Bandarlampung (ANTARA) - Akademisi Universitas Lampung (Unila) Dr Nairobi, SE, M Si,mengatakan rokok menjadi salah satu biaya konsumsi yang tinggi bagi masyarakat menengah ke bawah di Kota Bandarlampung.
"Saya hitung-hitung sekitar delapan persen penghasilan masyarakat dibelikan untuk rokok. Ini kan sayang delapan persen dibelikan rokok, coba dibelikan kebutuhan lain yang lebih bermanfaat," kata Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila tersebut, saat dimintai keterangan, di Bandarlampung, Kamis.
Menurutnya, tidak adanya edukasi yang efektif dan halangan membuat masyarakat dapat dengan bebas mengkonsumsi rokok yang sebenarnya dapat merusak kesehatan bagi mereka yang menghisap asap rokok itu.
"Kenapa orang merokok karena memang pemerintah tidak memberikan edukasi, yang ada sekarang hanya imbauan di setiap bungkusnya, ini tidak bisa mengurangi mereka dari mengonsumsi rokok," kata dia.
Baca juga: Asap rokok turunkan imunitas
Ia mengatakan pemerintah dapat membatasi ataupun mengurangi masyarakat mengonsumsi rokok dengan membuat fasilitas khusus bagi para perokok di ruang publik ataupun di perkantoran.
"Dengan membuat ruang khusus, jadi si perokok harus mengkonsumsinya di ruangan yang sudah disediakan tidak boleh di tempat umum sehingga diharapkan konsumsi rokok dapat berkurang," kata dia.
Namun begitu, dia mengakui untuk mengubah kebiasaan dan budaya merokok tersebut memang tidak mudah, diperlukan edukasi secara masif dan kesadaran individu untuk melakukannya.
Baca juga: Rokok bisa berdampak pada kemiskinan hingga kekerdilan
"Kita tidak melarang orang untuk merokok tapi kalau ingin menghisap rokok ya di tempat yang disediakan, berapa bungkus ya silahkan," ujarnya.
Sementara itu, Wali Kota Bandarlampung Eva Dwiana mengungkapkan ruang khusus perokok di tempat-tempat umum penting sebab guna menjaga kesehatan masyarakat.
"Terkait ini nanti kita koordinasikan terlebih dahulu, tapi saya harap ke depan di Bandarlampung ada tempat seperti itu," kata dia.