Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Kabupaten Lampung Barat di Provinsi Lampung tergolong sebagai daerah paling rawan menghadapi ancaman berbagai bencana alam, sehingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat menyiapkan sejumlah antisipasi dan mitigasi bencana yang diperlukan.
Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lampung Barat Ir H Okmal MSi, dalam dialog interaktif Sambung Rasa di RRI Tanjungkarang di Bandarlampung, Sabtu yang disiarkan secara nasional dipandu presenter Thohir Saleh dan pembahas dari LKBN Antara Biro Lampung, di kabupaten berpenduduk sekitar 423.000 jiwa itu merupakan wilayah berpotensi terjadi bencana berupa banjir, longsor, gempa bumi maupun tsunami.
"Suka tidak suka bencana alam itu akan terjadi, sehingga pemerintah bersama masyarakat dan semua pihak di sini harus bersiap mengantisipasi dan menekan dampaknya," ujar dia.
Dalam dialog sekaligus menanggapi pertanyaan pendengar dari sejumlah daerah di Indonesia dan disiarkan pukul 05.00 sd. 06.00 WIB, Okmal merincikan Kabupaten Lampung Barat memiliki 26 kecamatan, 254 pekon (kampung) dan tujuh kelurahan, dengan lebih 70 persen wilayahnya merupakan kawasan hutan.
Potensi bencana alam di Lampung Barat, menurut dia, merupakan daerah rawan gempa pada 46 pekon, rawan banjir di 41 pekon, rawan tsunami pada 72 tempat, dan berpotensi terjadi longsor pada 153 tempat di wilayah kabupaten ini.
Kondisi tersebut menjadikan Kabupaten Lampung Barat tergolong sebagai daerah paling rawan bencana di Indonesia (tipe A).
"Di Lampung Barat merupakan kawasan yang dilalui patahan atau Sesar Semangka yang memanjang dari Kota Liwa hingga Suoh, sehingga rawan terjadi gempa bumi setiap saat," ujar dia lagi.
Sejumlah kawasan daerah ini merupakan wilayah pesisir yang langsung berhadapan dengan Samudera Indonesia di Pesisir Barat yang rawan terjadi tsunami, kata Okmal pula.
Namun di Lampung Barat hampir tidak ada ancaman bencana letusan gunung berapi, karena tidak memiliki gunung berapi aktif, dan nyaris tidak ada laporan telah terjadi bencana akibat petir yang mengancam warga daerah ini, kata dia pula.
BPBD Lampung Barat menurut Okmal sejak dini perlu menyiapkan antisipasi dan mitigasi semua ancaman bencana alam itu secara maksimal, dengan mengerahkan dukungan sumberdaya dan sumberdana yang diperlukan.
"Fokus antisipasi adalah penanganan prabencana lebih dulu, disusul penanggulangan saat bencana terjadi dan pascabencana berupa tanggap darurat, rekonstruksi dan rehabilitasi," kata dia.
BPBD setempat telah memiliki program untuk antisipasi ancaman gempa bumi, dengan dukungan peralatan yang diperlukan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Stasiun Geofisika di Kotabumi Lampung.
"Kami juga sudah menyiapkan jalur evakuasi bila sewaktu-waktu terjadi bencana tsunami di pesisir Lampung Barat," ujar Okmal lagi.
BPBD Lampung Barat telah memiliki 186 kader penanggulangan bencana dan melaksanakan gladi manajemen penanggulangan bencana serta menyiapkan langkah tanggap darurat bencana yang diperlukan setiap saat.
Pada akhir 2012 hingga 2015, BMKG menambah sensor Accelerograph baru, untuk melengkapi yang sudah ada di wilayah Lampung dipasang di Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, Lampung Utara, Lampung Selatan, Kota Bandarlampung.
Pihak Stasiun Geofisika Kotabumi Lampung menjelaskan, rencana pemasangan sensor baru itu dilakukan pada lima tempat di seluruh Lampung.
Penentuan tempat pemasangan nya, sesuai dengan hasil survei yang dilakukan oleh tim dari BMKG Stasiun Geofisika Kotabumi pada 25-28 September 2012, yaitu di Liwa (Lampung Barat), Krui (Lampung Barat), Bengkunat(Lampung Barat), Kota Agung (Tanggamus), dan Pulau Gunung Anak Krakatau (Lampung Selatan).
Fungsi Accelerograph adalah alat yang digunakan untuk mencatat pergerakan tanah akibat aktivitas lempeng bumi, seperti gempa bumi.
Keberadaan alat ini diharapkan pencatatan gempa bumi tidak hanya mendapat episenter atau pusat gempa, tetapi juga dapat mengetahui daerah-daerah yang berdampak buruk jika terjadi gempa.
Pengumpulan data melalui Accelerograph itu dapat dimanfaatkan dalam mitigasi bencana gempa bumi, pembuatan peta daerah rawan gempa, terutama daerah-daerah yang memiliki potensi besar rusak akibat gempa bumi.
Berdasarkan hasil kerja alat ini, dapat diketahui intensitas gempa bumi atau seberapa besar efek yang ditimbulkan gempa yang terjadi.
Pemanfaatan data hasil pencatatan sensor Accelerograph itu diharapkan dapat meminimalkan korban jika ada bencana gempa bumi, yaitu dengan perencanaan pembangunan tata kota atau daerah, dan standard bangunan antigempa sesuai dengan peta daerah rawan gempa bumi.
Selain di Provinsi Lampung, pemasangan sensor Accelerograph dilakukan pula di provinsi lain, seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Berita Terkait
Pemprov Lampung sasar 3 juta anak makan bergizi
Kamis, 14 November 2024 11:46 Wib
Polisi beri imbauan Pilkada damai gunakan videotron di Bakauheni
Kamis, 14 November 2024 9:36 Wib
KPU Bandarlampung sebut pengepakan logistik Pilkada libatkan PPK dan PPS
Kamis, 14 November 2024 9:08 Wib
DWP dan Klinik Unila bersama Lab Kimia Farma adakan pap smear
Kamis, 14 November 2024 8:01 Wib
Prodi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran respirasi gelar asesmen lapangan
Kamis, 14 November 2024 8:01 Wib
Unila tuan rumah "Universitas Padjajaran Menyapa Lampung"
Kamis, 14 November 2024 8:00 Wib
Kanwil Kemenag Lampung minta sarpras Porsadinas disiapkan dengan baik
Kamis, 14 November 2024 7:28 Wib
Kapolres Lampung Selatan minta masyarakat tak terpengaruh politik uang
Rabu, 13 November 2024 21:19 Wib