Jakarta (ANTARA) - Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto meminta penanganan kasus lima oknum polisi calon penerimaan bintara Polri pada tahun 2022 di Jawa Tengah secara transparan.
"Penanganan pidana kasus ini perlu transparansi dan diurai siapa saja yang terlibat dan berperan," kata Benny kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Menurut Benny, uang suap yang sudah dikembalikan oleh pelaku tidak hapus pidananya. Perlu ada efek jera yang berdampak pada masyarakat apabila penyuap dan penerima suap diproses pidana.
"Hal ini sekaligus untuk mengedukasi publik," katanya.
Dikatakan pula bahwa sistem rekrutmen yang dibangun oleh Polri sudah baik, tetapi semua itu tergantung yang melaksanakan.
"Perlu integritas yang tinggi, transparansi, dan akuntabel," katanya.
Kenapa baru saat ini pelaku dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat? Menurut Benny, diduga ada pihak yang tidak puas dengan penanganan kasus tersebut.
Oleh karena itu, Kompolnas mendorong transparansi dalam penanganan kasus calon bintara Polri tersebut secara serius. Selain sanksi berat hingga PTDH, juga sanksi pidana.
"Kompolnas mengapresiasi Kapolri yang telah memberikan arahan agar diberikan sanksi PTDH dan pidana," kata Benny.
Benny mengatakan bahwa sanksi berat tidak menutup kemungkinan akan membuat tersangka membuka suara tentang siapa saja yang terlibat dan ikut menerima uang tersebut.
Purnawirawan Polri berpangkat jenderal bintang dua itu berharap penanganan secara transparan akan dapat menentukan siswa mana yang lulus atau yang diluluskan.
"Bagi yang diluluskan, perlu digugurkan," ujar Benny.