Karisma Evi Tiarani, atlet tunadaksa pemecah rekor dunia
Jakarta (ANTARA) - Mungkin tidak terbayangkan sebelumnya bagi Karisma Evi Tiarani, seorang gadis asal Boyolali, Jawa Tengah, bisa menjuarai ajang olahraga tingkat internasional, apalagi memecahkan rekor dunia.
Bagaimana tidak? Evi terlahir dengan keistimewaan kaki kirinya yang lebih pendek sekitar 7 centimeter, dan tak sekuat kaki kanan.
Meski menyandang tunadaksa, Evi tak mau menganggap kondisi itu sebagai suatu kendala maupun keterbatasan.
Nyatanya, atlet kelahiran 19 Januari 2001 itu malah jatuh cinta pada olahraga lari sejak duduk di kelas 2 SMP.
Gadis berhijab itu mulanya ingin menjadi pemain bulu tangkis, tetapi seiring waktu ternyata minatnya beralih ke cabang olahraga atletik.
Cabang olahraga itulah yang kemudian membawa Evi meraih sederet prestasi di berbagai ajang kejuaraan tingkat daerah, nasional, hingga internasional.
Ujian pertamanya adalah Pekan Paralimpiade Pelajar Daerah (Peparda) 2014, dan Evi sukses mempersembahkan satu medali emas di nomor 100 meter T42.
Pada Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2016 di Jawa Barat, bungsu dari dua bersaudara itu berhasil mendapat dua emas, yakni di nomor lari 100 meter dan lompat jauh.
Tak puas, Evi terus membuktikan kemampuannya, dan di ajang Asian Para Games (APG) 2018 menggondol emas di nomor 100 meter T42 (tuna daksa).
Masih di ajang yang sama, Evi juga meraih medali perunggu di nomor lompat jauh putri klasifikasi T42-44/61-64.
Evi kembali membuat bangga Indonesia dengan keberhasilannya menyabet medali emas serta memecahkan rekor pada Kejuaraan Dunia Para Atletik 2019 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Atlet binaan National Paralympic Committee (NPC) Indonesia itu berhasil memecahkan rekor dunia di nomor 100 meter putri dengan catatan waktu 14,72 detik.
Evi berhasil mengalahkan atlet asal Italia Monica Graziana Contrafatto yang berada di posisi kedua dengan catatan waktu 15,56 detik, dan tempat ketiga dihuni Gitte Haenen asal Belgia (15,60 detik).
Ternyata sebelumnya, Evi pada Turnamen Handisport Paris Open 2019 juga telah memecahkan rekor dunia dengan mencetak waktu 14,90 detik.
Artinya, di Kejuaraan Dunia Para Atletik di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) 2019, Evi memecahkan rekornya yang telah dicetaknya sendiri.
Tak disangka, dari Desa Talak Broto, Kecamatan Simong, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Evi mampu menembus batas negara dan berhasil menorehkan catatan prestasinya.
Rupanya, dukungan orang tua, terutama sang ibu dan teman-temannya yang membuatnya tumbuh dengan percaya diri dan tak pernah merasa minder.
Keistimewaan fisik yang dimiliki gadis yang kini berusia 20 tahun itu tidak pernah membuatnya merasa diperlakukan berbeda oleh keluarga dan lingkungannya.
Kawan-kawan sekolahnya pun tidak pernah sekalipun mengejek atau mengolok-olok Evi, namun justru mendukungnya secara penuh dalam berprestasi.
Sedianya, Evi turut tampil di gelaran ASEAN Paragames 2020 di Filipina, tetapi urung terlaksana karena pesta olahraga disabilitas itu dibatalkan menyusul pandemi COVID-19.
Namun, masih ada satu kesempatan lagi, yakni Paralimpiade Tokyo yang akan digelar mulai 24 Agustus hingga 5 September 2021 di Jepang.
Bersama 22 atlet lainnya, Evi bakal mewakili Merah Putih pada pesta olahraga atlet disabilitas empat tahunan tersebut.
Keterbatasan tak membuatnya merasa terbatasi. Mari dukung Evi dalam merajut prestasi demi prestasi untuk kembali mengharumkan nama Indonesia di tingkat dunia.
Biodata singkat:
Nama: Karisma Evi Tiarani
Tempat, tanggal lahir: Boyolali, 19 Januari 2001
Cabang: para-atletik
Prestasi:
- Pekan Paralimpiade Pelajar Daerah 2014 (1 emas)
- Pekan Paralimpiade Nasional 2016 (2 emas)
- Asian Para Games (APG) 2018 (1 emas, 1 perunggu)
- Turnamen Handisport Paris Open 2019 (1 emas - memecahkan rekor dunia)
- Kejuaraan Dunia Para Atletik 2019 (1 emas - memecahkan rekor dunia)
Bagaimana tidak? Evi terlahir dengan keistimewaan kaki kirinya yang lebih pendek sekitar 7 centimeter, dan tak sekuat kaki kanan.
