Menekan golput pada pilgub Lampung 2018

id survei efektabilia, pilgub serentak, kanoyhbg

Menekan golput pada pilgub Lampung 2018

Charta Politika Indonesia merilis survei tentang elektabilitas empat pasangan calon cagub dan cawagub Provinsi Lampung di Bandar Lampung, Selasa (20/3). . (ANTARA FOTO/Ardiansyah/foc/18.)

Bandarlampung (Antaranews Lampung) - Provinsi Lampung adalah daerah pertama di Indonesia yang menggelar pemilu serentak dengan melaksanakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur berbarengan dengan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada tanggal 9 April 2014.

Awalnya pilgub Lampung itu diwarnai kekisruhan sehingga harus molor pelaksanaannya sampai tiga kali. Akibatnya, terpaksa digelar berbarengan dengan pemilu anggota dewan legislatif.

Sempat dikhawatirkan sangat kisruh, ternyata pelaksanaan pemilu serentak 2014 di Provinsi Lampung sukses dari sisi penghematan biaya dan penyelenggaraan pemilu yang tak melanggar aturan, sementara partisipasi politik masyarakat cukup tinggi dalam menggunakan hak pilih di tempat pemungutan suara.

Sebenarnya pilkada untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung periode 2014 s.d. 2019 telah tiga kali gagal pada tahapan pencoblosan karena tidak ada kesamaan persepsi antara KPU sebagai penyelenggara pilgub dan pemprov sebagai penyedia dana hibah pilgub tentang waktu pelaksanaan tahapan pilgub tersebut. KPU Provinsi Lampung awalnya menetapkan pilgub pada tanggal 2 Oktober 2013, kemudian diundur menjadi 2 Desember 2013, dan kembali ditetapkan pada tanggal 27 Februari 2014.

Kesuksesan pemilu serentak 2014 itu juga berlanjut pada pelaksanaan pilkada serentak 2015 dan 2017. Pilkada serentak 2015 di Lampung dilaksanakan di delapan kabupaten/kota dan pilkada 2017 di lima kabupaten.

Pilkada serentak digelar kembali pada tahun 2018 di Lampung, yakni pemilihan gubernur dan wakil gubernur serta pemilihan bupati dan wakil bupati di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Utara.

Untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung, ada empat pasangan yang akan bertarung. Latar belakangnya para petahana dan mantan birokrat. Seorang calon wakil gubernur adalah perempuan, dan seorang calon gubernur lainnya telah dijadikan sebagai tersangka oleh KPK.

Empat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur adalah pasangan nomor urut 1 M. Ridho Ficardo dan Bachtiar Basri. Pasangan petahana (gubernur dan wakil gubernur non-aktif) ini diusung koalisi Partai Demokrat, PPP, dan Gerindra.

Pasangan Herman H.N./Sutono mendapatkan nomor urut 2 dan diusung PDIP. Herman H.N. adalah Wali Kota Bandarlampung dua periode yang terkenal dengan program pembangunan infrastrukturnya, sedangkan Satono adalah birokrat karier, jabatan terakhirnya adalah Sekda Provinsi Lampung.

Pasangan nomor urut 3 adalah Arinal Djunaidi/Chusnunia Chalim yang diusung koalisi Partai Golkar, PKB, dan PAN. Arinal Djunaidi adalah mantan Sekdaprov Lampung. Setelah pensiun sebagai PNS, Arinal terjun ke politik praktis menjadi Ketua DPD Golkar Lampung. Adapun Chusnunia Chalim adalah politikus PKB yang menjabat sebagai Bupati Lampung Timur. Dia merupakan bupati perempuan pertama di Lampung.

Pasangan nomor 4 adalah Mustafa/Ahmad Jajuli yang diusung koalisi Partai NasDem, PKS, dan Hanura. Mustafa adalah bupati non-aktif Kabupaten Lampung Tengah, sedang wakilnya adalah kader PKS.

Dengan demikian, tidak ada calon perseorangan yang mengikuti Pilgub Lampung 2018, sebagaimana halnya pada Pilgub Lampung 2014.

Daftar pemilih tetap (DPT) Pilgub Lampung 2018 diperkirakan bertambah dibandingkan DPT Pilgub Lampung dan pemilu anggota badan legislatif pada tahun 2014 sebanyak 5.868.304 orang.

Jika KPU Provinsi Lampung tetap menggunakan acuan DPT Pilpres 2014 dan DPT terakhir di kabupaten/kota yang menggelar pilkada serentak pada 2015 dan 2017, total DPT diperkirakan mencapai 6.087.913.



Pertarungan Petahana



Pilgub 2018 akan diwarnai pertarungan para petahana dan mantan birokrat sehingga berpeluang memperbesar angka golput atau tak menggunakan hak suaranya dengan berbagai alasan, seperti faktor kecewa atau kurang puas dengan kinerja para petahana.

