Melongok Rumah Sakit Gajah Way Kambas Lampung

id RS Gajah Way Kambas, RS Gajah, TWWK, Hutan Way Kambas, Konservasi Gajah Way Kambas

Melongok Rumah Sakit Gajah Way Kambas Lampung

RS Gajah di Way Kambas Lampung Timur. (FOTO: ANTARA Lampung/Ist-Dok. TSI)

Estimasi populasi tahun 2007 adalah antara 2.400-2.800 individu, namun kini diperkirakan telah menurun jauh dari angka tersebut karena habitatnya terus menyusut dan pembunuhan yang terus terjadi.
Lampung Timur (ANTARA Lampung) - Belasan gajah sumatera yang sakit di Pusat Konservasi Gajah Taman Nasional Way Kambas (PKG TNWK) Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung setahun terakhir telah memiliki rumah sakit untuk perawatan memadai.

Rumah sakit khusus perawatan gajah tersedia di TNWK, dan hingga saat ini menjadi satu-satunya RS gajah di Indonesia--bahkan mungkin saja di dunia--yang didukung adanya dokter, perawat maupun peralatan medis yang diperlukan.

RS Gajah Prof Dr Ir Rubini Atmawidjaja di PKG Way Kambas Lampung sudah berdiri sejak 5 November 2015 lalu.

Peresmian RS gajah hampir setahun lalu itu, berbarengan menyambut kepulangan "Harapan" badak sumatera bercula dua dari Cincinnati, Amerika Serikat ke habitat aslinya di hutan TNWK Lampung itu pula.

RS gajah ini sebagai sarana pendukung konservasi, edukasi, dan penelitian yang lengkap dan terdepan untuk satwa gajah asia, terutama gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus).

Bangunan untuk RS itu mulai disiapkan pengerjaannya sejak awal tahun 2012 itu, juga dilengkapi dengan beberapa fasilitas seperti laboratorium, ruang periksa, gudang pakan, Mahout Guest House, kolam air minum gajah, dan lain-lain.

Pembangunan sarana konservasi satwa besar Indonesia itu merupakan kerja sama Taman Safari Indonesia (TSI) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Australia Zoo. TSI telah terlibat dalam dunia konservasi gajah sumatera sejak 30 tahun yang lalu melalui Operasi Ganesha, Pembangunan Pusat Konservasi Gajah, dan lainnya.

TSI juga terus bekerjasama dengan Australia Zoo dalam pendataan studbook gajah. Pendataan tersbut dilakukan dengan menggunakan transponder maupun foto identitas sehingga sistemnya sama seperti e-KTP penduduk Indonesia.

Saat ini, gajah yang berada di captivity atau di luar habitat di seluruh Pusat Latihan Gajah (PLG) di Sumatera maupun di Perhutani, serta kebun binatang di seluruh Indonesia tercatat 482 ekor.

Peresmian RS Gajah itu dilakukan oleh Tachrir Fathoni selaku Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian LHK RI itu, dan diakhiri dengan peninjauan gedung RS tersebut.

Direktur TSI Tony Sumampau mengatakan bahwa nama Rubini Atmawidjaja sengaja dipilih sebagai penghargaan dan rasa terima kasih atas dukungan tiada henti yang telah diberikan untuk konservasi gajah sumatera. "Semoga kami dapat mewarisi semangat beliau dalam mendukung konservasi satwa endemik Indonesia ini," ujar Tony pula.

Kini, hampir setahun kemudian, keberadaan RS Gajah Prof Dr Ir Rubini Atmawidjaja di PKG Way Kambas itu dimungkinkan akan dikembangkan untuk satwa lainnya.

Jadi, tak hanya sarana perawatan, pengobatan, pencegahan penyakit dan rehabilitasi gajah, kata drh Dedi Candra, dokter di RS Gajah itu, di Lampung Timur, akhir pekan lalu.

Menurutnya, saat ini RS gajah itu masih sebatas diperuntukkan menangani satwa gajah di TNWK, namun ke depannya RS ini diharapkan bisa menangani satwa-satwa liar dan langka lainnya selain gajah itu.

Dia mengatakan, sejumlah fasilitas telah dimiliki RS itu, di antaranya alat pengecek darah, pengecek urine dan kotoran, juga peralatan USG dan sejumlah peralatan lainnya. Secara umum rumah sakit gajah ini tidak ubahnya sebuah rumah sakit yang menangani manusia.

