Jakarta (ANTARA) - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian mengungkapkan selama 10 tahun terakhir telah melepas sebanyak tujuh varietas unggul baru (VUB) tebu sebagai upaya mendukung peningkatan produksi dan produktivitas gula nasional.
Peneliti Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) Balitbangtan Kementan Bambang Heliyanto mengatakan penelitian tebu di Balittas berdasarkan SK No 4048/KP.330/12/2010 tertanggal 31 Desember 2010, sehingga pada awal 2011, Balittas mulai berkecimpung di dalam riset dan pengembangan tebu.
"Langkah pertama yang kita ambil dalam program pengembangan tebu adalah mendiskripsi atau merumuskan ideotype varietas unggul tebu yang diarahkan ke lahan-lahan bermasalah seperti lahan kering, salin, dan rawa," ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Dalam satu dekade, lanjutnya, Balittas berhasil mengembangkan dua VUB tebu yang diberi nama PSMLG1 Agribun dan PSMLG2 Agribun.
Produktivitas dua varietas tersebut yakni 127-136 ton/ha dengan rendemen 7,5-10 persen, hablur 9,9-10,2 ton/ha dan kadar serat 14 persen.
Melalui pengembangan VUB lokal, Balittas juga berhasil melepas varietas unggul lokal tebu POJ 2878 Agribun Kelinci yang dikhususkan untuk produksi gula merah.
"Asal-usul usul varietas ini dari POJ 2878 semasa penjajahan Belanda," ujar Bambang saat menjadi pembicara dalam webinar "Dukungan Teknologi Budi Daya Tebu Rawat Ratun untuk Peningkatan Produktivitas Hablur" yang digelar oleh Balittas pada Kamis (2/7/2020).
Dikatakannya, varietas tersebut ada di dataran tinggi Kerinci, Jambi; Sumbar; dan Aceh dengan produksi tebu 109 ton/ha/tahun, hasil gula merahnya tinggi sekitar 12,03 ton gula merah/ha/tahun, rendemen 11-12 persen, serta tahan kepras/ratun.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun) Kementan Syafaruddin menambahkan, pihaknya juga menghasilkan empat varietas unggul tebu yaitu AAS Agribun, AMS Agribun, ASA Agribun dan CMG Agribun.
"Jadi, selama satu dekade, Badan Litbang Pertanian telah melepas tujuh varietas tebu," katanya.
Peneliti Balittas Subiyakto menyebutkan, pertanaman tebu saat ini didominasi tebu ratun atau kepras yang memiliki kecenderungan produktivitasnya menurun seiring bertambahnya periode ratun.
Menurut dia, petani lebih memilih pertanaman ratun karena tanam tebu baru memerlukan biaya tinggi untuk bongkar ratun dan pengadaan benih tebu.
Untuk itu, tambahnya, dukungan teknologi budi daya tebu rawat ratun sangat diperlukan untuk peningkatan produktivitas hablur tebu.
"Memang kita sudah merekomendasikan bahwa rawat ratun direkomendasikan 3 kali, tetapi praktek ratun/kepras di beberapa daerah mencapai 10-15 kali. Agar rawat ratun ini bisa menjadi baik perlu sentuhan teknologi," kata Subiyakto
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur (Jatim) Karyadi mengakui perkebunan tebu di Jatim masih berulang-ulang kepras 10-15 kali dan petani masih nyaman dengan keprasan itu.
"Karena itu, harus kita dukung jika ada teknologi rawat ratun yang bisa mengefektifkan peningkatan produktivitas hablur tebu," tuturnya.