Stop Sebut Orang Rimba Tak Beradab

id Orang Rimba, Orang Kubu, Suku Anak Dalam

Jakarta (ANTARA Lampung) - Kegusaran aktivis Komunitas masyarakat adat Orang Rimba Bukit 12 Jambi, Mijak Tampung, tidak bisa ditutupi lagi tatkala orang masih saja merendahkan Orang Rimba dengan sebutan Orang Kubu atau Suku Anak Dalam tidak beradab, kotor dan kafir.

Ketua Kelompok Makekal Bersatu (KMB) ini tidak bisa diam seribu bahasa dan hanya satu kata yakni "lawan" dengan memberikan pengertian atau penjelasan kepada publik meski media massa turut memberikan kontribusi atas keberadaan mereka.

"Tentu saja ini sebuah kesalahan besar yang terus menerus disebarluaskan," kata Ketua Kelompok Makekal Bersatu (KMB) Mijak Tampung.

Mijak menjelaskan yang lebih menyedihkan lagi, penyamarataan ini bukan hanya dilakukan oleh masyarakat umum, tetapi media massa. ¿Dalam pemberitaannya, juga melakukan kesalahan yang sama,¿ katanya.

Masyarakat adat Orang Rimba Bukit 12, jika ada pihak masyarakat sekitar Jambi yang terlibat konflik dengan Suku Anak Dalam (SAD), tidak pandang bulu, menyamaratakan Orang Rimba atau SAD. Mereka yang tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa menjadi sasaran serang karena disamaratakan sebagai Suku Anak Dalam, katanya.

Dikatakan, tentu saja hal itu akan memperumit masalah dan semakin menambah luas wilayah konflik. Pemerintah Jambi sebaiknya mengimbau dimana titik-titik konflik yang kerap terjadi dan menindak dengan tegas siapa pemicu konflik tersebut.

"Orang Rimba Bukit 12 hidup di tengah hutan bukit dua belas, menjalankan adat istiadat dan keyakinannya," katanya.

Terkait dengan konflik antara Orang Singkut dengan warga Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi, ia menjelaskan Orang Singkut adalah sebutan dari Orang Rimba Bukit 12 untuk Suku Anak Dalam yang tinggal di sepanjang jalur lintas Sumatera dari Jambi ke arah Sumatera Barat juga Sumatera Selatan, mereka dahulu berasal dari Singkut, wilayah di Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Ketika hutan mereka sudah habis dirampas untuk keperluan program transmigrasi dan perkebunan sawit, Orang Singkut tinggal berpindah-pindah tempat di sepanjang lintas Sumatera (nomaden). Untuk bertahan hidup mereka berburu babi dan binatang buruan lainnya, mengumpulkan buah-buah sawit yang tercecer dan kerja-kerja lainnya yang mereka sanggup mengerjakannya.

Hubungan antara Orang Rimba Bukit 12 dan Orang Singkut hanya sekedar perkenalan biasa saja, berbeda dengan Orang Rimba Bukit 12 yang mendiami Taman Nasional Bukit 12 seluas 60.500 hektare, hubungan di antara mereka ada ikatan darah, walaupun tinggal dengan jarak yang jauh, hingga ratusan kilometer, katanya.

            Proses perdamaian
Komunitas masyarakat adat Orang Rimba Bukit 12 Jambi mengharapkan proses perdamaian antara Orang Rimba dengan warga Singkut pascakonflik tidak menutup proses hukum yang berlaku.

"Terkait proses rekonsiliasi dan perdamaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang berkonflik, tentu saja kami menyambut baik hal ini. Proses perdamaian ini adalah sebuah tindakan yang baik untuk menghentikan konflik yang terjadi. Tetapi proses perdamaian ini jangan sampai menutup proses hukum yang berlaku," kata Mijak Tampung.

Ia menambahkan mereka yang bersalah harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku, baik itu hukum adat Orang Rimba maupun hukum yang berlaku di negara ini.

Mereka yang meludah dan melecehkan Orang Singkut, mereka yang menyerang, membakar rumah, sepeda motor dan harta benda Orang Singkut, ¿Demikiran juga Orang Singkut yang melakukan penembakan hingga menimbulkan korban jiwa, semuanya harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku,¿ katanya.

KMB berharap kejadian konflik itu tidak terjadi lagi di kemudian hari. "Harapan kami Orang Rimba di manapun berada dapat hidup berdampingan dengan masyarakat sekitar secara harmonis," katanya.

Pertikaian memang bukan pertama kalinya terjadi di Merangin, hampir setiap tahun terjadi dan seringkali menimbulkan korban jiwa dan kerugian materil. Hal ini terjadi karena terbatasnya informasi antara masyarakat desa dan orang Singkut. Dengan banyaknya konflik yang terjadi maka banyak orang beranggapan Orang Rimba semuanya jahat.

Sementara, Orang Dalam dan warga Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi, akhirnya sepakat berdamai setelah terlibat bentrok yang menewaskan satu warga Kungkai karena terkena senapan kecepek milik warga SAD.

Perdamaian itu terjadi setelah dimediasi Bupati Merangin Al Haris, Kapolda Brigjen Pol Lutfi Lubihanto, Danrem 042/Gapu Jambi Kol Inf Makmur, Kapolres Merangin AKBP Munggaran, Dandim 0420/Sarko Letkol Inf Budiawan Basuki dan Kajari Bangko Sri Respatini serta Sekda Merangin Sibawaihi.

"Alhamdulillah setelah dipertemukan di ruang Pola Kantor Bupati, telah ada enam poin kesepakatan damai antara kedua belah pihak," kata Bupati Merangin, Al Haris di Merangin, Kamis.

Poin pertama, kata Bupati, kedua belah pihak sepakat menjaga perdamaian dan tidak saling serang. Poin kedua yakni kedua belah pihak akan menghargai proses hukum yang sedang dilakukan oleh pihak Polri.

Poin ketiga, lanjut Bupati lagi, kedua belah pihak tidak akan membawa senjata (Kecepek) dan senjata tajam lainnya di tempat-tempat umum yang akan membahayakan masyarakat lain.

"Kita sangat lega, karena kedua belah pihak juga sanggup mematuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku dan bersedia menerima saksi, jika melanggar," ujar dia.

Poin selanjutnya, apabila ada permasalahan sekecil apapun, maka akan diselesaikan secara musyarawarah mufakat oleh tokoh masyarakat dan Tumenggung SAD setempat. Sementara poin terakhir warga SAD bersedia membayar hukum adat.

"Luko dipapeh, mati dibangun (luka dipapah mati dibangun). Ini sesuai dengan hukum adat Kabupaten Merangin," kata Bupati menjelaskan.

Usai pertemuan berujung damai yang dihadiri berbagai elemen masyarakat tersebut, juga dilakukan penyerahan tiga unit senjata (Kecepek) dari Orang Rimba ke Polres Merangin.