"Rumah sakit gajah ini sudah sesuai standar rumah sakit, semuanya sudah terpenuhi, hanya peralatan rontgen atau X-ray saja yang belum ada, karena X-ray membutuhkan listrik yang cukup besar sementara kami masih menggunakan listrik generator," katanya lagi.

Rumah sakit gajah ini mempunyai dua orang dokter dan beberapa perawat atau paramedis yang membantu tugas kedua dokter hewan ini.

Tapi jumlah dokter dan perawat itu masih jauh dari harapan ideal kebutuhan dokter dan perawat sebuah rumah sakit, katanya lagi.

Selanjutnya, menurut dia, penanganan gajah di rumah sakit itu bukan hanya sebatas gajah jinak saja, tapi juga bagi gajah liar yang ditemukan terluka dan terkena penyakit di hutan TNWK.

"Peruntukan utama rumah sakit gajah ini karena berada di pusat konservasi gajah, sehingga kami fokuskan dulu untuk perawatan 65 ekor gajah jinak di TNWK," katanya pula.

Ia menjelaskan, penanganan yang diberikan bagi gajah itu seperti perawatan, pencegahan penyakit, pengobatan serta rehabilitasi gajah.

"Intinya yang diterapkan di rumah sakit seperti langkah pencegahan yang diberikan kepada gajah berupa pemberian obat cacing, vitamin, antitetanus, dan langkah perawatan lain sesuai kasus yang ada," katanya lagi.

Sejumlah kasus penyakit gajah yang sering ditangani di RS ini, seperti kasus luka dan gangguan pencernaan, sedangkan kasus satwa evakuasi di antaranya luka-luka, dehidrasi, kekurangan nutrisi dan gajah dalam kondisi lemah.

"Untuk kasus gajah lemah sementara masih direhabilitasi di rumah sakit gajah ini, karena belum ada ruang karantina khusus. Seharusnya ada ruang karantina khusus," kata dia lagi.

Dedi menyatakan, keberadaan rumah sakit gajah ini membantu sebagai sarana pendukung konservasi, edukasi, dan penelitian yang lengkap untuk satwa gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) di TNWK.

"Adanya rumah sakit gajah ini sangat membantu bagi gajah-gajah ini terutama dari sisi konservasi meski diakui masih ada kekurangan di sana-sini," ujarnya pula.

TNWK adalah satu dari dua taman nasional (selain TN Bukit Barisan Selatan/TNBBS) yang berlokasi di Provinsi Lampung yang memiliki flora dan fauna eksotis hutan hujan tropis jenis langka dan dilindungi di dunia.

Di hutan TNWK terdapat pusat penyelamatan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan badak sumatera bercula dua (Dicerorhinus sumatrensis) yang mendapatkan dukungan dunia konservasi internasional.

TN Way Kambas adalah tempat pusat latihan gajah-gajah sumatera dan merupakan pusat latihan gajah pertama di Indonesia. Di tempat ini gajah-gajah liar sumatera dilatih dan dididik untuk bisa tampil dalam pertunjukan seperti permainan sepak bola, berenang, dan lain sebagainya, juga untuk berinteraksi dengan pengunjung yang dapat menunggangi gajah jinak terdidik dan terlatih itu pula.

TNWK diumumkan/dinyatakan oleh Menteri Pertanian tahun 1982, dan ditunjuk oleh Menteri Kehutanan SK No. 14/Menhut-II/1989 dengan luas 130.000 ha yang berlokasi di Kecamatan Way Jepara, Labuan Meringgai, Sukadana, Purbolinggo, Rumbia, dan Seputih Surabaya Kabupaten Lampung Tengah (kini dimekarkan pula menjadi Kabupaten Lampung Timur), Provinsi Lampung.

Kawasan ini mempunyai temperatur udara berkisar 28-37 derajat Celsius, curah hujan 2.500-3.000 mm/tahun, dan ketinggian tempat ini sekitar 0-60 m dari permukaan laut (dpl).

TNWK yang berada di sebelah utara Provinsi Lampung ini identik dengan gajah, walaupun TN ini juga menjadi tempat hidup (habitat) satwa langka seperti badak, harimau sumatera serta hewan langka di dunia lainnya.

TNWK sudah ditetapkan sebagai taman nasional oleh Menteri Kehutanan dengan SK No.: 670/Kpts-II/1999 itu merupakan taman nasional yang sudah terkenal ke mancanegara.

          Taman Warisan ASEAN
Belakangan, TNWK juga telah dikukuhkan sebagai ASEAN Heritage Park ke-36 di Asia Tenggara/ASEAN atau ke-4 di Indonesia pada 27 Juli 2016.

