Ketua Gapoktan Lampung Utara Didakwa Korupsi

id Ketua Gapoktan Lampung Utara Didakwa Korupsi

Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Ketua gabungan kelompok tani, Mulyadi (37), didakwa melakukan korupsi Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan tahun anggaran 2008 di Kabupaten Lampung Utara senilai Rp77 juta.

"Perbuatan terdakwa telah melawan hukum dan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," ujar jaksa penuntut umum (JPU) Muhtadi, saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang, Bandarlampung, Rabu (21/11).

Terdakwa yang merupakan Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kawa Kiloh ini, mendapatkan dana yang berasal dari APBN sebesar Rp99 juta untuk bantuan usaha kepada petani.

Dalam dakwaan di hadapan majelis hakim diketuai Ida Ratnawati, jaksa menjelaskan bahwa terdakwa ditunjuk oleh Ahmad Roji berdasarkan surat keputusan (SK) bupati sebagai penyuluh pendamping pada Gapoktan Kawa Kiloh untuk Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kabupaten Lampung Utara tahun 2008.

Setelah SK diterima, terdakwa langsung menyusun rencana usaha anggota (RUA), rencana usaha kelompok (RUK), dan rencana usaha bersama (RUB).

Terdakwa pun mengajukan dana usaha tersebut senilai Rp99 juta, untuk usaha perkebunan Rp30 juta dan peternakan Rp69 juta.

Tetapi Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Utara mencairkan dana untuk PUAP tersebut sebesar Rp100 juta.

Kemudian, terdakwa bersama dengan Purhana selaku bendahara, melakukan pencairan dana tersebut melalui Bank BRI sebesar Rp99 juta atas permintaan para ketua gapoktan di wilayah tersebut.

"Sejumlah ketua Gapoktan itu minta dana tersebut dicairkan, dan langsung mencairkannya. Untuk Gapoktan Bina Karya sebesar Rp12 juta, Gapoktan Haga Ngedok Rp16 juta, Gapoktan Sejahtera Rp15 juta, dan Gapoktan Tani Mawar Rp15 juta," kata jaksa itu pula.

Selanjutnya, terdakwa juga mencairkan dana PUAP tersebut untuk Gapoktan Harapan Jaya sebesar Rp42 juta.

Terdakwa tidak membuat surat perjanjian pinjaman (SPP) uang anggota gapoktan tersebut, sehingga dinyatakan tidak benar atau fiktif.

"Ternyata uang Rp42 juta itu tidak diserahkan kepada ketua Gapoktan Harapan Jaya, karena yang bersangkutan tidak pernah menerimanya," kata jaksa Muhtadi lagi.

Terdakwa juga tidak melaporkan perkembangan usaha gapoktan dalam kegiatan penyaluran dana PUAP sebagai laporan pertanggungjawabannya.

"Dalam membuat RUA, RUK, dan RUB serta pemberian dana PUAP kepada masing masing gapoktan tidak berdasarkan RUK, tapi berdasarkan kebijakan dari terdakwa itu sendiri. Dari empat ketua gapoktan, dana PUAP yang diterima seluruhnya Rp58 juta," kata dia.

Selanjutnya, dana pinjaman PUAP dari sepuluh anggota gapoktan oleh terdakwa sudah dikembalikan sebesar Rp7 juta, dan termasuk bunganya Rp350 ribu.

Total dana PUAP yang telah disalurkan oleh terdakwa kepada lima gapoktan itu sebanyak Rp64 juta, dan sisanya Rp35 juta, dengan sisa uang tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Jumlah uang yang telah dikembalikan oleh terdakwa hanya Rp41 juta, serta uang yang tidak disalurkan senilai Rp35 juta, sehingga uang tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan dan telah habis digunakan untuk keperluan pribadi yang tidak pernah dikembalikan ke rekening BRI Gapoktan Kawa Kiloh Cabang Kotabumi sebesar Rp77 juta.

Atas perbuatannya tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp77 juta.

Perbuatan terdakwa ini diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.