Banda Aceh (ANTARA) - Pernikahan anak di Provinsi Aceh pada Januari-Oktober 2023 mencapai 1.310 orang angka itu meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 651 orang.
"Tahun ini kami mencatat hingga Oktober 2023 mencapai 1.310 orang terdiri 47 orang laki-laki dan 1.263 orang perempuan. Jumlahnya hampir selalu meningkat dari tahun ke tahun," kata Kabid Urusan Agama Islam Kanwil Kemenag Aceh, Mukhlis, di Banda Aceh, Selasa.
Ia menyampaikan data tersebut dihimpun dari Kantor Urusan Agama (KUA) di seluruh Aceh dan angka perkawinan anak paling tinggi ada di KUA Johan Pahlawan, Aceh Barat sebanyak 470 orang.
Disusul KUA Banda Sakti Lhokseumawe sebanyak 356 orang, KUA Lueng Bata Banda Aceh 353 orang, KUA Peureulak Aceh Timur 315 orang, dan KUA Darul Makmur Nagan Raya 307 orang.
Selanjutnya, berdasarkan akumulasi data, angka pernikahan usia anak di bawah umur 19 tahun meningkat tajam dalam 10 bulan terakhir dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yakni tahun 2020 mencapai 637 orang terdiri atas 47 orang laki-laki dan 590 orang perempuan.
"Lalu, kembali meningkat pada 2021 mencapai 730 orang terdiri atas 50 orang laki-laki dan 690 perempuan. Kemudian, pada 2022 turun menjadi 651 orang terdiri atas 55 orang laki-laki dan 596 perempuan," ujar Mukhlis.
Sementara itu, Ketua Tim KUA Kanwil Kemenag Aceh, Khairuddin mengatakan angka itu meningkat karena pola pikir masyarakat dan orang tua yang menganggap bahwa pernikahan merupakan capaian paling penting dalam hidup perempuan.
“Ada pandangan orang tua yang merasa terhormat apabila menikahkan anak gadisnya setelah tamat sekolah, karena mempercepat pernikahan bagian dari penghormatan dan pengakuan penting bagi perempuan," katanya.
Selain itu, kata dia, ekonomi keluarga kelas bawah juga menyumbang tingginya angka pernikahan anak. Orang tua memilih menikahkan anaknya agar dapat mengurangi tanggungan keluarga serta anak bisa keluar dari jurang kemiskinan.
"Terdapat anggapan bahwa dengan menikah dapat memperkecil beban keluarga karena telah dibiayai oleh suami," ujarnya.
Di samping itu, kata Khairuddin, nilai-nilai amoralitas yang luntur di kalangan generasi muda juga menjadi salah satu penyebab terjadinya pernikahan anak, karena terjerumus pergaulan bebas hingga menyebabkan hamil di luar nikah.
“Kita memang tidak mendata penyebabnya, tetapi ada beberapa kasus karena hamil di luar nikah sehingga dinikahkan sesegera mungkin sebelum perut membesar atau melahirkan," ujarnya.
Di sisi lain, dia menyatakan Kemenag Aceh berkolaborasi dengan BKKBN dan DP3A Aceh terus berupaya mencegah pernikahan anak dengan berbagai upaya, antara lain program penyadaran melalui Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS).
Kemudian, Program Bimbingan Remaja Usia Nikah (BRUN) di umur 19 tahun dan Bimbingan Perkawinan (Bimwin) yang wajib diikuti oleh calon pengantin.
“Terakhir program Pusaka Sakinah untuk orang yang sudah menikah, dengan target di lima tahun pertama pernikahan karena 73 persen perceraian terjadi di bawah lima tahun setelah nikah,” tambah Khairuddin.