Bandarlampung (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung mempertanyakan alasan pasti dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung terkait dana bagi hasil (DBH) 2023 yang belum dibayarkan secara penuh.
"DBH itu kan dibayar per triwulan 1, 2, 3 dan 4. Nah ini Pemprov Lampung baru bayarkan triwulan 1 di 2023 itu pun tidak penuh hanya sekitar Rp24 miliar," kata Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bandarlampung M Nur Ramdhan, di Bandarlampung, Selasa.
Dia mengatakan DBH tersebut merupakan bagi hasil dari pajak kendaraan bermotor, balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan.
"Kenapa mereka belum membayarkan ini, tak ada alasannya. Hanya saja mereka bilang Pemprov Lampung butuh uang untuk pembangunan, tetapi juga kan hal yang sama diperlukan oleh kabupaten dan kota, terkait peruntukkan DBH," kata Ramdhan.
Menurutnya, DBH 2023 untuk triwulan 2, 3 dan 4 yang belum sama sekali dibayar tersebut, nantinya akan dibayarkan pada 2024, sehingga bentuknya terutang.
"Ini sama saja seperti di tahun 2022, mereka membayar DBH ke kami Rp124 miliar. Termasuk itu untuk DBH triwulan 1 yang nilainya Rp24 miliar," kata dia lagi.
Kepala BPKAD itu mengatakan tidak mengetahui berapa jumlah utang DBH Provinsi Lampung ke Pemkot Bandarlampung.
"Masalahnya provinsi tidak memberikan kami surat keputusan (SK) berapa jumlah DBH yang dibayar. Kalau ditanya berapa jumlah utangnya kami tidak tau," kata dia.
Namun begitu, Provinsi Lampung membuat ketentuan kepada Pemkot Bandarlampung agar setiap ingin melakukan pembahasan anggaran di APBD, hanya boleh anggarkan Rp133 miliar untuk DBH.
"Seharusnya kan bisa lebih dari Rp133 miliar, karena kalau dihitung triwulan 1, pemprov bayar Rp24 miliar, kalau dihitung satu tahun sudah Rp100 miliar kurang lebih belum lagi ditambah utangnya," kata dia.
Kemudian, Ramdhan juga mempertanyakan DBH dari pajak rokok yang belum disalurkan oleh provinsi yang jumlahnya sekitar Rp9 miliar.
"Padahal pajak rokok itu dari pemerintah pusat. Jadi pusat kirim ke provinsi, dan mereka wajib menyalurkannya ke kabupaten dan kota. Itulah yang dibilang Wali Kota kalau akhir tahun akan disalurkan tapi kenyataannya tidak sama sekali," kata dia.
Karena itu, ia pun mempertanyakan opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada Pemprov Lampung.
"Kemungkinan kami akan coba melihat hasil dari opini BPK, karena selama ini yang begini tidak pernah jadi kualifikasi. Ternyata kan provinsi dapat WTP terus, padahal kalau mau jujur akibat dari provinsi tahan DBH, Kota Bandarlampung jadi tidak WTP," kata dia.
Menurutnya, hal tersebut karena saat penilaian BPK, Pemkot Bandarlampung banyak utang, sehingga mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
"Jadi kenapa pemkot banyak utang, karena uangnya nggak ada, tapi kalau (DBH) disalurkan seharusnya kami tidak punya utang," kata dia.
Kemudian, lanjut Ramdhan, pemkot juga dinilai oleh BPK menggunakan dana alokasi khusus (DAK) yang seharusnya tak digunakan.
"Kenapa dipakai?, karena nggak ada uang, uangnya tertahan di Pemprov Lampung, apalagi pendapatan juga tak tercapai, kalau saja Pemprov Lampung salurkan seluruh kewajibannya atau DBH itu seharusnya kualifikasi tersebut tidak terjadi di Bandarlampung," kata dia.
Belum diperoleh konfirmasi dari pihak Pemprov Lampung terkait dengan sikap Pemkot Bandarlampung yang mempertanyakan belum disalurkannya hak DBH dimaksud.
Pemkot Bandarlampung pertanyakan alasan Pemprov soal DBH belum dibayar penuh
Jadi kenapa pemkot banyak utang, karena uangnya nggak ada, tapi kalau (DBH) disalurkan seharusnya kami tidak punya utang, kata dia