Meski menyandang tunadaksa, Evi tak mau menganggap kondisi itu sebagai suatu kendala maupun keterbatasan.
Nyatanya, atlet kelahiran 19 Januari 2001 itu malah jatuh cinta pada olahraga lari sejak duduk di kelas 2 SMP.
Gadis berhijab itu mulanya ingin menjadi pemain bulu tangkis, tetapi seiring waktu ternyata minatnya beralih ke cabang olahraga atletik.
Cabang olahraga itulah yang kemudian membawa Evi meraih sederet prestasi di berbagai ajang kejuaraan tingkat daerah, nasional, hingga internasional.
Ujian pertamanya adalah Pekan Paralimpiade Pelajar Daerah (Peparda) 2014, dan Evi sukses mempersembahkan satu medali emas di nomor 100 meter T42.
Pada Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2016 di Jawa Barat, bungsu dari dua bersaudara itu berhasil mendapat dua emas, yakni di nomor lari 100 meter dan lompat jauh.
Tak puas, Evi terus membuktikan kemampuannya, dan di ajang Asian Para Games (APG) 2018 menggondol emas di nomor 100 meter T42 (tuna daksa).
Masih di ajang yang sama, Evi juga meraih medali perunggu di nomor lompat jauh putri klasifikasi T42-44/61-64.
Evi kembali membuat bangga Indonesia dengan keberhasilannya menyabet medali emas serta memecahkan rekor pada Kejuaraan Dunia Para Atletik 2019 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Atlet binaan National Paralympic Committee (NPC) Indonesia itu berhasil memecahkan rekor dunia di nomor 100 meter putri dengan catatan waktu 14,72 detik.
Evi berhasil mengalahkan atlet asal Italia Monica Graziana Contrafatto yang berada di posisi kedua dengan catatan waktu 15,56 detik, dan tempat ketiga dihuni Gitte Haenen asal Belgia (15,60 detik).
Ternyata sebelumnya, Evi pada Turnamen Handisport Paris Open 2019 juga telah memecahkan rekor dunia dengan mencetak waktu 14,90 detik.
Artinya, di Kejuaraan Dunia Para Atletik di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) 2019, Evi memecahkan rekornya yang telah dicetaknya sendiri.
Tak disangka, dari Desa Talak Broto, Kecamatan Simong, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Evi mampu menembus batas negara dan berhasil menorehkan catatan prestasinya.
Rupanya, dukungan orang tua, terutama sang ibu dan teman-temannya yang membuatnya tumbuh dengan percaya diri dan tak pernah merasa minder.
Keistimewaan fisik yang dimiliki gadis yang kini berusia 20 tahun itu tidak pernah membuatnya merasa diperlakukan berbeda oleh keluarga dan lingkungannya.
Kawan-kawan sekolahnya pun tidak pernah sekalipun mengejek atau mengolok-olok Evi, namun justru mendukungnya secara penuh dalam berprestasi.
Sedianya, Evi turut tampil di gelaran ASEAN Paragames 2020 di Filipina, tetapi urung terlaksana karena pesta olahraga disabilitas itu dibatalkan menyusul pandemi COVID-19.
Namun, masih ada satu kesempatan lagi, yakni Paralimpiade Tokyo yang akan digelar mulai 24 Agustus hingga 5 September 2021 di Jepang.
Bersama 22 atlet lainnya, Evi bakal mewakili Merah Putih pada pesta olahraga atlet disabilitas empat tahunan tersebut.
Keterbatasan tak membuatnya merasa terbatasi. Mari dukung Evi dalam merajut prestasi demi prestasi untuk kembali mengharumkan nama Indonesia di tingkat dunia.
Biodata singkat:
Nama: Karisma Evi Tiarani
Tempat, tanggal lahir: Boyolali, 19 Januari 2001
Cabang: para-atletik
Prestasi:
- Pekan Paralimpiade Pelajar Daerah 2014 (1 emas)
- Pekan Paralimpiade Nasional 2016 (2 emas)
- Asian Para Games (APG) 2018 (1 emas, 1 perunggu)
- Turnamen Handisport Paris Open 2019 (1 emas - memecahkan rekor dunia)
- Kejuaraan Dunia Para Atletik 2019 (1 emas - memecahkan rekor dunia)