BNI: Ekonomi Indonesia stabil meski hadapi risiko resesi global

id BNI,Resesi Global,Pertumbuhan Ekonomi,Perbankan,Resesi dunia, komoditas Lampung,OTT Rektor Unila

BNI: Ekonomi Indonesia stabil meski hadapi risiko resesi global

Tangkapan layar - Mantan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam SOE International Conference yang dipantau di Jakarta, Selasa (18/10/2022). ANTARA/Youtube Kementerian BUMN RI/pri. (ANTARA/Youtube Kementerian BUMN RI)

Jakarta (ANTARA) - Komisaris Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk atau BNI yang juga merupakan Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2013-2018 Agus Martowardojo mengatakan ekonomi Indonesia masih stabil meski menghadapi risiko resesi global.

Indonesia masih berada dalam kondisi lebih baik dibanding negara-negara lain. Kinerja ekonomi nasional justru tampak semakin menguat, utamanya didorong oleh tren positif pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga di sekitar 5 persen, stabilitas nilai tukar, serta inflasi yang masih sangat terkelola.

“Ini menunjukkan bahwa stabilitas domestik terbukti masih kuat dengan fundamental ekonomi yang semakin kuat,” kata Agus dalam SOE International Conference, seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.

Agus menilai kondisi perbankan di Indonesia saat ini sangat baik karena memiliki permodalan yang kuat dengan penerapan manajemen risiko yang semakin baik. Bahkan, pemerintah masih yakin pertumbuhan ekonomi 2022 mampu menembus angka 5 persen karena konsumsi nasional yang kuat serta kinerja ekspor yang semakin baik.

Meski terdapat potensi inflasi yang meningkat, kinerja ekspor yang semakin kuat akan membuat kestabilan mata uang, yang juga berdampak pada kestabilan ekonomi dalam negeri.

Ia berpendapat dukungan kebijakan fiskal dan moneter sejauh ini telah mampu mendorong ekonomi pulih dari pandemi COVID-19. Meski menghadapi tantangan yang berat, otoritas fiskal dan moneter telah mampu menjalankan kebijakan pre-emptive dan forward-looking yang sangat baik.

“Namun, memang dengan banyaknya otoritas moneter dunia seperti Bank Sentral Amerika Serikat, Bank Sentral Eropa, dan Bank Sentral Inggris yang nampak memperketat kebijakan, sehingga terus menekan mata uang negara berkembang. Kerja ke depan semakin tidak mudah,” tuturnya.

Ke depan, sambung dia, keseimbangan antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter perlu terus dijaga untuk membuat struktur ekonomi yang tengah mengalami pertumbuhan semakin kuat.