Dalam kampanye tertutup dan terbuka, biasanya para calon kepala daerah gemar mengobral janji kepada masyarakat, yang akan menimbulkan sikap apatis warga dalam menggunakan hak politiknya jika janji itu tak dipenuhi. Padahal, penggunaan hak politik sangat menentukan progres perkembangan Lampung.

Pertarungan petahana dan mantan birokrat karier sebenarnya menolong masyarakat dalam menentukan pilihannya karena mereka bisa melihat rekam jejak dan kinerja para calon itu saat aktif, baik sebagai kepala dan wakil kepala daerah maupun birokrat, sebelum menentukan pilihannya.

Pilkada serentak yang diikuti petahana dan mantan birokrat punya potensi mendorong minat masyarakat mendatangi tempat pemungutan suara untuk menggunakan hak pilihnya, atau bisa juga sebaliknya, yakni menjadi golput atau tak menggunakan hak pilihnya.

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya golput atau tak menggunakan hak pilihnya, seperti tingkat kepercayaan masyarakat atas calon pemimpin turun, kecewa dengan janji-janji kampanye pada pemilu sebelumnya yang tidak terwujud, perkembangan daerah stagnan atau tak pesat, kurangnya pelaksanaan pemerintahan yang baik dan transparan, serta minimnya sosialisasi atas pilkada tersebut.

Faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya golput adalah tidak semua warga terdafar dalam DPT, letak TPS yang jauh dari permukiman, serta rendahnya antusiasme masyarakat atas pelaksanaan pilkada tersebut.

Sementara itu, daftar pemilih tetap (DPT) Pilgub 2018 diperkirakan sekitar 6.087.913 orang, sementara jumlah penduduk Provinsi Lampung mencapai 9,6 juta orang. Jumlah warga yang wajib memiliki KTP-el disebutkan sekitar 7,1 juta orang, sementara yang melakukan perekaman baru sekitar 5,9 juta orang. Kondisi seperti ini juga bisa menyebabkan golput sehingga daftar pemilih sementara (DPS) perlu terus diperbaharui dengan memperbanyak perekaman KTP-el, termasuk pada hari libur.

Minimnya sosialisasi pilkada juga penyebab terjadinya golput. Ajakan tak golput tentunya tidak cukup hanya dilakukan melalui media massa atau iklan semata, tetapi dilakukan semua unsur terkait, seperti pasangan calon, tim sukses, parpol, pengamat, para tokoh masyarakat, penyelenggara pilkada, dan pemerintah daerah.

Para calon kepala daerah perlu aktif membangun kredibilitasnya di mata masyarakat. Sehubungan para calon gubernur dan wakil gubernur di Pilgub Lampung adalah petahana dan mantan birokrat, masyarakat tentunya akan lebih mudah menilai kredibilitas pasangan gubernur dan wakil gubernur melalui kinerjanya.

Membangun kredibilitas pada era digitalisasi ini, masyarakat tak butuh obral janji, dan akan lebih efektif bila turun kepada masyarakat untuk mendengar permasalahan masyarakat, serta menawarkan solusinya melalui kebijakan pemerintah.

Ada banyak "janji" atau program yang ditawarkan para calon gubernur dan wakil gubernur kepada masyarakat Lampung, dan semua janji itu enak didengar, seperti pembangunan pendidikan, infrastruktur, kesehatan, pertanian, industri, dan pariwisata.

Golput memang hak politik sehingga warga berhak menggunakan hak politiknya atau tidak. Namun, makin besar angka golput, legitimasi pemerintahan hasil pilgub tersebut tentu makin rendah sehingga harus diupayakan agar masyarakat tertarik mencoblos di TPS.

Meski golput disebutkan sebagai hak, ada juga yang menyebutkan penggunaan hak pilih adalah suatu kewajiban sehingga tidak dibolehkan golput. Alasannya adalah golput akan memunculkan kecenderungan tidak perduli karena tak ikut memilih, serta ada kemungkinan terpilih pemimpin yang tidak sesuai dengan keinginan sebagian besar masyarakat.

Sosiolog dari Sumatera Utara Dr. Ansari Yamamah mengatakan bahwa golput atau tidak menggunakan hak pilih dalam pilkada merupakan bentuk "pelarian politik".

Menurut dia, melalui pilkada, masyarakat justru diberikan kesempatan untuk memilih pemimpin. Oleh karena itu, orang yang golput seperti orang tidak punya sikap, menjadi pelarian politik, dan orang yang tidak berani menunjukkan sikap.

Meski demikian, terkait dengan pilkada, 27 Juni 2018, di wilayah Lampung, angka golput bisa ditekan dengan memotivasi masyarakat untuk ikut memikul tanggung jawab dalam membangun Lampung, yakni melakukan pencoblosan kertas suara di tempat pemungutan suara untuk memilih pemimpin kredibel dan kompeten.