Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan pemerintah perlu mengantisipasi dampak perubahan iklim pada ketersediaan stok beras dan komoditas pangan lainnya di berbagai daerah.
Galuh dalam siaran pers di Jakarta, Kamis, mengingatkan bahwa pada kemarau ekstrim tahun 2019 bahkan berdampak pada menurunnya produksi beras sebesar 7,76 persen.
"Kondisi iklim yang tak menentu harus diwaspadai karena dapat berpengaruh pada penyerapan beras pada musim panen kedua tahun 2020, yang diprediksi oleh Bulog akan berlangsung sekitar September-November nanti. Jika melihat dari harga beras melalui Pusat Informasi Harga Pangan Strategis nasional, harga beras cenderung berada di kisaran Rp 11,900 per kilogram atau stabil tinggi sejak April 2020," paparnya.
Menurut dia, untuk menjaga kestabilan harga beras di semua wilayah di Indonesia, pendistribusian beras oleh Bulog harus dikelola dengan baik agar mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Ia berpendapat bahwa pendistribusian yang merata bertujuan untuk menghindari terjadinya ketimpangan harga antara harga beras di wilayah yang surplus produksi berasnya dan wilayah yang produksinya mengalami defisit.
"Perhitungan pun harus dilakukan secara berkala, dengan mempertimbangkan kejadian-kejadian yang tidak dapat diprediksi, jangan sampai harga beras nanti terus berada dalam level tinggi atau perlahan naik. Karena jika perhitungan menunjukkan perlunya pengadaan beras dalam jumlah yang lebih banyak, mau tidak mau perhitungan untuk impor juga harus dilakukan jauh-jauh hari untuk menghindari keterlambatan akibat proses panjang impor yang harus dilalui," jelas Galuh.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menegaskan bahwa Indonesia tidak memerlukan opsi impor mengingat stok beras yang diperkirakan mencukupi untuk kebutuhan nasional hingga akhir Desember 2020.
Budi Waseso menyebutkan bahwa stok beras yang dikelola Bulog saat ini mencapai 1,4 juta ton. Volume tersebut dinilai masih terjaga dengan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang harus dikelola Bulog di kisaran 1-1,5 juta ton.
"Sampai hari ini kita masih punya (stok beras) 1,4 juta ton, ini juga masih berlangsung penyerapan, jadi ini yang meyakinkan saya bahwa beras kita ini cukup untuk kegiatan sampai bulan Desember," katanya.
Ia menjelaskan bahwa saat ini Bulog masih memaksimalkan penyerapan produksi gabah petani dari panen musim pertama yang berlangsung April sampai Juni.
Berita Terkait
Menko Pangan pastikan stok beras aman jelang Natal dan Tahun Baru
Senin, 11 November 2024 10:16 Wib
Menko Pangan pastikan stok beras aman jelang Natal dan Tahun Baru
Minggu, 10 November 2024 14:50 Wib
Sebanyak 61.816 KPM di Kota Bandarlampung tercatat terima bantuan beras
Jumat, 25 Oktober 2024 15:58 Wib
Penyaluran beras Program SPHP di Lampung per Oktober 2024 capai 32.502 ton
Senin, 21 Oktober 2024 20:36 Wib
Bulog Lampung sebut stok beras 49.240 ton penuhi konsumsi hingga Maret 2025
Senin, 21 Oktober 2024 15:38 Wib
Eks penyidik sebut KPK bisa panggil Kepala Bapanas terkait kasus demurrage
Jumat, 18 Oktober 2024 11:25 Wib
Ekonom nilai Kepala Bapanas kurang mumpuni dalam pengelolaan pangan dalam negeri
Senin, 30 September 2024 11:56 Wib
Ekonom sebut figur pengganti Kepala Bapanas harus orang yang mumpuni
Jumat, 27 September 2024 18:46 Wib