Muktamar NU cermin hubungan baik ulama dan umara

id Muktamar NU

Muktamar NU cermin hubungan baik ulama dan umara

Logo Nahdlatul Ulama (NU). (ANTARA/HO/Dian Hadiyatna)

Yogyakarta (ANTARA) - Menentukan waktu pelaksanaan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ternyata bukan soal mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, baik bagi tuan rumah, peserta muktamar, dan yang terutama adalah kepentingan nasional.

Semula Muktamar ke-34 NU bakal digelar di Lampung pada 23 – 25 Desember 2021. Namun, jadwal tersebut terkendala status kebijakan pemerintah terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 selama masa libur Natal hingga tahun baru.

Kebijakan tersebut berlaku mulai dari 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Kebijakan PPKM pada libur Natal dan tahun baru berdampak pada aturan perjalanan dan penyelenggaraan acara yang melibatkan banyak orang.

Sebenarnya NU bisa saja menyelenggarakan muktamar dengan penyesuaian aturan PPKM. Misalkan lewat cara hybrid yang mengombinasikan online dan offline atau daring dan luring. Namun pilihan ini tidak mengemuka sama sekali. Muktamar secara offline atau luring alias tetap berkumpul yang melibatkan hampir 3.000 orang tetap menjadi pilihan utama.

Jumlah itu terdiri atas peserta dan panitia pusat maupun lokal. Tentang jumlah peserta, panitia Muktamar Ke-34 NU menetapkan skema kepesertaan tiga utusan untuk setiap PWNU dan PCNU di seluruh Indonesia. Berdasarkan perhitungan maka peserta resmi muktamar NU yang akan diselenggarakan pada 23-25 Desember 2021 ini berjumlah 2.295 orang.

Sebanyak 2.295 peserta resmi tersebut berasal dari 34 PWNU (102 orang), 521 PCNU (1.563 orang), 31 PCINU (93 orang), serta 14 badan otonom (42 orang) dan 18 lembaga (54 orang) di tingkat pusat. Selain itu, ditambah pula utusan PBNU dari unsur syuriyah (32 orang), mustasyar (15 orang), a’wan (20 orang), dan tanfidziyah (38 orang) ditambah jumlah panitia sebanyak 336 orang.

Sekitar 3.000 orang berkumpul di satu tempat sudah barang tentu berisiko saat pandemi COVID-19 masih mengancam keselamatan umat. Maka dari itu tiga utusan resmi yang telah ditetapkan itu harus mendaftar secara online (daring) berbasis nomor induk kependudukan (NIK) yang langsung terintegrasi dengan aplikasi PeduliLindungi.

Jumlah peserta yang mencapai ribuan orang itu memunculkan usul untuk menunda pelaksanaan muktamar sampai kondisi memungkinkan, terutama bila pandemi telah menurun. Namun opsi menunda sampai tahun depan, walau hitungannya hanya beberapa minggu dari jadwal semula, tetap saja ditolak kalangan NU. Khidmatnya sudah berbeda antara Muktamar 2022 dan Muktamar 2021.

Lagi pula Rais Aam Syuriyah PBNU KH Miftachul Akhyar menyatakan muktamar tahun ini tidak dapat diundur lagi karena hasil Konferensi Besar (Konbes) NU beberapa waktu lalu telah menetapkan muktamar digelar di bulan Desember 2021. Kalau lepas sampai tanggal 25, sudah habis masa khidmatnya

Karena itu harus diputuskan dalam waktu secepatnya. Dari sinilah beredar surat perintah dari Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar soal memajukan muktamar menjadi tanggal 17 Desember. Surat itu lantas memicu perdebatan tentang pelaksanaan muktamar.

Ketua Panitia Muktamar Ke-34 NU KH M Imam Aziz pun memberikan komentar. Pihaknya masih menunggu keputusan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai penyelenggara muktamar terkait kepastian jadwal forum permusyawaratan tertinggi NU itu.

Rais Aam PBNU mengaku bertanggung jawab atas terbitnya surat perintah penyelenggaran muktamar yang dipercepat menjadi 17 Desember 2021.Pilihan untuk mempercepat muktamar semata-mata mempertimbangkan keselamatan PBNU dan semua pengurusnya.


Mendapat apresiasi
Lepas dari persoalan tarik ulur tanggal pelaksanaan, setidaknya sikap NU yang menyesuaikan dengan PPKM versi pemerintah memperoleh apresiasi dari berbagai kalangan. Sikap sesepuh NU itu menunjukkan bagaimana ulama mematuhi kebijakan pemerintah.

Bilamana keduanya - ulama dan umara- baik maka baiklah umat manusia. Dan bila mereka buruk maka hancurlah umat manusia. Shilaturrahim yang terjaga antara ulama dan umara membawa keberkahan umat dan negara. Ulama yang istiqomah dan umara yang amanah, bekerja sama dalam fungsi masing masing. Fatwa dan nasihat ulama didengar dan dilaksanakan umara dengan baik, umara pun membuka jalan dakwah ulama. Inilah hubungan yang penuh keberkahan.

Orang bijak berkata, "Agama adalah fondasi dan kekuasaan adalah penjaga. Segala yang tidak berfondasi, niscaya akan hancur. Dan segala yang tidak mempunyai penjaga, pasti akan mudah hilang".

Lebih bijak lagi bilamana Muktamar NU ini sangat menjaga pemaparan COVID- 19 dengan cara peserta terkonsentrasi dalam "gelembung" tempat muktamar. Cara ini bisa meniru area gelembung Indonesia Badminton Festival 2021 di Nusa Dua, Bali. Pelaksanaan turnamen yang berlangsung sesuai protokol kesehatan namun tetap menyuguhkan kenyamanan bagi peserta.

Gelembung yang dipakai panitia IBF 2021 mempunyai kelebihan dibandingkan dengan Olimpiade Tokyo yang menjadi ajang olahraga multiajang terbesar di dunia. Gelembung IBF di Nusa Dua mempunyai nuansa yang lebih nyaman sehingga atlet pun merasa seperti liburan.Di sini, atlet bisa nyaman, meski hampir satu bulan di Bali tapi tidak terasa seperti di bubble karena masih bisa ke pantai, menikmati fasilitas hiburan dan olahraga. Semua disiapkan sangat baik. Meski tanpa penonton, atlet bisa menikmati pertandingan.

Itulah yang bisa diterapkan Panitia Muktamar NU di tengah pandemi. Peserta dari berbagai kota itu pun nyaman bermuktamar demi kepentingan umat tanpa khawatir terpapar. Apalagi sekarang ada varian baru, Omicron, yang mulai menggelisahkan dunia.