Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Kedua pihak warga di Kabupaten Lampung Selatan yang terlibat pertikaian dan bentrok di Balinuraga/Sidoreno, Kecamatan Waypanji, akhirnya menyepakati perdamaian di antara mereka.
Para pihak bertikai itu menandatangani kesepakatan damai yang dilaksanakan di Balai Keratun, kantor gubernur Lampung, di Bandarlampung, Minggu, setelah dimediasi oleh aparat keamanan dan pemerintah daerah setempat.
Dalam perjanjian itu, kedua pihak diwakili 20 tokoh mereka, menyepakati 10 poin perdamaian, antara lain sepakat untuk menjaga keamanan, ketertiban, kerukunan, keharmonisan, kebersamaan, dan perdamaian antarsuku yang ada di Bumi Lampung Selatan.
Kedua pihak sepakat tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis yang mengatasnamakan suku, agama, ras yang dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat.
Kedua pihak sepakat, bila terjadi pertikaian yang disebabkan oleh pribadi, kelompok atau golongan, segera diselesaikan dengan pihak bersangkutan.
Poin keempat, jika masing-masing pihak tak mampu menyelesaikan permasalahan, mereka menyepakati diselesaikan secara musyawarah, mufakat, dan kekeluargaan oleh tokoh masyarakat setempat.
Jika pada poin ketiga dan keempat tidak juga tercapai, maka pihak-pihak tersebut menghantarkan permasalahan pada pihak yang berwajib untuk diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Jika ditemukan oknum warga yang terbukti melakukan perbuatan, ucapan serta upaya-upaya yang berpotensi menimbulkan permusuhan dan kerusuhan, maka pihak pertama dan kedua bersedia melakukan pembinaan kepada yang bersangkutan.
Jika pembinaan tidak berhasil, maka diberikan sanksi adat berupa pengusiran terhadap oknum tersebut dari wilayah Lampung Selatan.
Perjanjian tersebut juga menegaskan kewajiban pemberian sanksi yang berlaku bagi warga Lampung Selatan dari suku lainnya yang berada di daerah tersebut yang melanggar kesepakatan tersebut.
Atas insiden bentrok yang terjadi pada 27-29 Oktober 2012 lalu, kedua pihak sepakat tidak melakukan tuntutan hukum.
Selanjutnya, warga suku Bali yang berada di Desa Balinuraga harus mampu bersosialisasi dan hidup berdampingan secara damai dengan seluruh lapisan masyarakat.
Terakhir kedua pihak sepakat, berkewajiban untuk mensosialisasikan isi perjanjian tersebut di lingkungan masyarakatnya masing-masing.
Tokoh warga Bali di Lampung yang menandatangani kesepakatan itu, antara lain Nyoman Sudarsana, Jro Gede Andyana, Pan Setia, Made Sarno, Made Karme, Made Ladre, Kadek Subagiarta, Ketut Wardane, Kadek Sirye.
Sedangkan tokoh adat warga Lampung yang menandatanganinya adalah Suryati, Sabarudin, A Roni, Aliksan Iskapi, Muksin Syukur, H Syarul Effendi, HM Amin, H Herman Yusuf, Temenggung Niti Zaman, Arifin.
Perjanjian tersebut dibacakan secara terbuka oleh wakil dari suku Bali dan suku Lampung yang bertikai, dengan disaksikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Lampung Berlian Tihang dan Sekda Kabupaten (Sekdakab) Lampung Selatan Ishak.
Maklumat Perdamaian
Pada tempat terpisah di Bandarlampung hari ini, tokoh adat Bali dan Lampung juga membuat kesepakatan damai dengan menyepakati maklumat bersama, terkait bentrokan antarwarga di Desa Balinuraga, Kecamatan Waypanji, Kabupaten Lampung Selatan yang terjadi pada Minggu dan Senin, 28-29 Oktober 2012 lalu.
"Tokoh adat Lampung dan tokoh adat Bali membuat maklumat untuk memberikan dorongan agar tercipta perdamaian abadi di antara komponen anak bangsa di Bumi Lampung," kata Abhiseka Raja Majapahit Bali Sri Wilatikta Tegeh Kori Kresna Kepakisan XIX Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradata Wedasteraputra Suyasa III, saat membacakan maklumat itu, di ruang pers Hotel Novotel, Bandarlampung, Minggu.
Dia mengatakan, tokoh adat bersepakat bahwa aksi massa dan tragedi Lampung Selatan bukan merupakan konflik yang berbau SARA, namun disebabkan oleh adanya kepentingan sekelompok orang yang berusaha memecah belah persatuan dan kesatuan warga Bali dan Lampung.
"Kami bersepakat mengecam kejadian kerusuhan yang melibatkan warga Bali dan Lampung hingga menimbulkan penjarahan, penganiayaan, dan kehilangan nyawa manusia," ujar dia lagi.
Dalam maklumat tersebut, dirinya menyampaikan bahwa para pihak harus menjadikan hukum sebagai panglima dalam proses penyelesaian kasus dan sebagai solusi yang bermartabat.
"Bersepakat untuk mendorong pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan aparat keamanan khususnya Polri untuk dapat mengedepankan semangat netralitas dan ketidakberpihakan dalam mengawal tuntasnya hingga pemulihan kondisi warga yang menjadi korban," kata dia pula.
Kesepakatan ini pun dimaksudkan untuk memberikan dorongan dan dukungan atas upaya Komnas-HAM dan lembaga hukum serta masyarakat, baik dalam skala lokal, nasional maupun internasional dalam upaya mendorong tercipta perdamaian abadi.
Selain itu juga, untuk mendorong tuntas proses rekonsiliasi dan perdamaian abadi dengan melibatkan unsur adat sebagai panglima dari kebudayaan Indonesia termasuk warga adat di dalamnya.
"Kami pun bersepakat untuk menolak pengusiran terhadap warga dari wilayah konflik dengan alasan apa pun, hal ini terkait dengan pengaruhnya pada stabilitas keamanan dan ketertiban nasional," kata dia.
Abhiseka menegaskan, maklumat ini pun untuk Provinsi Lampung, karena nantinya akan disosialisasikan ke seluruh desa Bali yang ada di provinsi ini.
Selanjutnya, Ketua Majelis Pemuka Adat Lampung (MPAL) Kadarsyah Irsya mengatakan, perdamaian ini akan dimulai dari Desa Balinuraga, dan meminta jika ada acara Bali di desa tersebut, warga Lampung setempat wajib untuk diundang.
"Target maklumat ini, untuk upaya perdamaian abadi di Lampung Selatan," kata dia.
Diharapkan, tidak akan ada lagi kejadian seperti beberapa waktu lalu, karena hal tersebut telah menjerumus ke arah tindak kriminal.
