Dokter Peserta Pendidikan Kedokteran Spesialis ternyata tak digaji

id perundungan,bully,ppsd,kedokteran

Dokter Peserta Pendidikan Kedokteran Spesialis ternyata tak digaji

Tangkapan layar Ketua Junior Doctors Network (JDN) Indonesia dr. Tommy Dharmawan, Sp.BTKV, Ph.D dalam diskusi daring yang diikuti di Jakarta, Sabtu (22/07/2023) (ANTARA/zoom)

Jakarta (ANTARA) - Ketua Junior Doctors Network (JDN) Indonesia dr. Tommy Dharmawan, Sp.BTKV, Ph.D mengatakan harus ada definisi yang jelas mengenai kategori perundungan atau bully yang terjadi di institusi pendidikan kedokteran agar dapat menyelesaikan masalah tersebut secara komprehensif.

“Perlu memang definisi yang jelas dan cerdas untuk menentukan apakah tindakan-tindakan apa yang kira-kira masuk dalam kategori bullying. Walaupun dalam keputusan Menteri Kesehatan sudah ada beberapa definisi, tapi saya kira memang harus jelas,” ucap dr. Tommy bersama Ikatan Dokter Indonesia dalam diskusi daring yang diikuti di Jakarta, Sabtu.

Ia melanjutkan salah satu masalah utama mencuatnya kasus perundungan ini adalah karena tidak ada definisi jelas tentang bullying dan apakah ada kaitannya dengan aktivitas edukasi atau tidak.

Karena, kata Tommy, dalam pendidikan kedokteran ada beberapa tugas yang termasuk dalam kompetensi akademis seperti tugas pelayanan kesehatan kepada pasien yang memang harus dilakukan. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagai bahan yang termasuk kategori perundungan lalu di viralkan hanya untuk menjatuhkan organisasi profesi.

Menurut dokter spesialis bedah thoraks kardiovaskular Universitas Indonesia ini, hal paling mendasar yang menjadikan kasus perundungan itu ada adalah karena para Peserta Pendidikan Kedokteran Spesialis (PPDS) tidak di gaji dengan upah yang seharusnya meskipun mereka sudah menjadi dokter dan bekerja di rumah sakit vertikal atau rumah sakit pendidikan.

“Saya rasa sudah ada di undang-undang pendidikan kedokteran tahun 2013 dimana pemerintah harus menggaji PPSD tapi sampai sekarang tidak ada gaji untuk mereka, tentu ada beberapa tunjangan tapi tunjangan itu jauh di bawah UMR,” ucap Tommy.

Sebagai bagian dari JDN global, pihaknya kata Tommy akan mengadvokasi dari multi sektoral seperti Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kemendikbud untuk ikut menyelesaikan kasus perundungan di institusi kedokteran. Ia juga akan membuat forum bagi PPDS untuk berusara dengan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementerian Kesehatan ataupun asosiasi institusi pendidikan.

Selain itu ia akan membuat hotline pengaduan bagi peserta pendidikan kedokteran yang mengalami perundungan atau masyarakat yang melihat kejadian perundungan di sekitarnya.

“Kita akan buatkan hotline untuk pengaduan bullying itu. Mudah-mudahan kami bisa advokasi kepada AIPKI (Asosiasi Pendidikan Kedokteran Indonesia) atau Dikti untuk memberikan pencerahan kepada teman-teman semua. Kita coba berkoordinasi juga dengan Kementerian Kesehatan sendiri,” ujar Tommy.
 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ketua JDN: Harus ada definisi bully yang jelas di institusi kedokteran