masalah distribusi itu bisa teratasi,” saran Ulul.

Di sisi lain, dengan adanya telemedisin, Ulul mengatakan hal itu bisa menjadi alternatif untuk dokter mendapat informasi kesehatan dan juga pasien bisa dengan mudah untuk menjangkau konsultasi dengan dokter dari mana saja.

Namun perlu melakukan pemeriksaan fisik ke rumah sakit dan bertemu dokter agar mendapat penanganan yang lebih tepat.

“Kalau telemedicine penting, eranya memang harus diperlukan. Telemedicine sifatnya konsultatif tetapi ada beberapa hal yang nggak bisa digantikan telemedicine yaitu pemeriksaan fisik,” tutup Ulul.