Makassar (ANTARA) - Keluarga disabilitas korban pemerkosaan melakukan aksi demonstrasi di Kantor Polres Luwu Timur, Sulawesi Selatan untuk mendesak penyidik Polres agar segera menetapkan tiga orang terduga pelaku pemerkosaan sebagai tersangka dugaan tindak pidana kekerasan seksual.
Dalam orasi di Kantor Polres Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Rabu, N selaku paman korban menyoroti proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Polres Luwu Timur yang terkesan melindungi terduga pelaku. Menurutnya, tiga orang terduga pelaku tidak pernah dibahas penyidik dalam proses pemeriksaan.
“Pada saat saya diperiksa sebagai saksi, dalam pertanyaan yang diajukan penyidik, mengarah pada hubungan persetubuhan antara keponakan saya dengan salah satu pelaku. Bukan peristiwa pemerkosaan. Padahal, penyidik sendiri tahu dengan jelas, setelah melapor kami melarikan korban ke RumahSakit. Dari rekam medik yang kami pegang, ada luka di organ vital dan bagian tubuh lainnya,” urai N melalui keterangannya yang diterima di Makassar, Rabu.
N juga mempertanyakan dasar dari kepolisian menyatakan kasus yang dialami keponakannya bukanlah pemerkosaan, melainkan persetubuhan.
Sejak melaporkan peristiwa ini pada 16 November 2023, pihak keluarga korban kerap sulit mendapatkan informasi perkembangan perkara. Pihak keluarga tidak diberi kabar terkait olah TKP yang dilakukan penyidik. Padahal lokasinya sangat dekat dari rumah korban.
“Sejak awal penyelidikan, kami merasa bahwa ada hal yang sengaja ditutup-tutupi oleh penyidik. Misalnya, di awal sebelum kami didampingi oleh LBH Makassar, kami sulit memperoleh informasi perkembangan proses hukum dari penyidik. Bahkan yang lebih menyakitkan lagi, saya dilaporkan ke polisi,” tambahnya.
Tim Kuasa Hukum Korban dari LBH Makassar Nur Alisa membenarkan pernyataan tersebut.
Dia menjelaskan bahwa sejak awal pemeriksaan, pihaknya menemukan beberapa kejanggalan. Misalnya, pada pemeriksaan pertama korban, keluarga dilarang untuk mendampingi.
Kemudian, adanya upaya kriminalisasi terhadap keluarga korban dalam bentuk laporan polisi oleh salah satu karyawan hotel yang namanya masuk sebagai daftar terduga pelaku.
"Dia ikut serta berperan dalam terjadinya tindak pidana pemerkosaan. Bahkan, pihak korban tidak diberi informasi apapun terkait olah tempat kejadian perkara yang dilakukan penyidik,” kata dia.
Menurut Nur Alisa, dari rangkaian kejanggalan di atas menunjukkan keberpihakan penyidik, tidak pada korban.
Mira Amin, Kepala Divisi Hak Perempuan, Anak dan Disabilitas LBH Makassar mengemukakan bahwa pihaknya kemudian melakukan upaya keberatan dengan bersurat ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mendesak dilakukan evaluasi dan supervisi atas hasil gelar perkara yang dilakukan Polda Sulsel dan Polres Lutim yang justru mengaburkan fakta tindak pidana yang terjadi.
“Kami juga sudah melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Negeri Luwu Timur, terkait proses hukum perkara ini. Kami ingin memastikan bahwa penyidikan yang dilakukan Polres Luwu Timur mengedepankan fakta dan mampu menyeret semua pelaku ke meja pengadilan," urainya.
Bagi Mira, persetubuhan yang didalilkan oleh penyidik justru rentan membuat pelaku lainnya lolos dari jeratan hukum. Termasuk fakta kekerasan dan luka pada organ vital korban akan terabaikan.
Terkait hal ini, massa aksi kemudian melakukan orasi di depan kantor Polres Luwu Timur. Namun, belum lama menyampaikan pendapat, pihak Polres mendatangi massa aksi dan memaksa untuk bubar.
Sempat terjadi perdebatan antara pihak keluarga korban, pendamping hukum dan Polres Lutim. Sebab upaya intimidatif dilakukan untuk menghentikan aksi, dengan cara merampas alat pengeras suara yang digunakan massa aksi.
Kapolres Lutim AKBP Zulkarnain merespons aksi tersebut dengan meminta massa aksi bertemu secara langsung. Pihak keluarga korban yang sejak awal tidak pernah bertemu Kapolres Lutim, mengiyakan permintaan tersebut.
Pertemuan yang dilakukan di AulaTribrata, menghadirkan pihak keluarga korban, Tim Kuasa Hukum LBH Makassar, Media, Kapolres, Wakapolres, Kasat Reskrim, Kasat Intel, Propam, Kanit PPA dan penyidik lain Polres Lutim.
Dalam penyampaiannya, Kapolres Lutim mengakui tidak mengetahui secara detail terkait proses hukum yang dilakukan, termasuk fakta sumber uang Rp200 ribu yang diklaim penyidik sebagai barang bukti transaksi antara pelaku dan korban.
Maka dari itu, pihaknya akan melakukan penyelidikan dan pengawasan lebih lanjut terhadap penyidik yang menangani perkara tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, Tim Kuasa Hukum LBH Makassar menuntut :
1. Kapolres Lutim untuk menangkap dan mengadili semua pelaku pemerkosaan;
2. Kapolres Lutim untuk memberikan keadilan bagi korban dengan melakukanpenyidikan secara adil, terbuka dan menyeluruh;
3. Berikan hak pemulihan terhadap korban;
4. Kapolres Lutim untuk mempercepat proses hukum terhadap laporan korban;
5. Kapolres Lutim Membuka rekaman CCTV Hotel kepada pihak keluarga korban;6. Kompolnas untuk segera lakukan evaluasi dan supervisi terhadap Kapolda Sulsel dan Kapolres Luwu Timur.