Ekonom: tahun 2021 adalah masa terbaik bagi investor tanam modal di Indonesia

id Investasi,PMA,PMDN,pandemi

Ekonom: tahun 2021 adalah masa terbaik bagi investor tanam modal di Indonesia

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia David Sumual saat memberikan keterangan kepada awak media di Jakarta, Jumat. ANTARA/Citro Atmoko.

Jakarta (ANTARA) - Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) David Sumual menilai tahun 2021 merupakan momen yang tepat bagi investor untuk melakukan penanaman modal di Tanah Air seiring target pemulihan ekonomi pasca pandemi pada 2023 dan juga hadirnya Kementerian Investasi.

"Melihat prospek pertumbuhan ekonomi, saat ini sebenarnya waktu yang tepat untuk investasi. Misalnya tahun ini investor bisa mulai ajukan izin, kemudian membangun pabrik satu sampai dua tahun sehingga saat ekonomi pulih pada tahun 2023 sudah bisa operasi. Kalau ditunda, penyelesaian malah makin lama dan justru cost of capital-nya makin tinggi," ujar David melalui keterangan di Jakarta, Rabu.

Menurut David, yang paling gencar melakukan investasi adalah investor asing lantaran melihat prospek Indonesia yang besar. Hal itu tergambar dalam data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang kuartal I-2021 total realisasi investasi mencapai Rp219,7 triliun dengan pertumbuhan 4,3 persen (year on year/yoy).

Dari nilai tersebut, sebesar 50,8 persen atau Rp111,7 triliun merupakan Penanaman Modal Asing (PMA). Sedangkan sisanya merupakan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dengan nilai Rp108 triliun atau setara 49,2 persen.

Tingginya minat investasi asing tersebut, lanjut David, jangan sampai disia-siakan. Pasalnya banyak negara lain yang siap menampung investasi tersebut. Oleh karena itu, momentum ini perlu dijaga pemerintah dengan memfasilitasi kebutuhan investor.

Hal senada juga diungkapkan peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Teuku Rifqy. Menurutnya, saat ini Indonesia memang membutuhkan investasi besar untuk mendorong perekonomian. Dengan adanya peningkatan investasi bisa menjadi salah satu kunci guna mendorong pertumbuhan ekonomi dengan cepat.

Peningkatan investasi ini juga diperlukan terkait dengan makin melebarnya defisit fiskal yang sudah lebih dari 6 persen akibat belanja pemerintah yang besar di masa pandemi. Oleh karena itu, pemerintah wajib menurunkan defisit fiskal sampai 3 persen sebelum 2023.

Baca juga: Di masa pandemi, BI sebut sektor properti bisa jadi pilihan masyarakat menengah atas
"Belanja pemerintah sangat jor-joran, budget sudah sangat tertekan. Dan kondisi ini memang penting untuk ditopang investasi agar tidak mengganggu stabilitas ekonomi karena belanja negara akan sangat tertekan," ujar Rifqy.

Untuk mendorong realisasi investasi tersebut, Rifqy pun berharap pemerintah dapat memfasilitasi kebutuhan investor guna dapat merealisasikan investasinya.

"Dari sisi fiskal masih ada beberapa poin yang bisa diperbaiki untuk menarik minat investor, begitu juga dengan stimulus perpajakan, misalnya investasi asing PBB dibebaskan. Ini yang menjadi pekerjaan rumah yang substansial dari segi regulasi dan investasi," ujar Rifqy.

Pemerintah diminta belajar dari hengkangnya Tesla ke negara lain. Padahal, Tesla awalnya dikabarkan akan membangun pabrik mobil listrik di Indonesia. Banyaknya keluhan investor yang sulit merealisasikan investasinya tersebut sudah ditangkap oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). BKPM, yang kini menjadi Kementerian Investasi, berupaya untuk menyelesaikan komitmen investasi yang mangkrak sampai sekarang.

Badan Koordinasi Fiskal (BKF) dalam laporannya bertajuk Tinjauan Ekonomi, Keuangan dan Fiskal kuartal I-2021 menyebutkan, investasi bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dalam masa krisis. Makanya BKF meminta pemerintah mengoptimalkan sejumlah instrumen kemudahan berinvestasi.

Menurut BKF, mengandalkan belanja negara saja untuk pertumbuhan ekonomi tidak akan bisa efektif, apalagi peran belanja dalam 10 tahun terakhir terus melemah. Sementara peningkatan belanja di tengah pendapatan negara yang belum optimal, justru bisa menghambat investasi swasta.

Baca juga: Summarecon sebut tahun 2021 krusial untuk industri properti