Jakarta (Antara Lampung) - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Yoga Yuniadi menyatakan dokter subspesialis aritmia atau penyakit gangguan irama jantung masih minim di Indonesia.
"Kemajuan di bidang aritmia belum bisa dinikmati secara luas oleh pasien-pasien di Indonesia karena sampai saat ini masih terdapat kendala besar dalam pelayanan aritmia di Indonesia, antara lain masih minimnya dokter subspesialis aritmia," kata Prof Yoga di Jakarta, pekan lalu.
Yoga yang merupakan profesor aritmia pertama di Indonesia itu mengatakan bahwa peminatan terhadap bidang aritmia masih minim yaitu dengan hanya ada 28 orang subspesialis aritmia dari 1000 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah yang ada saat ini.
Dikatakan, subspesialis aritmia hanya bertambah 26 orang saja dalam kurun waktu 15 tahun terakhir.
Dia menjelaskan salah satu alasan sedikit dokter yang meminati subspesialis aritmia karena seringkali dianggap sulit dipelajari dan harus dipahami dalam konteks mekanisme yang bersifat virtual.
Aritmia dinilai unik dan membutuhkan upaya yang lebih banyak untuk mempelajarinya karena s¿truktur anatomi yang melatarbelakangi aritmia tidak kasatmata tetapi harus dibayangkan¿.
"Keadaan tersebut menyebabkan hanya sedikit para spesialis jantung dan pembuluh darah muda yang tertarik untuk belajar aritmia," kata dia.
Selain itu, menurut Yoga apresiasi yang diberikan juga dirasakan masih tidak sepadan dibandingkan tingkat kesulitan dan risiko yang dihadapi seorang aritmologis.
Oleh karena itu, Yoga berpendapat kepedulian pemerintah, masyarakat serta dokter yang ada saat ini sangat penting untuk ditingkatkan.
Penyakit yang dikenal dengan gangguan irama jantung ini terjadi karena adanya gangguan produksi impuls atau abnormalitas penjalaran impuls listrik ke otot jantung.
Gejala tersering dari aritmia ialah jantung yang berdebar. Namun gejala aritmia cukup luas tidak hanya sekadar berdebar, tetapi juga pusing, pingsan, stroke bahkan kematian mendadak.
Yoga mengungkapkan sebanyak 87 persen dari pasien penyakit jantung koroner yang meninggal mendadak di Indonesia menderita aritmia.
ANTARA