Jakarta (ANTARA) - Tim pengacara yang mewakili dua polisi terdakwa pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) menyampaikan insiden penembakan terhadap empat anggota FPI terjadi karena Ketua Umum FPI Habib Muhammad Rizieq Shihab (HRS) tidak kooperatif saat dipanggil oleh polisi.
Koordinator Tim Penasihat Hukum Henry Yosodiningrat saat membacakan pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat, menyampaikan Ketua Umum FPI juga memprovokasi massa pendukungnya untuk mengepung dan menggeruduk Polda Metro Jaya.
"Polda melakukan antisipasi dengan cara mengambil langkah-langkah secara tertutup memerintahkan anggotanya termasuk Ipda Yusmin, Briptu Fikri," kata Henry.
Langkah-langkah antisipasi itu di antaranya mengawasi dan membuntuti massa pendukung HRS di beberapa wilayah. Kejadian itu kemudian berujung pada baku tembak di Jalan Simpang Susun Karawang Barat.
"Saat bertugas, anggota kepolisian mendapat perlakuan tindakan kekerasan dari Laskar FPI, yang dimulai dari penyenggolan dan penghadangan mobil polisi, dilanjutkan menghampiri mobil dan membacok kap mobil anggota dengan senjata tajam, dan menghujam senjata tajam ke kaca mobil secara membabi buta," papar Henry.
Dalam pembelaannya, Henry menyampaikan polisi pun meletuskan satu tembakan peringatan, tetapi itu dibalas dengan tiga tembakan dari kelompok FPI.
Tindakan itu kemudian dibalas oleh penembakan polisi ke arah anggota FPI. Akibatnya, anggota FPI pun melarikan diri.
Kepolisian kemudian menemukan jejak mereka di Rest Area KM 50 Tol Cikampek. Di tempat itu, polisi menemukan dua anggota laskar, yaitu Luthfi Hakim (25) dan Andi Oktiawan (33) tewas.
Sementara empat anggota lainnya, yaitu Muhammad Reza (20), Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun), Faiz Ahmad Syukur (22), dan Muhammad Suci Khadavi (21), digeledah dan dilucuti.
Hasilnya, Henry menuturkan, polisi menemukan senjata api dan senjata tajam. Polisi kemudian membawa empat anggota Laskar FPI itu ke Polda Metro Jaya menggunakan mobil Xenia.
Namun, empat anggota Laskar, menurut Henry, menganiaya Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan serta berupaya merebut senjatanya.
Akibat perbuatan itu, insiden penembakan tidak terelakkan karena polisi berupaya membela dirinya, Henry menegaskan dalam pembelaan atau pledoi nya.
"Peristiwa perebutan senjata api menentukan hidup dan mati seseorang, karena itu membahayakan anggota kepolisian dan anggota FPI itu sendiri," ujar Koordinator Tim Penasihat Hukum yang membacakan pledoi secara virtual.
Ia menyampaikan kejadian itu, yang menyebabkan empat anggota Laskar FPI tewas tentu disesali oleh seluruh pihak.
"Kalau saja HRS kooperatif, memenuhi panggilan dan tidak memprovokasi pengikutnya untuk melakukan tindakan anarkis. Kalau anggota Laskar tidak memukul dan merebut senjata Fikri dapat dipastikan bahwa peristiwa ini tidak terjadi," ujar Henry.