Pasta gigi dari limbah rajungan dan jelantah memenangi program wirausaha
Inovasi tersebut ditemukan saat siswa siswi SMA Negeri 6 Palembang yang tergabung dalam Karya Ilmiah Remaja (KIR) itu melakukan penelitian di sekolah.
Palembang (ANTARA) - Ide usaha pasta gigi dari cangkang rajungan dan minyak jelantah, Caktadent, memenangi kompetisi kewirausahaan program pendidikan "Muda Berdaya" yang digelar Shopee di Palembang, Minggu.
Inovasi tersebut ditemukan saat siswa siswi SMA Negeri 6 Palembang yang tergabung dalam Karya Ilmiah Remaja (KIR) itu melakukan penelitian di sekolah.
"Penelitian dimulai dari Maret hingga Juni 2019. Untuk produksi, dimulai dari Juni hingga saat ini," ujar Gallang Abdi Persada, pengembang ide Caktadent.
Baca juga: Celestine, siswa penemu inovasi pengukur gula darah bikin kagum Menkes
Berdasarkan pengetahuan dari sekolah, Gallang bersama empat orang kawannya mengetahui kalsium karbonat adalah satu komponen utama dalam pembuatan pasta gigi.
Kalsium karbonat dapat ditemukan di cangkang organisme laut, seperti cangkang kepiting dan cangkang-cangkang organisme laut lainnya. Salah satu kalsium karbonat yang tertinggi ada pada cangkang rajungan.
"Namun masalah yang terjadi saat ini, cangkang rajungan tersebut tidak dimanfaatkan, hanya dibuang, dan menimbulkan terjadinya pencemaran lingkungan, seperti bau yang tidak sedap. Betapa sayangnya jika cangkang rajungan tersebut tidak kita manfaatkan kembali," kata Gallang.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia tidak bisa terlepas dari minyak sawit, dan penggunaan minyak sawit dapat menghasilkan minyak jelantah.
Minyak jelantah sangat berbahaya jika digunakan kembali karena dapat menyebabkan penyakit kanker, stroke, dan penyumbatan pembuluh darah, dan apabila dibuang ke lingkungan dapat mencemari ekosistem.
Padahal, Gallang menjelaskan, minyak jelantah tersebut memiliki kandungan gliserin dan asam lemak, yang dapat diputus ikatannya melalui proses aquades. Sementara, gliserin merupakan salah satu komponen utama dalam pembuatan pasta gigi.
"Oleh karena itu, kami berinovasi untuk memanfaatkan limbah-limbah tersebut menjadi produk pasta gigi herbal alami yang ramah lingkungan," ujar Gallang.
"Dan, ekonomis karena 100 persen berasal dari bahan-bahan olahan limbah, dan bahan-bahan yang tersedia di alam secara gratis," lanjutnya.
Gallang menjelaskan, inovasi pasta gigi berbahan alami tersebut sekaligus ingin membantah anggapan masyarakat bahwa busa pasta gigi merupakan hal yang baik.
Padahal, menurut dia, busa tersebut berasal dari reaksi deterjen sodium sulfat dan deterjen floride yang dapat mencemarkan lingkungan dan berbahaya bagi tubuh.
Pada 2 September 2019, Caktadent telah lulus uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam hal uji floride dan uji PH. Selain itu, Caktadent juga telah mengantongi izin edar produk dari BPOM.
Memulai usaha
Bersama Fathan Mubina, Sofia Aprilianti, Aisyah Amalia dan Achmad Rifky Ansyori, Gallang mulai memproduksi Caktadent, yang merupakan singkatan dari Cangkang-Jelantah-Dental di rumahnya.
"Caktadent diproduksi secara manual secara handmade," ujar Gallang.
Gallang menjelaskan pembuatan satu kotak Caktadent hanya memerlukan waktu 30 menit. Namun, proses pemisahan gliserin dari minyak jelantah membutuhkan waktu lebih lama, yaitu dua hingga tiga hari.
Olahan gliserin dapat dibuat untuk 40 bungkus pasta gigi Caktadent.
Karena sibuk bersekolah, Gallang dan kawan-kawan, hanya melakukan proses produksi pada hari libur, yaitu Sabtu dan Minggu.
