Bandarlampung (ANTARA) - Dosen Program Studi Kimia Institut Teknologi Sumatera (Itera) Dr. I Putu Mahendra, S.Si., bersama tim Cellulose Carbon Material (CCM) memanfaatkan limbah batang kelapa sawit menjadi indikator mengecek kesegaran makanan.
"Penelitian ini dilatarbelakangi melimpahnya batang sawit di Indonesia, namun belum termanfaatkan secara maksimal dan pada umumnya akan menjadi limbah," katanya, di Bandarlampung, Selasa.
Ia pun berharap pengembangan film atau kertas indikator yang terbuat dari batang sawit dapat membantu masyarakat untuk menentukan tingkat kesegaran produk pangan secara visual. Sebab selama ini, konsumen tidak dapat mengetahui kesegaran pangan secara langsung ataupun terutama untuk produk pangan dalam kemasan.
"Pengembangan film indikator ini diharapkan dapat membantu konsumen untuk menentukan tingkat kesegaran produk pangan secara visual. Produk ini dapat diterapkan untuk menentukan kesegaran produk daging potong ataupun minuman berbasis susu," kata dia.
Ia menjelaskan bahwa batang sawit memiliki banyak komponen kimia, salah satunya selulosa dan lignin, atau yang sering disebut lignoselulosa.
"lignoselulosa memiliki banyak manfaat untuk kehidupan, yang paling mudah dijumpai adalah dimanfaatkan sebagai kertas. Tidak hanya kertas, selulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan tekstil hingga medis, tentunya dengan modifikasi tertentu," kata dia.
Dia menjelaskan bahwa dalam proses pengolahannya menjadi pendeteksi kesegaran makanan umumnya limbah batang sawit yang digunakan adalah 100 g untuk sekali pengerjaan.
"Limbah batang sawit akan dipotong dan dikeringkan kemudian digiling menjadi serbuk, serta melakukan proses alkalisasi dan pemutihan serat hingga dapat diperoleh lignoselulosa," kata dia.
Lignoselulosa, yang diperoleh selanjutnya akan dilakukan modifikasi secara kimia melalui proses oksidasi menggunakan bahan kimia bernama Tempo. Dalam penelitian ini Tim Itera bekerja sama dengan rekan di Universitat de Girona untuk memperoleh sediaan nano serat lignoselulosa dalam bentuk gel.
"Sediaan gel yang diperoleh selanjutnya dikombinasikan dengan pewarna alam, dalam hal ini adalah ekstrak kubis ungu. Kubis ungu dipilih karena antosianin yang terdapat di dalam kubis ungu memiliki potensi untuk mendeteksi perubahan pH, asam dan basa," kata dia.
Kemudian, lanjut dia, campuran antara gel dan ekstrak kubis ungu dicetak menjadi film menyerupai kertas, dan disimpan dalam kemasan tertutup.
"Film inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi kesegaran sebuah makanan, baik itu daging, buah, dan lainnya. Penelitian tersebut dilakukan selama 4-5 bulan di Laboratorium Teknik 3 Itera," kata dia.