Penetapan TNWK sebagai kawasan perlindungan terpilih di wilayah ASEAN itu ditandai dengan penyerahan sertifikat AHP oleh Executive Director ASEAN Centre for Biodiversity Y Roberto V Oliva kepada Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tachrir Fathoni, dilanjutkan dengan penandatanganan prasasti TNWK sebagai AHP dan peresmian Pusat Informasi Badak Sumatera, serta penandatanganan Gerakan Indonesia Celebrity Biodiversity.

Peresmian TNWK sebagai AHP ditandai pula dengan pelepasan dua elang Sumatera, sejumlah burung, dan seekor siamang ke habitat aslinya di TNWK

Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Sutono pada pembukaan pertemuan ASEAN Heritage Park Committee V, di Bandarlampung, Senin (25/7), mengatakan bahwa penetapan sebuah kawasan menjadi ASEAN Heritage Park merupakan sebuah kehormatan tersendiri, dan tahun ini penghargaan itu diterima oleh TNWK Lampung.

Ia menyebutkan, selain terpilih sebagai "ASEAN Heritage Park" ke-36 atau yang ke-4 di Indonesia, pelaksanaan pertemuan kelima Komite tersebut digelar di Provinsi Lampung, pada 25 hingga 27 Juli 2016.

Menurut Sutono, ASEAN Heritage Park merupakan kawasan perlindungan terpilih di wilayah ASEAN yang dikenal dengan keanekaragaman hayati dan ekosistem yang unik dan mempunyai nilai yang tinggi.

ASEAN Heritage Park diberikan sebagai bentuk penghargaan yang tinggi terhadap pentingnya kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi.

Sutono menjelaskan, selain terdapat pusat konservasi gajah, di Taman Nasional Way Kambas ada pula Suaka Rhino Sumatera (SRS) yang merupakan satu-satunya lokasi tempat pengembangbiakan badak Sumatera secara semialami di Asia atau dunia.

TNWK mempunyai luas 125.621,3 hektare, dan secara administratif pemerintahan terletak di Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung. TNWK merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera.

Kendati sempat dihentikan, di TNWK pengunjung bisa menikmati atraksi gajah yang sudah terlatih untuk menari, berjoget dengan iringan musik, sepak bola gajah, mengalungkan bunga, berjabat tangan, dan berenang. Pengunjung pun bisa menunggang gajah-gajah ini dengan membayar sejumlah tarif tertentu.

Gajah-gajah di taman nasional itu tidak berada dalam kehidupan liar yang sebenarnya, mengingat mereka semua berada dalam program pelatihan gajah. Gajah-gajah yang masih liar dijinakkan dan dilatih di Pusat Pelatihan/Konservasi Gajah Way Kambas yang didirikan untuk mengatasi masalah gajah liar yang kehidupannya terdesak karena habitatnya digunakan untuk ladang pertanian.

Selain pusat latihan gajah, TNWK memiliki Suaka Rhino Sumatera (SRS) yang merupakan satu-satunya tempat pengembangbiakan satwa liar badak sumatera di Indonesia.

SRS merupakan satu-satunya lokasi tempat pengembangbiakkan badak sumatera secara semialami di Asia atau mungkin dunia. TNWK juga merupakan pusat penelitian penyelamatan badak sumatera di habitat aslinya serta penelitian populasi harimau sumatera. Beberapa waktu lalu, telah lahir dua ekor anak badak sumatera dari penangkaran badak di SRS TNWK ini.

Paket wisata safari gajah juga ditawarkan bagi pengunjung, sehingga berkesempatan merasakan sensasi berkeliling menunggangi gajah jinak di dalam hutan ini.

Perjalanan menuju TNWK, dapat ditempuh melalui rute utama dari ibu kota Provinsi Lampung, Bandarlampung ke Metro-Labuhanratu (sekitar 100 km) menggunakan mobil dengan waktu tempu sekitar 2 jam untuk perjalanan darat.

Sedangkan dari Bandara Radin Inten II di Branti, Lampung Selatan menuju Metro-Labuhanratu (sekitar 88 km), dengan menggunakan mobil sekitar 1,5 jam perjalanan melalui perjalanan udara.

Kemudian melalui jalur pelayaran dari Pelabuhan Merak (Banten) ke Pelabuhan Bakauheni-Panjang-Sribawono-Labuhanratu (sekitar 1.882 km) perjalanan menggunakan mobil dapat ditempuh sekitar 3 jam atau jalur Bakauheni-Labuan Maringgai-Way Kambas menggunakan mobil sekitar 2 jam. Lalu, dari Labuhanratu menuju Pusat Konservasi Gajah menggunakan mobil sekitar 15 menit.