"Kami hanya mampu memproduksi 40 bungkus Caktadent perbulannya," kata dia.
Untuk modal usaha, Gallang mengaku tidak memerlukan modal karena 100 persen bahan yang digunakan berasal dari olahan limbah, yang biasanya diambil dari restoran seafood.
"Modal yang kami perlukan hanya Rp4.000 itu untuk memesan botol pasta gigi dari online shop, dan Rp2,000 untuk mencetak kotak kemasan di percetakan. Jadi, Rp6.000 untuk satu kotak," kata Gallang.
Terhitung setelah tiga bulan memproduksi Caktadent, Gallang dan teman-temannya rutin menjual 40 bungkus per bulan, yang berarti telah 120 bungkus Caktadent yang terjual.
Caktadent dengan netto 280 gram dijual dengan harga Rp10.000.
"Dari 40 kotak Caktadent tersebut kami memperoleh keuntungan sebesar Rp160.000, dan jika ditotalkan menjadi Rp480.000," ujar dia.
Caktadent pun mendapatkan modal usaha Rp30 juta setelah memenangi program kewirausahaan "Muda Berdaya".
"Akan digunakan untuk membeli mesin-mesin yang mampu membantu kami dalam memproduksi Caktadent, karena sebelumnya sudah ada yang pesan 1.000 kotak tapi kami tidak bisa penuhi," ujar Gallang.
"Muda Berdaya"
Program pendidikan kewirausahaan "Muda Berdaya" diluncurkan pada Hari Pendidikan Nasional 2019 oleh Shopee bersama dengan Semua Murid Semua Guru (SMSG).
Program itu dirancang untuk membekali generasi muda SMA/SMK sederajat dengan kemampuan dasar untuk memulai perjalanan kewirausahaan.
"Itu adalah program kewirausahaan anak-anak umur sangat muda. Yang ingin kami sampaikan adalah kemandirian. Generasi muda adalah generasi pendorong ekonomi digital karena yang memegang kendali bisnis digital adalah anak muda," ujar Country Brand Manager Shopee Indonesia, Rezki Yanuar.
Program pendidikan kewirausahaan hasil kolaborasi Shopee dan SMSG tersebut terdiri dari tiga tahap, yakni inspirasi, inkubasi, dan apresiasi.
"Dengan program yang kami rancang bersama SMSG, Shopee, Lingkaran, saya percaya mereka akan menjadi pengusaha muda yang enggak cuma sukses, tapi berdampak buat masyarakat, lingkungan. Mereka akan bersinergi dengan berbagai pihak membuat perubahan," kata Head of Program Semua Murid Semua Guru, Widita Kustrini.
Tiga pemenang "Muda Berdaya" dengan ide terbaik, selain Caktadent, yaitu TEFA Rumah Impian dengan dengan ide usaha jasa pembuatan desain rumah dari SMKN 2 Palembang (ide terbaik 2) dan DIMADA dengan ide usaha aksesoris dari sampah kertas majalah dari SMAN Sumatera Selatan (ide terbaik 3).
Program "Muda Berdaya" mendapat dukungan dari Dinas Pendidikan Sumatera Selatan. Kepala Bidang SMK Palembang Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Modya mengatakan program tersebut dapat memberi gambaran kepada siswa-siswi sekolah menengah agar melek industri.
"Dengan program pelatihan seperti ini, lulusan SMK diharapkan bisa bekerja dan berusaha sesuai dengan perkembangan industri 4.0 saat ini," ujar Modya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Seksi Kerjasama Industri SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Yuliati Sri.
"Kita tahu semua, SMK itu sekolah menengah yang mempersiapkan peserta didik di bidang tertentu untuk bisa bekerja mandiri atau berwirausaha. Ajang Muda Berdaya sangat mendukung program pemerintah. Harapannya, Shopee bisa menjadi wadah pelaku UMKM muda," kata Yuliati.
Selain mendapat modal usaha, mereka selanjutnya akan mendapat pendampingan wirausaha dari Kampus Shopee, program komunitas Sophee, dalam bentuk Bimbel Shopee selama sekitar dua bulan untuk mengetahui seluk beluk kewirausahaan langsung dari ahlinya.
