Bandarlampung (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandarlampung, telah menerima pelimpahan tersangka Putri Linni Febrina Harahap dalam perkara dugaan aborsi yang melibatkan kekasih yang telah dihukum terlebih dahulu berinisial BAN.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Bandarlampung, Maudin membenarkan bahwa pihaknya telah menerima pelimpahan perkara aborsi atas nama Putri Linni Febrina Harahap.
"Iya, sudah kita terima kemarin," katanya di Bandarlampung, Jumat.
Ia memastikan perkara tersebut segera dilimpahkan ke pengadilan untuk dapat dilaksanakan persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlampung.
"Secepatnya nanti akan kita limpahkan," katanya.
Sementara itu, penasihat hukum terpidana BAN, Indra Sukma mempertanyakan pertimbangan pihak kejaksaan menerima penangguhan pengalihan penahanan untuk tidak dilakukan penahanan terhadap tersangka Putri Linni Febrina Harahap.
"Kami pertanyakan apa alasan pihak kejaksaan yang telah menerima pengajuan penangguhan pengalihan tersangka," kata dia.
Indra keberatan atas langkah kejaksaan yang telah menerima penangguhan penahanan tersebut. Ia menilai bahwa apa yang dilakukan oleh kejaksaan tidak mencerminkan rasa keadilan.
"Kami selaku penasihat hukum dari BAN yang merupakan kekasih tersangka melihat dan merasakan apa yang menjadi keputusan kejaksaan tidaklah mencerminkan rasa keadilan," kata dia lagi.
Menurut dia, hal tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan lantaran sebelumnya terpidana BAN tidak pernah diberikan kebijakan yang serupa sehingga terpidana BAN dilakukan penahanan oleh pihak kejaksaan.
"Kami menduga adanya konspirasi yang dilakukan antara pihak kejaksaan dengan pihak tersangka maupun keluarganya, dikarenakan pada pelimpahan tahap dua ini tersangka selain didampingi oleh penasihat hukumnya juga didampingi oleh orangtuanya dan kerabatnya yang merupakan anggota kepolisian," katanya.
"Kami sebagai pelapor sebelumnya telah berupaya mencari keadilan mulai dari tingkat kepolisian sampai dengan tingkat kejaksaan, namun sampai saat ini kami merasakan belum mendapatkan keadilan tersebut. Kami melihat asas equality before the law yang mempunyai makna semua manusia sama di hadapan hukum, tidak berlaku di instansi kepolisian Polresta Bandarlampung dan Kejari Bandarlampung, karena terjadi perbedaan perlakuan antara tersangka dengan kekasihnya," katanya lagi.
