Anggota DPRD Lampung sesalkan penangguhan oknum guru terduga pencabulan ke siswinya

id lampung, dprd lampung, dprd, kekerasan anak, pencabulan anak, oknum guru, pencabulan siswi, siswi

Anggota DPRD Lampung sesalkan penangguhan oknum guru terduga pencabulan ke siswinya

Anggota DPRD Provinsi Lampung Lesty Putri Utami sesalkan penangguhan oknum guru yang melakukan pencabulan kepada siswinya. ANTARA/HO

Bandarlampung (ANTARA) - Anggota DPRD Provinsi Lampung Lesty Putri Utami menyesali adanya penangguhan terhadap tersangka oknum guru yang diduga melakukan pencabulan terhadap siswi di bawah umur muridnya.

Harusnya pihak aparat penegak hukum bisa memberikan hukuman kepada terduga pelaku, agar bisa membuat jera.

“Kalau ada penangguhan ini nanti akan berdampak negatif kepada penegak hukum. Dimana mereka bisa melakukan perbuatan seperti itu, tetapi dengan adanya uang jaminan dan lainnya bisa ditangguhkan,” kata Lesty, di Bandarlampung, Jumat (1/11).

Menurutnya, penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak ini, harus sesuai mandat UU No. 12 Tahun 2023 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Pelaku yang bekerja sebagai guru bahasa Arab, bila terbukti melakukannya, harus diberikan pemberatan hukuman bukan malah ditangguhkan karena dilakukan terhadap anak didiknya sendiri, katanya pula

Ia menjelaskan, tenaga kependidikan yang mendapatkan mandat untuk melakukan perlindungan dan pencegahan kekerasan seksual, ini malah melakukan pelecehan seksual kepada anak muridnya. Ini membuat mental psikis anak tersebut akan terganggu nantinya, kata Lesty lagi.

“Pelecehan ini bukan dilakukan sekali, tetapi sudah tiga kali. Ini harus mendapatkan hukuman yang berat dan setimpal, bukan malahan ditangguhkan dengan alasan sedang melanjutkan studi atau telah memberikan jaminan,” katanya lagi.

Anggota DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi PDI Perjuangan ini menjelaskan, harusnya kepolisian dapat memberikan pelindungan sementara kepada korban paling lambat 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak menerima laporan tindak pidana kekerasan seksual. Surat perintah pelindungan sementara diberikan untuk waktu paling lama 14 hari terhitung sejak korban ditangani.

Selanjutnya, kata dia, di dalamnya kepolisian berwenang membatasi gerak pelaku, baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu maupun pembatasan hak tertentu dari pelaku.

Selanjutnya, dalam waktu paling lambat 1x24 jam terhitung sejak pemberian pelindungan sementara, kepolisian wajib mengajukan permintaan pelindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).

Untuk pemberian pelindungan sementara dan pelindungan, LPSK dapat bekerja sama dengan UPTD PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak).

Untuk menjamin perlindungan korban, UU ini juga memandatkan tersangka diberlakukan pembatasan gerak pelaku, untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu maupun pembatasan hak tertentu dari pelaku.

Ia berharap, pihak kepolisian ini dapat mencabut penangguhan tersebut dengan alasan tertentu, mengingat pelaku masih bisa berkeliaran, sedangkan korban akan mengalami trauma yang mendalam akibat perbuatan pelaku yang tidak senonoh tersebut.

“Aparat bisa mengkaji ulang untuk penangguhan ini, walaupun dengan alasan sedang melanjutkan studi sekolah S-2. Sebagai tenaga pendidik, ini sudah mencoreng nama baik institusi, apalagi tenaga pendidik itu harusnya bisa memberikan rasa aman dan nyaman, tetapi ini malah memberikan perlakuan yang tidak terpuji kepada salah seorang siswinya,” katanya lagi.