"Pendampingan itu untuk memastikan bukan hanya bisnisnya jalan, melainkan secara online-nya juga jalan. Kami fokusnya itu sampai selesai, sampai bisnis jalan," ujar Rezki.
Inovasi tersebut ditemukan saat siswa siswi SMA Negeri 6 Palembang yang tergabung dalam Karya Ilmiah Remaja (KIR) itu melakukan penelitian di sekolah.
"Penelitian dimulai dari Maret hingga Juni 2019. Untuk produksi, dimulai dari Juni hingga saat ini," ujar Gallang Abdi Persada, pengembang ide Caktadent.
Baca juga: Celestine, siswa penemu inovasi pengukur gula darah bikin kagum Menkes
Berdasarkan pengetahuan dari sekolah, Gallang bersama empat orang kawannya mengetahui kalsium karbonat adalah satu komponen utama dalam pembuatan pasta gigi.
Kalsium karbonat dapat ditemukan di cangkang organisme laut, seperti cangkang kepiting dan cangkang-cangkang organisme laut lainnya. Salah satu kalsium karbonat yang tertinggi ada pada cangkang rajungan.
"Namun masalah yang terjadi saat ini, cangkang rajungan tersebut tidak dimanfaatkan, hanya dibuang, dan menimbulkan terjadinya pencemaran lingkungan, seperti bau yang tidak sedap. Betapa sayangnya jika cangkang rajungan tersebut tidak kita manfaatkan kembali," kata Gallang.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia tidak bisa terlepas dari minyak sawit, dan penggunaan minyak sawit dapat menghasilkan minyak jelantah.
Minyak jelantah sangat berbahaya jika digunakan kembali karena dapat menyebabkan penyakit kanker, stroke, dan penyumbatan pembuluh darah, dan apabila dibuang ke lingkungan dapat mencemari ekosistem.
Padahal, Gallang menjelaskan, minyak jelantah tersebut memiliki kandungan gliserin dan asam lemak, yang dapat diputus ikatannya melalui proses aquades. Sementara, gliserin merupakan salah satu komponen utama dalam pembuatan pasta gigi.
"Oleh karena itu, kami berinovasi untuk memanfaatkan limbah-limbah tersebut menjadi produk pasta gigi herbal alami yang ramah lingkungan," ujar Gallang.
"Dan, ekonomis karena 100 persen berasal dari bahan-bahan olahan limbah, dan bahan-bahan yang tersedia di alam secara gratis," lanjutnya.
Gallang menjelaskan, inovasi pasta gigi berbahan alami tersebut sekaligus ingin membantah anggapan masyarakat bahwa busa pasta gigi merupakan hal yang baik.
Padahal, menurut dia, busa tersebut berasal dari reaksi deterjen sodium sulfat dan deterjen floride yang dapat mencemarkan lingkungan dan berbahaya bagi tubuh.
Pada 2 September 2019, Caktadent telah lulus uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam hal uji floride dan uji PH. Selain itu, Caktadent juga telah mengantongi izin edar produk dari BPOM.
Memulai usaha
Bersama Fathan Mubina, Sofia Aprilianti, Aisyah Amalia dan Achmad Rifky Ansyori, Gallang mulai memproduksi Caktadent, yang merupakan singkatan dari Cangkang-Jelantah-Dental di rumahnya.
"Caktadent diproduksi secara manual secara handmade," ujar Gallang.
Gallang menjelaskan pembuatan satu kotak Caktadent hanya memerlukan waktu 30 menit. Namun, proses pemisahan gliserin dari minyak jelantah membutuhkan waktu lebih lama, yaitu dua hingga tiga hari.
Olahan gliserin dapat dibuat untuk 40 bungkus pasta gigi Caktadent.
Karena sibuk bersekolah, Gallang dan kawan-kawan, hanya melakukan proses produksi pada hari libur, yaitu Sabtu dan Minggu.
"Kami hanya mampu memproduksi 40 bungkus Caktadent perbulannya," kata dia.
Untuk modal usaha, Gallang mengaku tidak memerlukan modal karena 100 persen bahan yang digunakan berasal dari olahan limbah, yang biasanya diambil dari restoran seafood.
