Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi produsen petrokimia nomor satu di ASEAN, mengingat Kemenperin tengah fokus dalam pengembangan investasi di industri kimia untuk dapat mensubstitusi impor bahan dan barang kimia.
“Pada 2021, nilai ekspor bahan kimia dan barang dari bahan kimia yang mencapai 18,86 miliar dolar AS. Di tengah masa pandemi dan pemulihan ekonomi, kami terus berupaya untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan di sektor industri kimia ini,” kata Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Ignatius Warsito lewat keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Warsito menyampaikan hal itu saat mewakili Menteri Perindustrian pada Peresmian Perluasan Pabrik PVC (Phase-7) dan Peluncuran Ekspor PT Asahimas Chemical di Cilegon, Banten.
Diketahui, industri kimia merupakan sektor tiga besar (Top 3) kontributor penopang kinerja industri pengolahan nonmigas dan memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
Warsito menjelaskan, pihaknya tengah menyusun neraca komoditas sebagai bentuk komitmen untuk pemetaan atau memberikan data dan informasi terhadap situasi konsumsi dan produksi pada komoditas tertentu untuk kebutuhan industri.
"Sehingga ke depan, akan memberikan keseimbangan pada neraca perdagangan kita. Bahkan, ekspansi ini menjadi momentum dalam mewujudkan kemandirian industri kita,” terangnya.
Menurut Warsito, industri petrokimia merupakan sektor strategis di tingkat hulu yang menjadi modal dasar dan prasyarat utama untuk pengembangan industri di tingkat hilir seperti plastik, serat kain, tekstil, kemasan, elektronika, otomotif, obat-obatan dan industri-industri penting lainnya.
"Berhasil tidaknya pemerintah dalam membangun industri nasional, salah satunya sangat dipengaruhi oleh profil industri petrokimia,” tuturnya.
Sebagai pemasok bahan baku untuk industri hilir, sektor petrokimia juga diharapkan memiliki kapasitas yang memadai dan memiliki performa yang baik dan stabil di setiap saat.
“Hal inilah yang memacu pemerintah untuk terus memperkuat industri petrokimia melalui peningkatan kapasitas produksi serta melengkapi struktur pohon industri demi menjamin pemenuhan kebutuhan bahan baku industri,” papar Warsito.
Selama tahun 2020 hingga 2030, pemerintah tengah berusaha mengawal proyek-proyek pembangunan industri kimia raksasa yang total nilai investasinya mencapai 31 miliar dolar AS.
Investasi tersebut guna memperkuat komoditas di sektor kimia hulu dan mampu mensubstitusi produk petrokimia yang masih diimpor seperti Etilena, Propilena, BTX, Butadiena, Polietilena (PE), dan Polipropilena (PP).
“Kapasitas industri nasional untuk produk-produk tersebut saat ini mencapai 7,1 juta ton per tahun,” sebutnya.
Guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang semakin meningkat, diperlukan peningkatan kapasitas produksinya.
“Dengan adanya investasi besar di industri petrokimia yang saat ini didukung penuh oleh pemerintah, Indonesia akan menjadi negara produsen petrokimia Nomor 1 di ASEAN dengan tambahan total kapasitas Olefin sebesar 5,7 juta ton per tahun serta tambahan total kapasitas Poliolefin sebesar 4,7 juta ton per tahun,” imbuhnya.
Kemenperin memberikan apresiasi terhadap realisasi investasi proyek PT Asahimas Chemical Phase-7 di Cilegon, karena menunjukkan bahwa potensi pengembangan industri petrokimia intermediate sangat besar.
Dengan penambahan kapasitas produk PVC sebesar 200 ribu ton per tahun, PT Asahimas Chemical berkontribusi meningkatkan pasokan dalam negeri sebagai antisipasi meningkatnya permintaan PVC domestik, sekaligus menambah potensi pasar ekspor.
“Sampai dengan perluasan ke-7 ini, PT Asahimas Indonesia mampu menyerap tenaga kerja sampai dengan 1.250 orang. Oleh karena itu, proyek perluasan pabrik PT Asahimas Chemical ini perlu kita apresiasi,” tandasnya.
Selain itu, peningkatan kapasitas produksi PT Asahimas Chemical ini untuk memberikan kepastian dalam pasokan bahan baku bagi sektor industri lainnya. Dengan demikian, industri pengguna akan terjaga produktivitasnya dan bisa mengembangkan investasinya.