Menaker Ingin "May Day" Jadi Perayaan Positif
...Bagaimana caranya membuat perayaan May Day yang bisa menjadi daya tarik wisata. Hal itu perlu dilakukan agar citra pergerakan buruh menjadi positif dan menarik, kata Menaker...
Jakarta (ANTARA Lampung) - Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri berharap perayaan Hari Buruh (May Day) yang identik dengan aksi demonstrasi yang negatif berubah menjadi perayaan yang lebih positif dan memiliki daya tarik wisata.
"Bagaimana caranya membuat perayaan May Day yang bisa menjadi daya tarik wisata. Hal itu perlu dilakukan agar citra pergerakan buruh menjadi positif dan menarik," kata Menaker saat memberi sambutan pada peluncuran buku Quo Vadis: Selintas Perjalanan Panjang Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia di Hotel Puri Denpasar, Jakarta, Selasa (26/4).
Hanif memberikan ide perayaan Hari Buruh diubah menjadi semacam karnaval yang akan disambut baik oleh masyarakat.
Dengan karnaval, kata Menaker, pesan yang disampaikan akan lebih mudah dimengerti khalayak karena penyampaiannya yang lebih menarik.
"Peringati May Day dengan karnaval budaya. Pertunjukan seni dan olahraga, seperti pementasan pencak silat yang di dalamnya bisa diselipkan pesan-pesan yang ingin disampaikan buruh. Jadi, perayaan May Day seperti ini lebih banyak pertunjukannya dan sedikit orasi," papar Hanif.
Ia mendorong agar buruh memanfaatkan May Day sebagai momentum untuk meningkatkan reputasi dari pergerakan buruh sehingga menjadi populer dan lebih kuat.
Menaker kemudian menyampaikan kekhawatiran karena partisipasi buruh dalam serikat pekerja/serikat buruh makin menurun.
Ia menyebut pada awal masa reformasi anggota serikat pekerja/serikat buruh mencapai delapan juta hingga sembilan juta orang. Namun, kini berkurang hingga hanya 2,7 juta orang.
"Jumlah serikat pekerja di tingkat perusahaan juga menurun dari 14.000-an menjadi 7.000-an," ujarnya.
Meski demikian, jumlah konfederasi dan federasi buruh malah bertambah menjadi 112. "Artinya, di atas bertambah tetapi di bawah berkurang. Padahal, kuncinya adalah yang di bawah atau buruh," ujarnya.
Menaker juga menginginkan agar gerakan buruh mengubah paradigma yang dipakai dari berlawanan dengan pemerintah menjadi bekerja sama dengan pemerintah dan dunia usaha.
Dengan paradigma kerja sama, buruh disebutnya bisa mengambil peranan yang lebih dan ikut serta menentukan arah kebijakan pemerintah. (Ant)
"Bagaimana caranya membuat perayaan May Day yang bisa menjadi daya tarik wisata. Hal itu perlu dilakukan agar citra pergerakan buruh menjadi positif dan menarik," kata Menaker saat memberi sambutan pada peluncuran buku Quo Vadis: Selintas Perjalanan Panjang Serikat Pekerja/Serikat Buruh Indonesia di Hotel Puri Denpasar, Jakarta, Selasa (26/4).
Hanif memberikan ide perayaan Hari Buruh diubah menjadi semacam karnaval yang akan disambut baik oleh masyarakat.
Dengan karnaval, kata Menaker, pesan yang disampaikan akan lebih mudah dimengerti khalayak karena penyampaiannya yang lebih menarik.
"Peringati May Day dengan karnaval budaya. Pertunjukan seni dan olahraga, seperti pementasan pencak silat yang di dalamnya bisa diselipkan pesan-pesan yang ingin disampaikan buruh. Jadi, perayaan May Day seperti ini lebih banyak pertunjukannya dan sedikit orasi," papar Hanif.
Ia mendorong agar buruh memanfaatkan May Day sebagai momentum untuk meningkatkan reputasi dari pergerakan buruh sehingga menjadi populer dan lebih kuat.
Menaker kemudian menyampaikan kekhawatiran karena partisipasi buruh dalam serikat pekerja/serikat buruh makin menurun.
Ia menyebut pada awal masa reformasi anggota serikat pekerja/serikat buruh mencapai delapan juta hingga sembilan juta orang. Namun, kini berkurang hingga hanya 2,7 juta orang.
"Jumlah serikat pekerja di tingkat perusahaan juga menurun dari 14.000-an menjadi 7.000-an," ujarnya.
Meski demikian, jumlah konfederasi dan federasi buruh malah bertambah menjadi 112. "Artinya, di atas bertambah tetapi di bawah berkurang. Padahal, kuncinya adalah yang di bawah atau buruh," ujarnya.
Menaker juga menginginkan agar gerakan buruh mengubah paradigma yang dipakai dari berlawanan dengan pemerintah menjadi bekerja sama dengan pemerintah dan dunia usaha.
Dengan paradigma kerja sama, buruh disebutnya bisa mengambil peranan yang lebih dan ikut serta menentukan arah kebijakan pemerintah. (Ant)