Solusi
Jangan khawatir tanpa alasan karena jalan keluar selalu tersedia. Solusi yang efektif dapat ditempuh melalui dua tingkat analisis. Pertama, perhatikan pengalaman subjektif. Program kesehatan publik harus mempertimbangkan aspek-aspek kehidupan kaum muda, seperti alasan mengapa mereka memilih makanan tertentu, bagaimana tekanan waktu dan ekonomi memengaruhi pilihan mereka, dan bagaimana kenangan dan rasa terkait makanan membentuk kebiasaan.
Pendidikan kesehatan yang hanya menunjukkan jumlah kalori tanpa mengaitkannya dengan kehidupan nyata seseorang cenderung tidak berhasil. Dengan kata lain, faktor pemicu permasalahan kesehatan tidak dapat dilepaskan dari faktor sosial yang melatari sebab mengapa kaum muda memilih (atau terpaksa?) berperilaku tidak sehat.
Sedangkan pada lapis kedua, perlu adanya perubahan struktural. Bagi mengubah lingkungan makanan, perlu dilakukan perubahan kecil. Ini dapat mencakup peraturan iklan yang ditujukan kepada generasi muda, pelabelan nutrisi yang mudah dipahami, kebijakan fiskal yang mengatur minuman berpemanis, dan insentif yang mendorong orang lebih mudah mendapatkan makanan segar.
Urbanisme juga berperan: ruang publik yang mendorong aktivitas fisik, ketersediaan fasilitas olahraga, dan kemampuan untuk mengakses pasar tradisional dapat menghentikan rantai kenyamanan instan yang selama ini merugikan kesehatan.
Tidak kalah penting dari aspek yang telah disebutkan sebelumnya, budaya juga memiliki aspek penting lain. Rekonstruksi budaya makan, yaitu mengembalikan makan sebagai ritual, momen bersama, dan praktik yang menghargai kualitas dan keseimbangan, dapat menjadi tameng terhadap prinsip konsumsi global.
Faktor-faktor yang dapat membantu mengubah kecenderungan makan orang, termasuk instruksi makanan sederhana di institusi pendidikan dan kampus, kampanye media yang mengintegrasikan cerita tentang gaya hidup sehat ke dalam gaya hidup kontemporer, dan promosi makanan lokal yang sehat.
Selain itu, kita harus menyadari bahwa individu tidak dapat dikatakan harus bertanggung jawab sepenuhnya. Banyak kaum muda yang bekerja keras, menghadapi tekanan waktu, dan tinggal di tempat di mana segalanya mudah dilakukan. Menyalahkan tanpa memperbaiki struktur yang memaksa mereka untuk membuat keputusan itu adalah naif.
Oleh karena itu, memberikan pilihan yang sehat, mudah, dan menarik adalah hasil dari intervensi kebijakan dan desain lingkungan. Dengan demikian, permasalahan menjadi tanggung jawab bersama alih-alih menimpakan kesalahan dan tanggung jawab hanya pada pelaku yang dalam hal ini kaum muda.
Mari membangun kesadaran bersama bahwa fenomena “remaja jompo” adalah panggilan untuk memecahkan normalisasi risiko yang ada dalam masyarakat kita. Tidak peduli seberapa manis rasanya di lidah, jika menyebabkan gula darah tinggi, kita tidak dapat berdiam diri apalagi menormalisasi hal ini.
Pendekatan holistik dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan ini dengan memperhatikan pengalaman tubuh kita. Penyusunan undang-undang perlindungan konsumen yang secara bijak mengatur keseimbangan antara kepentingan bisnis dan aspek kesehatan yang perlu diperhatikan.
Selain itu kampanye menciptakan kebiasaan makan yang mengutamakan kesehatan juga dapat ditempuh sebagai upaya menyelamatkan generasi penerus dari terjebak pada pola diet tidak sehat. Jika tidak, generasi yang seharusnya penuh dengan potensi akan membayar mahal untuk kesenangan sementara yang tampak aman.
Penulis adalah Mahasiswa S3 Ilmu Sosial FISIP UNAIR dan Dosen Bahasa dan Sastra Inggris FIB UNAIR
