IDI sebuktan penelurusan dan tes usap di Lampung tidak optimal

id COVID-19,Wuhan,kasus COVID-19 Lampung

IDI sebuktan penelurusan dan tes usap di Lampung tidak optimal

Ketua IDI Cabang Bandarlampung dr Aditiya M Biomed, di Bandarlampung, Rabu. (ANTARA/Dian Hadiyatna)

COVID-19 (ANTARA) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Bandarlampung menilai penelusuran dan pengujian sampel tes usap di Provinsi Lampung masih kurang optimal.
 
"Sedikit atau banyaknya sampel usap yang diperiksa itu kan tergantung dari tracingnya, maka penelusuran ini harus lebih masif lagi dilakukan guna mencegah persebaran COVID-19," kata Ketua IDI Cabang Bandarlampung dr Aditiya M Biomed, di Bandarlampung, Rabu.

Menurutnya, dengan ada alat Real Time Polymerase Chain Reaction (RT PCR) di Provinsi Lampung maka jumlah pemeriksaan sampel usap seharusnya lebih banyak per hari.

Menurut dia, RT PCR yang ada di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) hanya mampu memeriksa 150 sampel tes usap per hari.

"Apalagi di sini juga terdapat alat Tes Cepat Molekuler (TCM) serta Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bandarlampung juga memiliki alat yang serupa, sehingga jumlah sampel yang diperiksa per hari masih tetap sangat kecil," ujarnya.

Menurutnya pula, pemerintah setempat harus memiliki inovasi-inovasi lain dalam rangka mencegah persebaran virus ini karena saat ini pasien COVID-19 telah menyeluruh ada di kabupaten/kota di Provinsi Lampung.

"Kita kan sudah beberapa bulan menjalani situasi ini, harusnya pemerintah setempat memiliki inovasi baru yang melibatkan langsung masyarakat dalam pencegahan atau melakukan swab massal seperti di provinsi lainnya," kata dia.

Terkait dengan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang protokol kesehatan, Ketua IDI Cabang Bandarlampung tersebut mengapresiasi pemerintah setempat karena itu juga merupakan upaya dalam mencegah persebaran COVID-19.

"Ini sudah bagus, tidak ada denda pun tidak masalah karena jika dilihat pun daerah yang menerapkan denda belum bisa dinilai efektif dalam mencegah penyebaran virus. Ii sebenarnya kan ini masalahnya ada di pola pikir masyarakat, jadi sekeras apapun hukumnya kalau masyarakatnya cuek dan tidak peduli; tetap saja akan naik angka COVID-19 nya," jelasnya.