"Modal yang kami perlukan hanya Rp4.000 itu untuk memesan botol pasta gigi dari online shop, dan Rp2,000 untuk mencetak kotak kemasan di percetakan. Jadi, Rp6.000 untuk satu kotak," kata Gallang.
Terhitung setelah tiga bulan memproduksi Caktadent, Gallang dan teman-temannya rutin menjual 40 bungkus per bulan, yang berarti telah 120 bungkus Caktadent yang terjual.
Caktadent dengan netto 280 gram dijual dengan harga Rp10.000.
"Dari 40 kotak Caktadent tersebut kami memperoleh keuntungan sebesar Rp160.000, dan jika ditotalkan menjadi Rp480.000," ujar dia.
Caktadent pun mendapatkan modal usaha Rp30 juta setelah memenangi program kewirausahaan "Muda Berdaya".
"Akan digunakan untuk membeli mesin-mesin yang mampu membantu kami dalam memproduksi Caktadent, karena sebelumnya sudah ada yang pesan 1.000 kotak tapi kami tidak bisa penuhi," ujar Gallang.
"Muda Berdaya"
Program pendidikan kewirausahaan "Muda Berdaya" diluncurkan pada Hari Pendidikan Nasional 2019 oleh Shopee bersama dengan Semua Murid Semua Guru (SMSG).
Program itu dirancang untuk membekali generasi muda SMA/SMK sederajat dengan kemampuan dasar untuk memulai perjalanan kewirausahaan.
"Itu adalah program kewirausahaan anak-anak umur sangat muda. Yang ingin kami sampaikan adalah kemandirian. Generasi muda adalah generasi pendorong ekonomi digital karena yang memegang kendali bisnis digital adalah anak muda," ujar Country Brand Manager Shopee Indonesia, Rezki Yanuar.
Program pendidikan kewirausahaan hasil kolaborasi Shopee dan SMSG tersebut terdiri dari tiga tahap, yakni inspirasi, inkubasi, dan apresiasi.
"Dengan program yang kami rancang bersama SMSG, Shopee, Lingkaran, saya percaya mereka akan menjadi pengusaha muda yang enggak cuma sukses, tapi berdampak buat masyarakat, lingkungan. Mereka akan bersinergi dengan berbagai pihak membuat perubahan," kata Head of Program Semua Murid Semua Guru, Widita Kustrini.
Tiga pemenang "Muda Berdaya" dengan ide terbaik, selain Caktadent, yaitu TEFA Rumah Impian dengan dengan ide usaha jasa pembuatan desain rumah dari SMKN 2 Palembang (ide terbaik 2) dan DIMADA dengan ide usaha aksesoris dari sampah kertas majalah dari SMAN Sumatera Selatan (ide terbaik 3).
Program "Muda Berdaya" mendapat dukungan dari Dinas Pendidikan Sumatera Selatan. Kepala Bidang SMK Palembang Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Modya mengatakan program tersebut dapat memberi gambaran kepada siswa-siswi sekolah menengah agar melek industri.
"Dengan program pelatihan seperti ini, lulusan SMK diharapkan bisa bekerja dan berusaha sesuai dengan perkembangan industri 4.0 saat ini," ujar Modya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Seksi Kerjasama Industri SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Yuliati Sri.
"Kita tahu semua, SMK itu sekolah menengah yang mempersiapkan peserta didik di bidang tertentu untuk bisa bekerja mandiri atau berwirausaha. Ajang Muda Berdaya sangat mendukung program pemerintah. Harapannya, Shopee bisa menjadi wadah pelaku UMKM muda," kata Yuliati.
Selain mendapat modal usaha, mereka selanjutnya akan mendapat pendampingan wirausaha dari Kampus Shopee, program komunitas Sophee, dalam bentuk Bimbel Shopee selama sekitar dua bulan untuk mengetahui seluk beluk kewirausahaan langsung dari ahlinya.
"Pendampingan itu untuk memastikan bukan hanya bisnisnya jalan, melainkan secara online-nya juga jalan. Kami fokusnya itu sampai selesai, sampai bisnis jalan," ujar Rezki.