Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta digelar Rabu, dan diperkirakan terjadi persaingan di antara enam pasangan calon.
Menjelang pilkada itu, para calon kerap muncul di media massa atau media massa yang memanfaatkan momentum, untuk mengangkat pemberitaan tentang aktivitas para calon kepala daerah di ibu kota negara itu.
Ternyata, dalam pemberitaan tentang para calon itu, masih banyak media massa yang menunjukkan gejala ketidakberimbangan dalam meliput Pilkada DKI Jakarta.
Ini merupakan hasil temuan riset Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengenai "Independensi Media dalam Peliputan Pemilukada DKI Jakarta 2012", terhadap 1.322 berita selama periode kedua riset yang berlangsung 16-30 Juni 2012.
Riset ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan analisis isi sederhana dengan sampel 16 media.
Ke-16 media itu, meliputi empat media online (Detik.com, Kompas.com, Vivanews, dan Okezone), empat media cetak nasional (Kompas, Koran Tempo, Republika, dan Suara Pembaruan), empat media cetak lokal (Pos Kota, Warta Kota, Indopos, dan Koran Jakarta), dan empat televisi (RCTI, MetroTV, TVOne, dan JakTV).
Hasil riset periode dua ini mengungkapkan penulisan berita satu sisi menjelang Pilkada DKI meningkat, dibandingkan periode pertama.
Kali ini pemberitaan yang satu sisi berjumlah 995 berita (75,2 persen), dibandingkan dengan pemberitaan dua sisi sejumlah 189 berita (14,3 persen), sedangkan yang lebih dari dua sisi hanya ada 116 berita (8,7 persen).
Pada periode sebelumnya, dari 675 berita yang diteliti, terdapat 479 berita satu sisi (71 persen), 150 berita dengan dua sisi pemberitaan (22,2 persen), dan 45 berita lebih dari dua sisi (6,7 persen).
Kontribusi paling besar terhadap pemberitaan satu sisi datang dari media online yang total berjumlah 794 berita (60 persen), diikuti oleh media lokal 142 berita (10,7 persen), lalu media nasional 33 berita (2,4 persen), serta 26 berita di televisi nasional (2 persen).
Dalam masalah keberimbangan berita, ternyata hanya 235 berita (17,8 persen) yang seimbang, sementara berita yang tidak seimbang jumlahnya mencapai 531 berita (40,1 persen).
Jumlah berita yang tidak seimbang ini meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang mencatat 235 berita (34,8 persen) tidak berimbang, dan 160 berita berimbang (23,7 persen).
Hasil riset menunjukkan kecenderungan sejumlah media dalam meliput kandidat tertentu. Misalnya saja dalam memberitakan kandidat secara tunggal, tanpa kandidat lainnya. Kandidat Fauzi Bowo mencatat jumlah pemberitaan tunggal yang paling besar (186 berita - 14,06 persen) diikuti dengan Jokowi (154 berita - 11,65 persen), kemudian Alex Noerdin (133 berita - 10,06 persen).
Hasil ini berbeda dibandingkan periode sebelumnya. Riset periode satu yang berjalan sebelum memasuki masa kampanye itu menunjukkan, kandidat Joko Widodo, juga Hidayat Nurwahid, serta Alex Noerdin mencatat jumlah pemberitaan yang sama (69 berita secara tunggal - masing-masing mencatat 19,3 persen), diikuti dengan Fauzi Bowo (62 berita - 17,3 persen), kemudian Hendarji (46 berita - 12,8 persen) serta Faisal Basri (42 berita - 11,7 persen).
Riset ini juga menganalisis nada berita terhadap kandidat.
Pada periode penelitian ini, perolehan berita dengan nada yang positif dikumpulkan oleh kandidat Hendarji (121 berita - 9,1 persen), lalu Alex Noerdin (109 berita - 8,2 persen), dan Joko Widodo (102 berita - 7,7 persen).
Sebaliknya, nada berita negatif paling banyak meliputi pemberitaan kandidat Fauzi Bowo (30 berita - 2,2 persen), kedua Joko Widodo (21 berita - 1,5 persen), dan Hidayat Nurwahid (13 berita - 1 persen).
Menyikapi hasil temuan riset tersebut, Ketua AJI Jakarta, Umar Idris mengatakan, patut disayangkan banyak media belum berimbang dan hanya memberitakan dari satu sisi. Media perlu memperbaiki kualitas beritanya lagi, karena sebagian besar pemilih pilkada mengakses media untuk menentukan pilihannya.
