Jakarta (ANTARA Lampung) - Majelis hakim mencecar terdakwa pemerasan yang juga admin akun twitter "@triomacan2000" dan "@TM2000Back", Edy Syahputra karena dianggap memberikan keterangan yang janggal.
Bahkan hakim menegur Edy saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi terdakwa pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/4).
Awalnya, Edy mengaku Komisaris dan Direktur Utama Asatunews.com yang menerima uang Rp50 juta sebagai uang muka iklan PT Telkom yang totalnya berjumlah Rp400 juta.
Edy membantah uang tersebut untuk menghentikan pemberitaan negatif tentang salah satu petinggi PT Telkom.
Kemudian hakim bertanya jabatan Edy di Asatunews.com namun terdakwa menjawab tidak tegas.
"Jadi sebenarnya apa jabatannya? komisaris mengurusi iklan? jangan mencla mencle," ujar hakim.
Hakim juga menilai keterangan janggal Edy saat menerima uang Rp50 juta yang diakui biaya pasang iklan namun tidak masuk hitungan.
Ketika itu, perwakilan dari PT Telkom tidak menerima bukti kwitansi dari terdakwa.
"Jadi sudah ada kesepakatan belum soal iklan? Bukannya Telkom menolak membayar di muka?, sebab di keterangan saksi, belum ada kesepakatan soal iklan," tanya hakim.
Edy pun mengaku sudah ada kesepakatan dan menyimpan uang itu di meja Raden Nuh sebagai pimpinan perusahaan yang juga terdakwa lainnya kasus yang sama.
Hakim kembali mencecar Edy dengan pertanyaan terdakwa menyimpan uang ke laci meja Raden Nuh dalam kondisi dikunci atau tidak.
Pada kesempatan itu, Edy menyangkal bukti percakapan melalui pesan "Blackberry Messenger".
Sidang akan dilanjutkan Kamis (9/4/2015) dengan agenda pembacaan tuntutan.
Jaksa Penuntut Umum membacakan tanggapan terhadap jawaban pembelaan tiga terdakwa Raden Nuh, Harry Koes Harjono dan Edy Syahputra terkait kasus pemerasan terhadap rekanan Telkom, pemilik PT Tower Bersama Grup Abdul Satar Rp358 juta.
Jaksa Azi menegaskan pihaknya memiliki alat bukti yang sah untuk mendakwa ketiga terdakwa dengan pasal 45 juncto 29 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika, pasal 369 KUHP, 378 KUHP, dan pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang TPPU.