TNWK merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera.

Kawasan ini terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar dan hutan payau/pantai dengan jenis floranya, yaitu Api-api (Avicenia marina), Pidada (Sonneratia sp.), Nipah (Nypa fructicans), gelam (Melaleuca leucadendron), Salam (Eugenia polyantha), Rawang (Glocchidion boornensis), Ketapang (Terminalia cattapa), Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), Pandan (Pandanus sp.), Puspa (Schima walichii), Meranti (Shorea sp.), Minyak (Diptorecapus gracilis), Merbau (Instsia sp.), Pulai (Alstonia angustiloba), Bayur (Pterospermum javanicum), Keruing (Dipterocarpus sp.), Laban (Vitex pubescens), dan lain-lain.

TNWK merupakan habitat badak sumatera, gajah sumatera, dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrensis), Tapir (Tapirus indicus), Beruang madu (Helarctos malayanus), Anjing hutan (Cuon alpinus), Rusa (Cervus unicolor), Ayam hutan (Gallus gallus), Rangkong (Buceros sp.), Owa (Hylobates moloch), Lutung Merah (Presbytis rubicunda), Siamang (Hylobates syndactylus), Bebek Hutan (Cairina scutulata), Burung Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), dan sebagainya.

Gajah-gajah liar yang telah dilatih di Pusat Konservasi Gajah Way Kambas di Karangsari yang terletak 9 km dari pintu gerbang Plang Ijo dan didirikan pada tahun 1985, telah menghasilkan sekitar 290 ekor gajah yang terlatih.

Gajah-gajah itu dapat dijadikan sebagai gajah tunggang, atraksi, angkutan kayu dan bajak sawah.

Pada PKG itu dapat disaksikan pelatih (pawang/mahout) yang mendidik dan melatih gajah liar, menyaksikan atraksi gajah yang sangat luar biasa (main bola, menari, berjabat tangan, hormat, mengalungkan bunga, tarik tambang, berenang dan masih banyak atraksi lainnya).

Gajah terutama seluruh gajah Asia dan sub-spesiesnya, termasuk satwa terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam punah yang keluarkan oleh Lembaga Konservasi Dunia ?IUCN, termasuk gajah sumatera.

Di Indonesia, gajah sumatera juga masuk dalam satwa dilindungi menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan diatur dalam peraturan pemerintah yaitu PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetaan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Gajah sumatera masuk dalam daftar tersebut disebabkan oleh aktivitas pembalakan liar, penyusutan dan fragmentasi habitat, serta pembunuhan akibat konflik dan perburuan. Perburuan biasanya hanya diambil gadingnya saja, sedangkan sisa tubuhnya dibiarkan membusuk di lokasi.

Padahal gajah sumatera merupakan "spesies payung" bagi habitatnya dan mewakili keragaman hayati di dalam ekosistem yang kompleks tempatnya hidup. Artinya konservasi satwa besar ini akan membantu mempertahankan keragaman hayati dan integritas ekologi dalam ekosistemnya, sehingga akhirnya ikut menyelamatkan berbagai spesies kecil lainnya.

Dalam satu hari, gajah mengonsumsi sekitar 150 kg makanan dan 180 liter air, serta membutuhkan areal jelajah hingga 20 kilometer persegi per hari. Biji tanaman dalam kotoran mamalia besar ini akan tersebar ke seluruh areal hutan yang dilewatinya dan membantu proses regenerasi hutan alam.

Kajian WWF Indonesia dan WCS Indonesia menunjukkan bahwa populasi gajah sumatera kian hari makin memprihatinkan, dalam 25 tahun gajah sumatera telah kehilangan sekitar 70 persen habitatnya, serta populasinya menyusut hingga lebih dari separuh.

Estimasi populasi tahun 2007 adalah antara 2.400-2.800 individu, namun kini diperkirakan telah menurun jauh dari angka tersebut karena habitatnya terus menyusut dan pembunuhan yang terus terjadi.

Karena itu, keberadaan RS Gajah di TNWK beserta PKG Karangsari Way Kambas diharapkan dapat mendukung penyelamatan dan konservasi gajah liar maupun gajah jinak di TNWK sekaligus dapat mendukung pelestarian satwa langka berbelalai panjang ini di Sumatera dan dunia.