Ribuan buruh di Cilegon demo tolak restrukturisasi dan PHK PT KS
Cilegon (ANTARA) - Ribuan buruh dari sejumlah perusahaan di bawah PT Krakatau Steel (KS) melakukan unjuk rasa di depan Gedung Teknologi PT KS untuk menolak rencana restrukturisasi dan PHK sepihak yang akan dilakukan PT Krakatau Steel, di Cilegon, Selasa.
Unjuk rasa yang dilakukan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Baja Cilegon (FSBC) tersebut dimuali dari kawasan PT Krakatai Steel tepatnya di depan gedung teknologi PT Krakatau Steel di Cilegon. Usai melakukan orasi di depan PT Krakatau Steel para buruh bergerak ke depan Kantor Pemkot Cilegon Jalan Jend. Sudirman, No. 2, Ramanuju, Kota Cilegon.
Dalam aksinya, para buruh yang juga tergabung dalam Serikat Buruh Krakatau Steel (SBKS) menolak rencana restrukturisasi dan PHK sepihak yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel, karena akan mengancam masa depan para buruh dan keluarganya. Buruh meminta PT Krakatau Steel memikirkan kembali kebijakannya melakukan restrukturisasi dan PHK sepihak yang dilakukan pihak manajemen PT Krakatau Steel.
"Kami khawatir terjadi PHK sepihak. Bagaimana nasib kami dan masa depan keluarga kami. Ini yang perlu dipikirkan oleh perusahaan," kata Ipin Saripudin, salah seorang buruh yang mengikuti aksi tersebut.
Para buruh khawartir jika terjadi restrukturisari yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel, maka dampaknya bisa terjadi PHK yang akan menimpa terhadap ribuan buruh yang selama ini menggantungkan hidup dari perusahaan di bawah PT Krakatau Steel. Dampak lainnya nanti pengangguran dan kemiskinan di Provinsi Banten akan bertambah jika terjadi PHK.
Karena itu, para buruh juga selain menuntut pihak PT Krakatau Steel agar tidak melakukan restrukturisari dan PHK sepihak, juga meminta kepada pemerinitah Provinsi Banten dan juga Pemkot Cilegon segera menyikapi persoalan tersebut dan mencarikan jalan keluar sebelum terjadi PHK sepihak yang dilakukan oleh perusahaan.
Kordinator pengunjukrasa Muhari Machdum mengatakan, aksi yang dilakukan bertujuan untuk sama-sama para buruh berjuang agar kebijakan restrukturisasi dan PHK sepihak tidak dilakukan oleh pihak PT Krakatau Steel. Sebab jika kebijakan tersebut benar-benar dilaksananakan akan berdampak terhadap ribuan buruh yang terancam di PHK.
"Saya minta rencana ini dibatalkan, karena kenyataannya mulai tanggal 1 Juni 2019 sudah ada sekitar 529 karyawan outsourcing yang dirumahkan dari total 2.600 karyawan," kata Muhari.
Ia mengaku sudah bekerja sekitar 20 tahun sebagai pekerja outsourcing PT Krakatau Steel meskipun sebelumnya ia pernah juga menjadi karyawan organik di PT Krakatau Steel. Namun dengan alasan efisiensi dan alasan lainnya, saat ini rencananya 2600 karyawan outsourcing di bagian produksi baja PT Krakatau Steel tersebut akan dirumahkan setelah Agustus 2019.
"Intinya kami menolak dirumahkan, apalagi di PHK sepihak. Kami dari serikat tidak pernah diajak bicara membahas persoalan ini," kata Muhari yang juga Wakil Ketua Umum Serikat Buruh Krakatau Steel (SBKS).
Ia menjelaskan, sejak 1 Juni 2019 atau menjelang Lebaran sudah banyak karyawan outsourcing yang dirumahkan dengan alasan tidak jelas dan kebijakan tersebut dilakukan sepihak oleh perusahaan.
Bahkan nasib dari 2.600 karyawan outsourcing PT Krakatau Steel juga sampai saat ini belum jelas, karena menunggu keputusan setelah Agustus 2019.
Unjuk rasa yang dilakukan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Baja Cilegon (FSBC) tersebut dimuali dari kawasan PT Krakatai Steel tepatnya di depan gedung teknologi PT Krakatau Steel di Cilegon. Usai melakukan orasi di depan PT Krakatau Steel para buruh bergerak ke depan Kantor Pemkot Cilegon Jalan Jend. Sudirman, No. 2, Ramanuju, Kota Cilegon.
Dalam aksinya, para buruh yang juga tergabung dalam Serikat Buruh Krakatau Steel (SBKS) menolak rencana restrukturisasi dan PHK sepihak yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel, karena akan mengancam masa depan para buruh dan keluarganya. Buruh meminta PT Krakatau Steel memikirkan kembali kebijakannya melakukan restrukturisasi dan PHK sepihak yang dilakukan pihak manajemen PT Krakatau Steel.
"Kami khawatir terjadi PHK sepihak. Bagaimana nasib kami dan masa depan keluarga kami. Ini yang perlu dipikirkan oleh perusahaan," kata Ipin Saripudin, salah seorang buruh yang mengikuti aksi tersebut.
Para buruh khawartir jika terjadi restrukturisari yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel, maka dampaknya bisa terjadi PHK yang akan menimpa terhadap ribuan buruh yang selama ini menggantungkan hidup dari perusahaan di bawah PT Krakatau Steel. Dampak lainnya nanti pengangguran dan kemiskinan di Provinsi Banten akan bertambah jika terjadi PHK.
Karena itu, para buruh juga selain menuntut pihak PT Krakatau Steel agar tidak melakukan restrukturisari dan PHK sepihak, juga meminta kepada pemerinitah Provinsi Banten dan juga Pemkot Cilegon segera menyikapi persoalan tersebut dan mencarikan jalan keluar sebelum terjadi PHK sepihak yang dilakukan oleh perusahaan.
Kordinator pengunjukrasa Muhari Machdum mengatakan, aksi yang dilakukan bertujuan untuk sama-sama para buruh berjuang agar kebijakan restrukturisasi dan PHK sepihak tidak dilakukan oleh pihak PT Krakatau Steel. Sebab jika kebijakan tersebut benar-benar dilaksananakan akan berdampak terhadap ribuan buruh yang terancam di PHK.
"Saya minta rencana ini dibatalkan, karena kenyataannya mulai tanggal 1 Juni 2019 sudah ada sekitar 529 karyawan outsourcing yang dirumahkan dari total 2.600 karyawan," kata Muhari.
Ia mengaku sudah bekerja sekitar 20 tahun sebagai pekerja outsourcing PT Krakatau Steel meskipun sebelumnya ia pernah juga menjadi karyawan organik di PT Krakatau Steel. Namun dengan alasan efisiensi dan alasan lainnya, saat ini rencananya 2600 karyawan outsourcing di bagian produksi baja PT Krakatau Steel tersebut akan dirumahkan setelah Agustus 2019.
"Intinya kami menolak dirumahkan, apalagi di PHK sepihak. Kami dari serikat tidak pernah diajak bicara membahas persoalan ini," kata Muhari yang juga Wakil Ketua Umum Serikat Buruh Krakatau Steel (SBKS).
Ia menjelaskan, sejak 1 Juni 2019 atau menjelang Lebaran sudah banyak karyawan outsourcing yang dirumahkan dengan alasan tidak jelas dan kebijakan tersebut dilakukan sepihak oleh perusahaan.
Bahkan nasib dari 2.600 karyawan outsourcing PT Krakatau Steel juga sampai saat ini belum jelas, karena menunggu keputusan setelah Agustus 2019.