DLH Lampung: Alkes bermerkuri harus ditarik, paling telat 31 Desember 2025

id Penarikan alkes bermerkuri, lingkungan lampung, Pemprov lampung

DLH Lampung: Alkes bermerkuri harus ditarik, paling telat 31 Desember 2025

Penarikan alat kesehatan bermerkuri di Lampung guna mendukung Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. ANTARA/HO-Pemprov Lampung.

Apabila tidak dilakukan penarikan setelah batas waktu tersebut, maka akan dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Bandarlampung (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung menyatakan batas penarikan alat kesehatan (alkes) bermerkuri akan dilakukan sampai dengan 31 Desember 2025.

"Apabila tidak dilakukan penarikan setelah batas waktu tersebut, maka akan dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Tentu ini akan menimbulkan permasalahan kalau tidak dilaksanakan dengan baik," ujar Kepala DLH Provinsi Lampung Emilia Kusumawati dalam keterangannya di Bandarlampung, Jumat.
Ia mengatakan saat ini semua alat kesehatan yang mengandung merkuri di Provinsi Lampung telah diamankan.
"Kegiatan penarikan alat kesehatan bermerkuri ini merupakan bentuk dukungan terhadap Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri," katanya.
Dia menjelaskan jumlah alat kesehatan bermerkuri yang sudah ditarik di 15 kabupaten dan kota di Provinsi Lampung berjumlah 267 unit untuk kemasan sekunder. Kemudian 3.265 unit sphygmomanometer, 687 unit termometer dengan total berat kemasan sekunder mencapai 3.340,4 kilogram dan telah siap dikirim ke Jakarta.
"Provinsi Lampung ini ditetapkan sebagai salah satu pusat depo pengumpulan alat kesehatan bermerkuri untuk wilayah Sumatera, yang selanjutnya seluruh alat kesehatan bermerkuri tersebut akan dikirim ke Jakarta," ucapnya.
Menurut dia, keberhasilan dalam pengumpulan alat kesehatan bermerkuri di Lampung tersebut berkat koordinasi yang terjalin dengan Dinas Kesehatan yang ada di 15 kabupaten dan kota di provinsi itu.
"Merkuri ini merupakan bahan berbahaya dan beracun. Saat ini merkuri yang masih berada dalam alat kesehatan dan belum rusak dan pecah masih dikategorikan dalam B3, namun jika pecah akan menjadi limbah B3. Jadi semua sudah dikumpulkan untuk ditangani lebih lanjut sebagai upaya mengentaskan merkuri pada alat kesehatan," ucapnya.

Baca juga: Penyaluran dana pengelolaan lingkungan hidup Lampung capai Rp52 miliar

Baca juga: Bukit Asam bersama masyarakat Desa Sidodadi lakukan tanam mangrove

Baca juga: DLH Lampung: TPA sampah regional dapat dibangun sebelum 2030