Warga Mesuji tersedu-sedu saat bersaksi dalam kasus penipuan jual beli beras

id Sidang penipuan beras, penipuan jual beli beras, terdakwa penipian beras

Warga Mesuji tersedu-sedu saat bersaksi dalam kasus penipuan jual beli beras

Sidang terdakwa penipuan jual beli beras. (ANTARA/HO)

Bandarlampung (ANTARA) - Jaksa penuntut umum (JPU) Irma menghadirkan empat orang saksi dalam perkara penipuan jual beli beras dengan melibatkan terdakwa Iwan Palera (55) warga Bandarlampung.

Empat orang saksi yang hadir tersebut di antaranya Sofa Mayasari selaku marketing, Ngadimin selaku petani, dan dua orang supir Feriadi dan Julian.

"Sidang lanjutan empat orang saksi yang hadir hari ini," katanya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kelas IA Bandarlampung, Rabu.

Ketua Majelis Hakim Dedi menanyakan kepada empat orang saksi yang hadir terkait permasalahan jual beli beras itu.

"Awal mulanya seperti apa, coba ceritakan," tanya hakim kepada saksi Sofa yang merupakan warga Mesuji tersebut.

Atas pertanyaan tersebut, kemudian saksi Sofa menjelaskan kepada hakim, jaksa, dan penasihat hukum terkait tertipu  dirinya dalam jual beli beras. Saat itu, lanjutnya, pada bulan April-Juli 2021dirinya mengaku telah memberikan beras sebanyak 160 ton kepada terdakwa yang akan digunakan untuk bantuan dari pihak Kemensos.

"Beras dari pengepul bernama Ngadimin. Sedangkan Ngadimin mendapatkan beras dari enam orang petani, dari Kabupaten Mesuji, dan Pringsewu. Beras kami kirim atas perintah terdakwa ke gudang di Bandarlampung sebanyak sembilan kali pengiriman dengan total mencapai sebesar Rp1,4 miliar," kata dia.

Berjalan waktu terdakwa baru memberikan uang muka sebesar Rp120 juta dan sisa uang tersebut tidak diberikan oleh terdakwa hingga saksi Sofa dan Ngadimin diminta untuk melunasi beras yang telah diberi dari petani.

"Pak Iwan saya datangi tidak pernah ada, saya telepon tidak pernah direspon dan puncaknya sekarang sertifikat rumah saya ditahan sama petani karena saya tidak bisa bayar. Bahkan Pak Iwan pernah berdalih akan melunasi hutang tersebut dengan cara memberikan enam buah sertifikat tanah di Way Kanan yang diklaim nilainya mencapai Rp2 miliar sebagai bentuk jaminan. Usut punya usut, ternyata tanah itu bermasalah dan bersengketa dengan pihak lain," kata dia lagi.

Situasi persidangan berubah setelah saksi Sofa menangis menjadi-jadinya dalam persidangan. Ia mengatakan kepada majelis hakim bahwa dirinya orang susah kenapa terdakwa dengan tega menipunya.

Majelis hakim Dedi pun kembali mempertanyakan kepada saksi Sofa kenapa dirinya mempercayai terdakwa. Lantas saksi mengaku dirinya percaya kepada terdakwa lantaran terdakwa mengaku sebagai keponakan dari Gubernur Lampung.

Dedi pun menanyakan kepada terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya, apakah terdakwa benar-benar sebagai keponakan dari Gubernur Lampung.

Terdakwa mengaku sebagai keponakan Gubernur Lampung.

Penasihat hukum saksi Sofa, Jepri Manalu berharap ada itikad baik dari pihak terdakwa atau keluarga agar hutang tersebut bisa dilunasi. Karena, selain sertifikat tanah milik korban disita, para petani yang menjual beras juga merupakan warga yang sedang kesusahan. 

"Kami berharap ada itikad baik. Baik dari terdakwa maupun keluarga terdakwa. Jika tidak ada itikad baik, kami juga minta keadilan kepada majelis hakim agar terdakwa dihukum seberat-beratnya," katanya.