Kantor Berita ANTARA dan Proklamasi Kemerdekaan

id Kantor Berita ANTARA dan Proklamasi Kemerdekaan

Kantor Berita ANTARA dan Proklamasi Kemerdekaan

LKBN ANTARA 13 Desember 2013 akan berusia 76 tahun.

Kantor Berita Antara dan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia bagaikan dua saudara kembar yang tak bisa dipisahkan. Di mana ada Republik Indonesia di sana pula ada Antara.

Sebab itu, ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan menjadi begitu bersejarah bagi Antara, demikian pula sebaliknya.

Antara yang sejak berdirinya pada 13 Desember 1937 sudah membawa misi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia beriringan dengan aspirasi para pemuda pejuang pada Kongres Pemuda 1928 yang mengikrarkan satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air, berjalan saling beriringan.

Karena itu ketika tiba waktunya Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah Antara yang merasa berkewajiban menyebarluaskan teks Proklamasi itu ke seluruh penjuru dunia.

Pendiri sekaligus pemimpin bangsa Adam Malik melukiskan peristiwa bersejarah itu dalam buku otobiografinya seperti berikut :

"Pada 15 Agustus 1945 Jepang menyerah. Bung Karno masih saja belum bersedia memberikan komando. Keesokan harinya menjelang sahur tanggal 16 Agustus, Sukarni dengan bantuan anggota PETA menculik Bung Karno dan Bung Hatta, membawa mereka ke Rengasdengklok. Saya sendiri tidak ikut dalam rombongan penculik kedua pemimpin itu dan tetap berada di Jakarta untuk menyiarkan berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dari Rengasdengklok yang sudah kami rencanakan itu ke seluruh pelosok dunia melalui kantor berita Jepang DOMEI."

"Belum juga ada berita dari Sukarni! Belakangan saya dengar dari Sukarni setelah dia kembali bersama rombongan Bung Karno-Bung Hatta, bahwa di Rengasdengklok Bung Karno tetap berkepala batu, tidak mau memproklamasikan kemerdekaan di tengah-tengah rakyat Rengasdengklok, malahan Bung Karno sempat membisikkan ke telinga Sukarni bahwa hari baik untuk hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bukan tanggal 16 Agustus, tapi harus jatuh pada tanggal 17 Agustus bersamaan dengan datangnya hari Jumat Legi. Kandaslah Sukarni".

Itulah momen ketegangan yang berakhir anti-klimaks. Dan sementara itu di Jakarta, tepatnya di rumah dinas pemimpin Tentara Jepang Laksamana Maeda sudah dipersiapkan pertemuan untuk persiapan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus. Dengan konsep teks proklamasi yang sedang diorat-arit untuk mencari kalimat, kata yang tepat: singkat-padat dan meyakinkan!

Tibalah kemudian momen ketegangan kedua menjelang diucapkannya teks proklamasi di mana Adam Malik bersama kawan-kawan di kantor berita Jepang Domei kembali merencanakan secara rahasia penyiaran teks proklamasi itu ke seluruh dunia.

Kembali Adam Malik menguraikan dalam bukunya itu tentang detik-detik yang menegangkan itu rencana proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia oleh Sukarno-Hatta. Kini, tempatnya pun sudah ditetapkan yaitu di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, sebagai berikut :

"Larut malam tanggal 16 Agustus kami berkumpul di rumah Laksamana Maeda dan menyaksikan Bung Karno dan Bung Hatta menandatangani naskah proklamasi kemerdekaan kita. Menurut rencana naskah itu akan dibaca Bung Karno pada jam 10 pagi tanggal 17 Agustus. Malam itu tak seorang pemuda pun dari kelompok radikal yang tidur. Semua jaga! Saya sendiri sudah mengantongi salinan naskah proklamasi kemerdekaan itu. Keesokan harinya naskah itu saya bacakan melalui telepon kepada Asa Bafagih, anggota redaksi Antara, supaya disiarkan Antara dengan instruksi pendek : "Jangan sampai gagal!".

"Jam sepuluh pagi tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno didampingi Bung Hatta dan beberapa pejuang kemerdekaan termasuk Yu Tri (Trimurti, sekretaris Bung Karno) membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tidak lama kemudian, berkat keberanian saudara Panghulu Lubis dari Antara menyelipkan teks Proklamasi ke dalam morsecast DOMEI, maka dengan tangan markonis Wua dan dijaga oleh markonis Sugirin, berkumandangkan ke seluruh dunia BERITA BAHWA INDONESIA SUDAH MERDEKA."

Ke Yogyakarta


Dikenal dengan istilah "hijrah", pemerintah Indonesia pun pindah ke Yogyakarta karena situasi di Jakarta mulai kurang kondusif. Tidak mau berpisah, Antara pun memutuskan untuk ikut hijrah ke Yogyakarta dan menjadikan kota itu sebagai kantor pusat, dari mana Antara menyiarkan berita-beritanya ke segala penjuru. Itu terjadi Desember 1945.

Yang paling berkesan dari hubungan emosional pemerintah dan Antara adalah ketika Antara mulai menyiarkan berita-beritanya ke luar negeri. Peristiwa penting ini disaksikan langsung oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Adalah redaktur senior desk Inggris Mohamad Basri, yang mengirimkan sinyal ke luar negeri "Ini adalah kantor berita nasional Antara. Semua berita yang disiarkannya boleh dikutip tanpa membayar", dalam bahasa Inggeris. Selesai menyaksikan itu, Bung Karno berkomentar kepada Bung Hatta: "Boleh juga, ya".

Banyak peristiwa penting yang diliput dan disiarkan Antara dalam rangka perjuangan kemerdekaan. Di antaranya, pidato tokoh Betawi Mohamad Husni Thamrin di Volksraad (parlemen) yang mengecam pedas tindakan pemerintah kolonial Belanda mengasingkan Bung Karno ke Ende dan jatuh sakit karena malaria.

Thamrin menuntut agar Bung Karno segera dikirim kembali ke Jakarta. Walau pun mendapat respons Belanda, tapi Bung Karno tidak dikembalikan ke Jakarta melainkan dikirim ke Bengkulu. Kedua peristiwa ini diliput dan disiarkan Antara sebagai berita penting. Dan tentu saja masih banyak peristiwa penting lainnya.

Antara berjalan dengan penuh kendala terutama di sektor keuangan. Berbagai usaha dilakukan untuk menghimpun dana melalui surat kabar yang berlangganan dan membentuk badan hukum perseroan terbatas (PT/NV). Dalam keadaan seperti itu, pemerintah turut turun tangan dengan memberikan bantuan dana agar Antara masih bisa tetap beroperasi. Inilah tanda rasa sayang pemerintah terhadap Antara.

Di saat-saat paling sulit karena konflik politik Antara pada 1962 "dirangkul" untuk berada di bawah kekuasaan militer, peperti alias Penguasa Perang Tertinggi di bawah Presiden Sukarno yang juga merangkap sebagai Panglima Tertinggi ABRI (kini TNI-Red).

Dan pada akhirnya pada 1962 Antara resmi menjadi lembaga kantor berita Nasional di bawah langsung Presiden. Demikian juga dalam era Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Kini pun statusnya berubah menjadi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai Perusahaan Umum (Perum) di bawah koordinasi Kementerian BUMN, tepatnya pada Juli 2007.

Semua ini membuktikan, bahwa Antara memang tidak akan terpisahkan dari rangkulan pemerintah dan berjalan seiring sejalan!.

*) Mantan Direktur Keuangan Antara dan wartawan senior.


Pewarta :
Editor : Hisar Sitanggang
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.