Pembangunan desa terpengaruh dengan adanya literasi digital bagi masyarakat di desa, sehingga dengan adanya Program Smart Village, salah satunya di Desa Cintamulya, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lampung Selatan dapat menjadi kunci percepatan pembangunan desa.
Percepatan pembangunan desa dengan memanfaatkan digitalisasi teknologi dalam setiap pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan badan usaha milik desa (BUMDes) sebagai salah satu sarana pembiayaan atau agen Lakupandai.Program Smart Village yakni menggabungkan digitalisasi teknologi dengan pengembangan sumber daya alam yang ada, dapat mendukung perekonomian dan kesejahteraan masyarakat desa.
"Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Lampung mendorong pendirian agen Lakupandai di setiap desa daerah ini (Lampung, Red) guna memajukan dan menyejahterakan warga," kata Kepala OJK Provinsi Lampung Bambang Hermanto.
Kehadiran agen Lakupandai atau agen layangan keuangan ini masyarakat bisa melakukan transaksi apa pun terkait keuangan perbankan. Bahkan, agen ini dapat melayani masyarakat hingga 24 jam atau tak tebatas dengan jam operasional perbankan atau perkantoran.
Bambang mencontohkan masyarakat dapat dilayani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti di toko kelontongan, penjual kartu perdana, dan bahan kebutuhan lainnya, bahkan BUMDes sendiri bisa menjadi agen Lakupandai.
Dari sekitar 2.432 desa di Provinsi Lampung, tinggal 100-an desa yang belum memiliki agen Lakupandai.
Dengan sistem administrasi pemerintahan desa berbasis digital pada Program Smart Village juga diharapkan dapat mendukung perkembangan layanan keuangan di desa.
Kepala OJK Provinsi Lampung itu mengatakan salah satu kunci untuk menuju desa mandiri sejahtera adalah melalui pengembangan potensi dan fasilitasi bisnis desa, perluasan akses keuangan dan digitalisasi desa di antaranya melalui One Stop Service BUMDes.
Layanan keuangan di One Stop Service BUMDes antara lain pembentukan pusat literasi dan edukasi keuangan, akselerasi pembentukan kelompok/komunitas usaha desa, akselerasi penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit mikro dan asuransi mikro, fasilitasi pendirian Galeri Investasi, lembaga keuangan mikro, dan agen Lakupandai serta pemanfaatan market place UMKMMU dan BUMDes digital.
Salah satu bentuk program yang mendukung pendirian One Stop Service BUMDes yang dilaksanakan bersama Pemprov Lampung adalah One Village One Agent (OVOA).
"Melalui TPAKD, program OVOA ini dipercepat kehadiran dan penyebaran di seluruh desa/kelurahan. Salah satu cara menghadirkan satu agen di satu desa adalah dengan mendorong BUMDes sebagai agen Lakupandai," katanya lagi.
Masih terdapat beberapa wilayah desa yang belum dapat dilayani dengan agen Lakupandai, karena masalah jaringan internet yang belum tersedia dengan baik dan memadai.
"Ini yang perlu didorong bersama-sama oleh semua pihak termasuk OJK, pemerintah daerah, dan provider penyedia jaringan internet untuk menghadirkan layanan keuangan digital di pedesaan," kata Bambang.
Berdasarkan kunjungan, beberapa kegiatan usaha mikro kecil menengah (UMKM) atau usaha rumahan di Desa Cintamulya terlihat sudah berjalan dengan hadirnya agen Lakupandai, yaitu Sale Pisang Cavendish dan Masker Pati Bengkoang.
Masker Bengkuang
Desa Cintamulya punya karakteristik desa yang berbeda dibandingkan desa-desa yang lain di Kecamatan Candipuro.
Desa ini boleh dikatakan desa pendidikan dan pesantren. Di desa ini mempunyai lima lembaga pondok pesantren dan 5 lembaga pendidikan formal setingkat SD, SMP, SMK atau MA.
Desa ini juga terkenal dengan pertaniannya. Hampir 70 persen warga menggantungkan mata pencaharian dengan hasil bertani, dan sisanya bergerak UMKM yang saat ini sedang tumbuh dan berkembang terlebih dengan hadirnya Program Desa Inklusi.
Kelompok tani (poktan) Agroentrepreneur Desa Cintamulya, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan berhasil membuat masker dari pati bengkuang.
"Kami berkolaborasi dengan Institut Teknologi Sumatera (Itera) membuat masker dari pati bengkuang," kata Penggerak Pemuda Desa Cintamulya, Hartanto, di Desa Cintamulya, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan, Selasa (30/11).
Pihaknya bersama Program Studi Teknologi Pangan Institut Teknologi Sumatera (Itera) menginisiasi pembuatan masker tersebut.
Permasalahan awal dari pembuatan produk ini, yaitu murahnya harga jual bengkuang yang dihasilkan dari petani di Desa Cintamulya ini.
Hartanto yang juga Koordinator Program Desa Cerdas (Smart Village) Desa Cinta Mulya itu mengatakan saat ini harga bengkuang sekitar Rp4.000 per ikat.
Sementara produksi bengkuang di Desa Cintamulya cukup besar mencapai sekitar 9 ton per hari.
"Sebagian besar bengkuang dikirim ke Jakarta. Sisanya dijual ke sejumlah pasar di Lampung Selatan dan Kota Bandarlampung," ujarnya.
Melihat produksi komoditas bengkuang yang cukup besar itu, akan lebih baik membuat produk yang lebih bernilai dari segi ekonomi.
Akhirnya, berkat bimbingan dari Itera, proses pembuatan masker dari pati bengkuang sekitar beberapa bulan lalu dapat berlangsung hingga sekarang.
Proses awal pembuatan masker ini juga ditemani oleh teman-teman mahasiswa KKN Itera dari berbagai macam program studi.
Terkait pemasaran, ia mengaku masih terbatas di lingkungan sekitar desa dan kecamatan saja.
"Mudah-mudahan setelah mendapatkan izin dari BPOM, kami akan memperluas pemasarannya," kata dia.
Harga masker ini juga tergolong cukup murah sekitar Rp8 ribu hingga Rp10.000 per bungkus.
Masker ini dapat digunakan untuk berbagai kalangan usia, baik remaja ataupun dewasa karena tidak menimbulkan efek samping selama digunakan dalam takaran yang wajar.
Penggunaan masker ini terbilang mudah, hanya dengan mencampurkan air di wadah yang bersih lalu oleskan ke wajah atau daerah kulit lainnya yang terlihat kusam. Air bisa digantikan dengan madu dalam proses pencampurannya jika ingin mendapatkan hasil yang maksimal.
Diharapkan masker ini mampu menjadi salah satu produk unggulan yang berkelanjutan untuk Desa Cintamulya dan mendapatkan nilai ekonomi bagi masyarakat setempat.