London (ANTARA) - Setelah 30 tahun absen di Eropa, pagelaran wayang orang kembali dipentaskan di tiga kota di Jerman, yakni Hamburg, Hannover, dan Bremen dengan mengangkat cerita "Kresna Duta" dan mendapatkan sambutan antusias dari penonton.
Wayang orang itu dipentaskan oleh para seniman dari berbagai sanggar seni, di antaranya Wayang Orang Bharata, ISI Surakarta, RRI Surakarta, RRI Jakarta, dan Swarga Loka, yang menampilkan sejumlah seniman yang namanya sudah tidak asing lagi seperti Dewi Sulastri (Dewi Kunthi), Matheus Wasi Bantolo (Adipati Karna), dan Ali Marsudi (Raden Arjuna).
Pada malam pementasan pertama, sekitar 500 orang memadati gedung teater Neue Flora di Hamburg. Seperti halnya pada pementasan di Hannover, pertunjukan ditonton oleh orang-orang lokal pecinta seni budaya, pecinta Indonesia, dan juga warga Indonesia yang tinggal di Hamburg dan sekitarnya.
120 bangku gedung teater Altes Magazin di Hannover terisi penuh. Bahkan penonton meluber dan duduk di tangga, selebihnya berdiri di belakang.
Berbeda dengan teater megah Neue Flora di Hamburg, teater Altes Magazin berkapasitas lebih kecil, dengan tiang-tiang konstruksi di antaranya, ujar Miranti Hirschmann, salah seorang penonton kepada Antara London, Jumat,
Akustiknya sangat baik sehingga tidak membutuhkan mikrofon. "Suasana ini mengingatkan seperti main wayang orang di Keraton Surakarta,“ kenang Teguh "Kenthus" Ampiranto, pemeran Prabu Kresna, yang juga sutradara pagelaran ini.
Tamu-tamu VIP pada pagelaran itu berasal dari pemerintah Kota Hamburg, juga kalangan diplomatik seperi Konsul Jendral dari India, Venezuela, Chile, Peru, Korsel, Syprus dan Turki.
Pagelaran di Hamburg itu diawali dengan lantunan lagu kebangsaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan sambutan Duta Besar RI untuk Republik Federal Jerman, Arif Havas Oegroseno.
Berbeda dalam pementasan wayang orang biasanya, unsur suara dalang yang biasanya mengiringi kisah wayang orang, diganti dengan penutur bahasa Jerman.
Antonia Schwingel, seniwati teater dan penari balet keturunan Spanyol dan Jerman terpilih sebagai penutur pengantar dalam bahasa Jerman. Antonia mengaku ia belum pernah sekalipun mengunjungi Indonesia. Baginya, menuturkan pengantar kisah "Kresna Duta" ini merupakan pengalaman baru dalam kariernya.
Menerjemahkan tutur dalang ke bahasa Jerman pun bukan urusan sembarangan. Panitia menyerahkan hal ini kepada ahlinya, yaitu penterjemah senior, Dr. Martina Heinschke.
Bagi Martina, kisah pewayangan Jawa bukan hal asing, namun ia khawatir penonton muda Jerman yang belum pernah mengetahui epos Mahabharata sulit memahami alur kisahnya. Ia berusaha keras agar penonton mengerti, "terjemahannya agak sedikit bebas, sebuah adapsi," ujaranya.
Teguh "Kenthus" Ampiranto memastikan "alur cerita, tokoh, musik, lagu dan tarian tetap teguh pada pakem wayang orang klasik". Begitu juga dengan durasi pertunjukan wayang orang yang biasanya berlangsung tiga hingga empat jam, untuk pertunjukkan di Jerman, pagelaran ini dipadatkan menjadi 90 menit.
Salah satu penggagas pagelaran ini, Dr. Prasti Pomarius dari Yayasan Paramarta Karya Budaya mengatakan mengolah konsep pagelaran agar dimengerti oleh penonton Jerman ini adalah tantangan yang paling menantang dalam proses persiapannya.
Baginya, wayang orang tidak ada bedanya dengan seni opera di Eropa yang menggunakan kombinasi musik live, kisah, tarian. "Dengan memperkenalkan pagelaran wayang orang yang megah ini, kami berharap masyarakat Jerman lebih terbuka melihat Indonesia," tuturnya.
Harga tiket untuk menonton pagelaran ini dipatok 20 euro per orang. Rangkaian pagelaran Wayang Orang didukung Direktorat Jendral Kebudayaan Kemendikbud, KJRI Hamburg, Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia di Jerman (IASI), DIG Hamburg, Diaspora Indonesia in Bremen, AFA, juga PPI dari berbagai kota di Jerman.
Kemudian, Yayasan Paramarta Karya Budaya yang menggandeng Rama Thaharani, Arts Producer internasional, didikung Kemendikbud menyelenggarakan rangkaian seminar dan workshop untuk tari dan gamelan, khusus wayang orang, selama dua minggu di bulan Agustus.
Karavan budaya
Dalam rangkaian pementasan wayang orang juga digelar Karavan Budaya, berkelliling enam kota di Jerman utara, Hamburg, Goettingen, Rotenburg and der Wuemme, Bremen, Kiel dan Hannover.
Karavan Budaya dirancang sebagai program diplomasi budaya yang inklusif dan interaktif, segaligus mempromosikan pagelaran Kresna Duta. Menampilkan 5 penari dan 6 pengrawit yang terlibat dalam pagelaran Kresna Duta.
Senimar dan workshop wayang orang ini berbeda durasinya di tiap kota. Di Hamburg, misalnya, workshop dilaksanakan selama 2 hari dan masing masing berdurasi empat jam. Dikota lain, diadakan singkat hanya tiga jam.
Kegiatan ini tidak dipungut biaya. Mereka juga memboyong peralatan gamelan milik KJRI Hamburg untuk mendukung workshop tersebut. Selain di Bremen, workshop juga digelar di museum Uebersee Bremen.
Matheus Wasi Bantolo, pengajar di ISI Surakarta juga salah satu penari yang mengisi seminar dan workshop tersebut, bercerita sedikit mengenai animo orang-orang Jerman dari berbagai kalangan yang menjadi peserta.
Hadir diantaranya ada pemusik, peminat budaya, anak-anak sekolah, mahasiswa juga warga Indonesia. "Peserta berusia muda memang lebih ingin tahu lebih banyak dan ingin belajar lebih lama. Kalau sudah begitu, durasi workshop-nya terasa kurang," ungkapnya. Materi workshop sarat dengan filosofi wayang orang, musik kostum dan gerakan tarian yang dibawakan tiap tokoh kisah.